Konon dalam ilmu jiwa ada ungkapan:
“Yang disebut optimis adalah orang yang sedang dalam perjalanan ke rumah judi, sedangkan yang disebut pesimis adalah orang yang baru keluar dari rumah judi”.
Mungkin oleh sebab itulah di Australia pemerintah memasang pesan dalam hampir semua stasiun televisi yang mengatakan:
You win some, you lose more.
Jelas pesan dalam bahasa Inggris itu diplesetkan dari pesan asli yang berbunyi:
You win some and you lose some.
Maksudnya dalam berbagai daya upaya, berimbang antara yang dimenangkan dengan yang hilang ketika kalah. Begitulah kira-kira–ada kalanya mujur, ada pula kalanya sial. Namun, ungkapan “You win some, you lose more” alias kalahnya selalu lebih besar dari menangnya, khusus dalam hal ini yang dimaksudkan adalah orang yang berjudi.
Pemerintah Australia memang tidak kuasa untuk melarang judi secara total, dan sampai sekarang pun masih saja banyak iklan berupa ajakan atau anjuran berjudi yang ditayangkan oleh televisi di Australia. Dengan adanya kemudahan untuk berjudi lewat telefon seluler (termasuk judi online), maka kian banyak juga yang tertarik untuk mengadu untung melawan bandar judi. Diperkirakan, saban tahun mereka yang berjudi di Australia menghabiskan sekitar 25 miliar dolar. Anggap saja, satu dolar Australia berbanding sekitar 10 ribu rupiah.
Orang Australia memang suka diejek paling gemar berjudi. Konon jika ada dua ekor lalat yang hinggap di tembok, maka bagi orang Australia itu sudah dapat dijadikan alat untuk mengadu untung, dengan menerka lalat mana yang akan lebih dahulu mencapai langit-langit.
Apa yang disebut “main tuak” di Medan juga berasal dari Australia.
Yang dimaksud adalah permainan yang dalam bahasa Inggris disebut two up–menggunakan dua uang logam dari nilai yang sama yang kemudian dengan jempol tangan dimantulkan ke udara, dan ketika terjatuh di bumi dilihat apakah kedua permukaan yang menghadap ke atas sama atau berbeda. Begitulah kira-kira. Dan permainan ini bisa dijadikan taruhan.
Alhasil yang namanya judi dalam segala bentuknya memang sudah menjadi “mainan” rakyat di hampir seluruh dunia. Saya masih ingat ketika kecil, hampir semua kawan-kawan di kampung tergila-gila dengan permainan guli/gundu, atau judi dengan menggunakan gambar-gambar kecil yang bisa dibeli di toko dan sejenisnya. Paling tidak dalam permainan guli atau gundu ada faktor keahliannya–kemampuan membidik salah satu guli yang ditaburkan antara dua garis di tanah.
Asal usul judi memang mungkin masih agak samar, namun umumnya ada pengakuan bahwa permainan judi awalnya lahir atau diciptakan di Tiongkok. Berjudi juga kemudian merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di Mesir Kuno, Yunani dan Jepang.
Dalam agama Islam sudah jelas judi (maisir) dilarang. Ayat tentang larangan berjudi ini juga menyertakan khamar alias minuman beralkohol yang juga dilarang.
Dalam Surah Al-Baqarah (II) ayat ke-219, Allah (swt) berfirman:
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad SAW) tentang khamar dan judi. Katakanlah “pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi) Dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”
Alhasil plesetan ungkapan dalam bahasa Inggris yang disebutkan di atas–“You win some, you lose more”–juga mengarah ke apa yang disebutkan dalam Al Qur’an – mudharatnya lebih besar dari manfaatnya.
Menarik bahwa dalam sebuah penelitian di negara bagian Victoria disimpulkan bahwa ternyata permainan judi sangat populer di kawasan-kawasan berpenduduk miskin. Disebutkan bahwa di sebuah warung minum (pub) saja yang terdapat 86 mesin permainan poker, penjudi menghabiskan 20,5 juta dolar dalam satu tahun keuangan, sebanding dengan gaji tahunan 391 orang kelas menengah. Tidak disebutkan berapa banyak rumah minum alias pub yang terdapat di kawasan tersebut.
Menurut statistik, kekalahan rata-rata setiap warga Australia dalam judi adalah yang tertinggi di dunia: $ 1,267 setahun. Ini bukan berarti bahwa semua orang di Australia berjudi. Namun begitulah keadaannya kalau dibagi rata.
Tidak ayal lagi, judi adalah masalah, bahkan di Australia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah daerah juga mengeruk miliaran dolar setiap tahun dari hasil pajak judi berlisensi.
Di Amerika Serikat, kawasan Las Vegas yang memiliki banyak kasino memang dikenal sebagai “pusat perjudian” yang selalu ramai dikunjungi wisatawan, termasuk dari luar negeri.
Tetapi tahukah Anda, bahwa tidak semua orang dipersilahkan masuk ke kasino di Las Vegas?
Siapa yang dianggap persona non grata alias orang yang tidak disukai oleh kasino-kasino tersebut?
Para penjudi yang lebih sering menang daripada kalah.
Mereka ini kemudian dituding “suka menipu” hingga lebih sering menang ketimbang kalah, dan masuk dalam “les hitam” berbagai kasino di penjuru dunia.
Tidak “aci” (kata orang Medan), tidak “cuceng” (kata orang Hokien), dan tidak adil kata kita semua.
Akibat judi memang banyak keluarga yang kemudian melarat, dan sebagaimana halnya dengan narkoba, judi juga punya kemampuan menagihkan atau membuat pelakunya madatan. Kalau seorang yang kalah judi kemudian diberi santunan, bukan pencerahan, maka besar kemungkinan dia akan berhasrat membalas dendam dan berusaha untuk meraup kembali uangnya yang telah amblas di meja atau mesin judi.
Menyantuni penjudi yang kalah dengan bansos niscaya sama saja dengan membuang garam ke laut. Itulah yang disebut orang tua-tua kita: “laksana tongkat membawa rebah”, berlawanan dengan maksud semula yaitu ingin membantu tetapi ternyata malahan mendorong untuk mengulangi kesalahan.
Teks: Nuim Khaiyath
Nuim Khaiyath adalah seorang penulis berdomisili Melbourne yang sudah menjadi kontributor setia OZIP sejak 2009. Karir beliau meliputi BBC Indonesian Service di London (1964 – 1967, 1970 – 1972), dilanjutkan dengan Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia (RASI) dari tahun 1967 hingga 1970 dan 1972 hingga sekarang. Selain kegiatannya di Radio Indonesia, saat ini beliau juga sedang menikmati masa pensiun bersama istri dan cucu-cucunya.
Photo by Chris Liverani on Unsplash