Di bulan April ini, kita kembali merayakan Hari Kartini. Bersamaan dengan perayaan hari lahirnya pelopor edukasi dan emansipasi wanita di dunia pendidikan Indonesia ini, patutlah kita juga meninjau kembali besarnya kontribusi dan peranan wanita di dunia kerja, khususnya di dunia STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).
Di dalam industri yang kerap didominasi oleh pria ini, terdapat banyak wanita yang juga telah mengukir prestasi dan memberikan kontribusi yang berharga demi kemajuan ilmu pengetahuan dunia. Sebut saja Marie Curie, kimiawan dan fisikawan asal Polandia yang menemukan unsur Polonium dan Radium, pelopor teori radioaktivitas serta wanita pertama dan satu-satunya yang berhasil memenangkan Nobel Prize dua kali dalam hidupnya. Tanpa jasa-jasa beliau, kemajuan-kemajuan teknologi nuklir dan pemahaman dunia sains mengenai unsur-unsur radioaktif tidak mungkin akan secepat ini. Siapa yang bisa menduga di tahun 1900 bahwa suatu hari kita akan bergantung kepada tenaga nuklir dalam membangkitkan energi listrik rumah?
Pencapaian wanita dalam bidang STEM tentu tidak berhenti disana. Pada tanggal 20 Juli 1969, pesawat luar angkasa Apollo 11 mendaratkan tiga awak pesawat ke permukaan bulan. Neil Armstrong, orang pertama yang berhasil menapak jejak di permukaan bulan pun kemudian menjadi tokoh yang diagungkan dan dicintai oleh banyak orang. Edwin “Buzz” Aldrin yang berpose bersama bendera Amerika Serikat pun menyandang prestasi sebagai orang kedua yang berhasil menginjakkan kaki ke permukaan bulan.
Namun, di balik semua pencapaian itu, ada seorang wanita yang tengah memelopori ilmu software engineering modern. Beliau adalah Margaret Heafield Hamilton, pendiri Hamilton Technologies Inc., penerima Presidential Medal of Freedom dari mantan Presiden Barack Obama dan direktur MIT Instrumentation Laboratory Software Engineering Division yang bertanggung jawab dalam pengembangan piranti lunak system Apollo 11. Di saat studi computer science masih tidak terlampau diminati, beliau mengambil keputusan untuk mendalami dan mempelajari konsep-konsep komputerisasi secara langsung. Beliau juga berhasil mengembangkan in-flight software untuk misi Apollo 11 pada tahun 1969 yang memungkinkan perjalanan aman awak-awak pesawat luar angkasa menuju dan kembali dari bulan. Bahkan, ketika system Apollo 11 mengalami system overload tiga menit sebelum mencapai permukaan bulan, beliau berhasil menggerakan tim untuk memprioritaskan fungsi-fungsi software penting guna memastikan keselamatan kru pesawat. Jasa-jasa dan pencapaian luar biasa beliau inilah yang kemudian menjadi perintis dari studi software engineering modern.
Boleh dilihat bahwa pencapaian tidak mengenal pria maupun wanita. Di dalam bidang STEM yang dianggap merupakan studi pria, wanita juga telah banyak berjasa dalam memajukan ilmu pengetahuan dalam industri ini. Oleh karena itu, sepatutnya kita mengingat bahwa prestasi tidak memandang pria maupun wanita. Yang penting adalah warisan ilmu yang dapat kita berikan bersama kepada generasi yang akan datang.
Text: Edward Tanoto