Merayakan Imlek Jauh dari Tanah Air

Hidup jauh dari keluarga dan harus pergi merantau tak jarang menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan bagi kebanyakan orang, terlebih jika harus merayakan momen istimewa seperti perayaan hari raya atau hari besar lainnya. Hal ini juga dirasakan oleh beberapa warga Indonesia di Melbourne yang harus terpisah dari sanak-saudara mereka saat momen pergantian tahun baru Cina atau Imlek. Di momen spesial Imlek ini, ada beberapa cerita dari beberapa narasumber yang tengah menjadi pelajar, mengikuti Working Holiday Visa (WHV) atau sudah menjadi Permanent Residence (PR) di Australia dalam merayakan kegiatan ini dengan cara masing-masing.

Pengalaman menjadi pelajar di Melbourne membuat Jane Andreas harus melewatkan momen kebersamaan tradisi menyambut Imlek yang berupa makan malam bersama kelurganya setelah hampir satu tahun lebih tinggal di Australia.

“Biasanya aku dan keluargaku selalu makan besar di restaurant dan kita memulai tradisi dengan mengaduk-aduk salad bersama. Selanjutnya kita juga pasti akan pesan menu mie panjang umur dan bebek untuk dimakan sebelum malam pergantian tahun baru,” ujar Jane.

Ia juga mengungkapkan bahwa biasanya akan dibarengi dengan tradisi membagi-bagikan angpao kepada anak-anak yang masih belum menikah. Terkadang walau sang anak sedang tidak berada dekat dengan keluarga, angpao tersebut masih bisa dititipkan kepada orang tua. Selain itu, Jane menuturkan biasanya jika sedang berada di tanah air, ada kepercayaan dari leluhurnya yang menyuruh ia untuk potong rambut guna membuang sial sebelum pergantian tahun. Saat di Indonesia, ia juga akan menggunakan baju berwarna merah untuk merayakan hari spesial itu dan memakan makanan khas seperti kue keranjang dan lapis legit. Namun karena tengah berada di Melbourne, mungkin ia akan menyantap masakan Cina bersama teman-temannya.

Hal serupa juga dituturkan Gisela Lestari Wong yang saat ini memegang visa WHV. Ia mengaku biasanya dia bersama keluarga akan mengunjungi kerabat paling tua selama satu hari penuh pada saat Imlek. Bahkan dulu, ia juga mengaku masih sering membuat sendiri kue keranjang dalam tradisi keluarganya. Beruntung, kali ini orang tua Gisela mengunjunginya dan dikarenakan ia masih memiliki kerabat di Melbourne, maka ia berencana akan pergi ke daerah Chinatown untuk melihat pertunjukan barongsai dan tentunya makan masakan khas China. Ketika ditanya apa hal yang paling ditunggu-tunggu saat Imlek, Gisela dengan semangat menjawab tradisi bagi-bagi angpao. “Biasanya momen ini akan dibarengi dengan doa untuk segera mendapatkan jodoh dan selalu diberi keberuntungan,” ujar Gisela. Sedangkan bagi yang sudah menikah maka wajib memberi angpao bagi saudaranya yang masih lajang.

Lain halnya dengan yang dirasakan Yapit Japoetra yang memang sudah lama bermukim tinggal di Australia bersama keluarga. Ia sudah pindah ke Negeri Kangguru sejak tahun 1997 dan memang sudah sangat jarang pulang kembali ke tanah air untuk merayakan Imlek. Terlebih, Pak Yapit menuturkan saat momen perayaan tahun baru Cina, biasanya istri, anak maupun mertuanya akan mengambil cuti sehari dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah seharian. Pagi harinya, mereka akan mereka pergi ke wihara untuk berdoa bersama. Saat malam tahun baru berlangsung, biasanya mereka akan memasak makanan dalam jumlah lebih banyak karena akan disantap bersama-sama dengan keluarga besar lainnya.

“Menu yang biasanya tidak pernah terlewat adalah ikan dan juga kaki babi,” ujar Yapit. Bahkan di tradisi keluarga besarnya, Yapit juga bercerita para orang tua atau sesepuh masih sering mendapatkan angpao dari anak-anaknya. Hal yang sangat ia rindukan saat merayakan Imlek saat masih di Indonesia dulu adalah berkumpul dari keluarganya yang lain karena ia berasal dari 12 bersaudara sehingga suasana keakrabannya lebih terasa ketika mengunjungi kerabat satu sama lainnya.

Teks: Destari Puspa Pertiwi

Foto: dok. Pribadi narasumber