” Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam.”
–R. A. Kartini
Ketika diminta menulis puisi untuk R. A. Kartini, penulis bahagia bercampur rasa terharu. Bagi penulis, tanggal 21 April bukan hanya menandakan Hari Kartini, tetapi pada tanggal 21 April 1994 penulis memulai karir sebagai guru bahasa Indonesia di ADF School of Languages Point Cook, hampir 30 tahun lalu. Jadi tanggal 21 April merupakan tanggal yang punya kesan indah tersendiri.
Setiap negeri tentu mempunyai pahlawan wanita masing-masing. Publik Australia mungkin mengenal Edith Cowan, seorang reformis sosial yang bekerja untuk persamaan hak dan kesejahteraan perempuan. Di Indonesia, pahlawan perempuan tersebut bernama Raden Ajeng Kartini, yang lahir pada awal abad lalu.
Setiap tahun pada tanggal 21 April, seluruh rakyat Indonesia merayakan hari itu sebagai Hari Kartini. Mulai dari pria, wanita, dan anak-anak, murid sekolah dari tingkat TK, SD, SMP sampai SMU.
Dalam hampir di setiap kota di Indonesia, anda akan menemukan Jalan Kartini serta patungnya. Kartini bukan hanya sosok yang berupaya mengangkat dan memajukan pendidikan anak perempuan di Indonesia, tapi juga memperjuangkan persaaman hak dalam perkawinan.
Begitu gigihnya Kartini dalam memperjuangkan pendidikan untuk kaum perempuan di tanah Jawa, sampai-sampai sebagai mas kawinnya, ia meminta calon suaminya untuk membangun sekolah khusus anak perempuan. Suatu hal yang sangat luar biasa pada waktu itu di mana seorang calon istri meminta sesuatu kepada calon suami.
R.A. Kartini adalah aktivis yang berusaha mengubah sistem dari dalam bukan dengan cara frontal dan konfrontatif, melainkan dengan caranya yang halus tapi mengena. Menurut Ailsa Zainu’ddin (Alm) yang mengenal salah satu adik Kartini, meskipun perjuangan Kartini belum sepenuhnya berhasil, Kartini lah yang memulai perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.
Perlu diingat, dalam lapangan kerja di Indonesia, laki-laki dan perempuan mendapatkan jam kerja dan upah yang sama.
Sedangkan di Australia, baru pada tanggal 16 Desember 1972 Komisi Konsiliasi dan Arbitrase memberikan upah yang setara bagi laki-laki dan perempuan.
Namun di luar lapangan kerja, tampaknya norma-norma budaya memberikan tekanan lebih berat pada perempuan, terutama kalau dilihat dari sudut pandang kacamata norma Barat.
R.A. KARTINI (1879 – 1904)
Di tengah kegelapan zaman
Menjelang subuh
Terlihat setitik noktah terang
Pertanda sang fajar akan terbit
Pada waktu bersamaan
Di ufuk timur terlihat seekor merpati putih
Terbang ke arah barat
Dalam usiamu yang relatif singkat
Kau telah menyulut obor
dan membawanya ke tengah
masyarakat feodal
Tuhan memanggilmu kepangkuan-Nya
Pada usia muda sekali
Saat-saat kaummu membutuhkan
Tapi jangan risau
Tenanglah dipangkuan-Nya
Kau telah berbuat banyak bagi kaummu
Bagi bangsamu
Nun jauh di sana terlihat merpati-merpati putih
Mengikuti jejak-jejakmu
Melanjutkan perjuangan yang telah kau rintih
Empat kata magis yang keluar dari hatimu
Telah menerangi seluruh negeri
‘’Habis Gelap Terbitlah Terang’’
R.A. KARTINI (1879 – 1904)
In the middle of the dark ages
Before dawn
A glimpse of light can be seen
A sign that the dawn will rise
At the same time
On the eastern horizon you can see a white dove
Flying westward
In your relatively short life
You’ve lit the torch
and brought it to the center of
feudal society
God called you to His lap
At a very young age
When your people needed you
But please don’t worry
Relax in His lap
You have done a lot for your gender
For your people
Far away, white doves are seen
Following in your footsteps
Continuing the struggle you have been fighting for
Four magical words that come from your heart
Has illuminated the whole land
”From Dark Comes Light”
Teks dan foto: Anton Alimin || Podcast Good Morning Indonesia with Poetry || ghazellapublisher@gmail.com