Rilis: September 2023
Durasi: 86 menit
Publik Indonesia sempat digegerkan dengan kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin usai meminum kopi Vietnam di salah satu kafe ternama di Jakarta pada tahun 2016. Setelah diselidiki, rupanya dalam kopi Mirna terkandung zat sianida yang tergolong mematikan, dan tersangka yang meracuni kopi Mirna ternyata salah satu teman dekatnya, Jessica Kumala Wongso. Yang terjadi selanjutnya adalah drama pengadilan seru yang berlangsung selama lima bulan (135 hari) dengan pendukung dari kedua kubu yang seksama mengamati jalannya sidang layaknya penonton sepak bola.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kasus tersebut adalah kasus kejahatan paling ‘panas’ pada tahun 2016. Namun, semua fakta kasus sudah tersingkap dan cerita sudah selesai; Jessica dinyatakan bersalah dan divonis 20 tahun penjara. Jadi, apa lagi kebenaran yang bisa digali dari peristiwa tersebut? Ini merupakan tantangan dari Beach House Pictures selaku rumah produksi dibalik dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso.
Selama 86 menit, Ice Cold mengikuti kasus meninggalnya Mirna dari awal sampai akhir. Dimulai dari linimasa bertemunya Mirna dengan Jessica sampai ke percobaan naik banding tim kuasa hukum Jessica yang berakhir dengan kegagalan. Setiap detil ditampilkan dengan seksama, seperti percakapan WhatsApp Jessica–Mirna dengan teman-temannya pada hari meninggalnya Mirna, rekaman sidang Jessica, dan dokumen otopsi sebagian Mirna.
Dalam 86 menit tersebut, Ice Cold memasukkan wawancara dari berbagai macam pihak yang terlibat dalam kasus, mulai dari Edi Darmawan Salihin selaku ayah Mirna, Otto Hasibuan selaku kuasa hukum Jessica, sampai ke Shandy Handika selaku ketua tim jaksa. Tidak hanya itu, dokumenter juga mewawancarai sekelompok ahli forensik, toksikologi, dan kriminologi yang turut mengamati jalannya kasus tersebut, salah satunya Erasmus Napitupulu dari Institute of Criminal Justice Reform (ICJR). Ada juga wawancara gaya vox pop (wawancara jalanan) yang menggambarkan pandangan masyarakat umum terhadap jalannya pengadilan.
Meskipun dokumenter menyajikan informasi yang sudah disampaikan selama pengadilan, rupanya terdapat beberapa kejanggalan dalam jalannya sidang pidana Jessica.
Penyampaian kejanggalan ini seakan ‘dikepalai’ oleh Otto yang membela Jessica. Antara lain, pemeriksaan lambung Mirna 70 menit setelah ia meninggal mengeluarkan hasil negatif sianida. Lebih lanjut, uji toksikologi lambung Mirna tiga hari setelah meninggal menyatakan terdapat 0.2 mg/liter sianida, jauh di bawah dosis mematikan sianida sejumlah 50 – 176 mg/liter. Selain itu, ada juga peristiwa deportasi ahli forensik Australia Beng Beng Ong yang tadinya dihadirkan sebagai saksi ahli tim hukum Jessica. Kejanggalan ini menyebabkan kubu Jessica terkesan sebagai underdog, yang menjadi indikasi bias dokumenter ini terhadap kubu Jessica.
Sayangnya, terlepas dari awal dan pertengahan dokumenter, Ice Cold semakin lepas dari sudut pandang tim jaksa penuntut yang menjadi lawan tim hukum Jessica di pengadilan. Padahal, ada beberapa argumen dari kubu Jessica yang tidak mendapat perspektif dari tim jaksa penuntut. Seperti misalnya, argumen kandungan sianida dalam lambung Mirna yang menjadi ‘senjata pamungkas’ kubu Jessica. Akibatnya, dinamika kedua belah pihak menjadi tidak seimbang yang menyebabkan dokumenter menjadi terkesan berat sebelah.
Namun tidak bisa dipungkiri, kejanggalan yang dialami oleh kubu Jessica menyoroti kondisi hukum dan peradilan di Indonesia. Kepolisian dan jaksa agung dianggap memiliki kuasa berlebih di Indonesia yang menyebabkan proses pengadilan terhadap Jessica menjadi tidak seimbang. Selain itu, perhatian publik dan media yang berlebih terhadap jalannya sidang memberikan tekanan mental terhadap Jessica. Perihal keadilan di Indonesia inilah yang menjadi salah satu poin terakhir dokumenter, yang disajikan sebagai poin kesimpulan disampaikan oleh Erasmus.
Setidaknya, terlepas dari keberpihakan tersirat dokumenter, presentasi dokumenter sangat transparan dan jelas. Desain produksi dokumenter juga sangat apik dan tidak setengah-setengah, mulai dari menghadirkan berbagai cuplikan video pengadilan sampai ke rekaman CCTV meninggalnya Mirna di kafe. Sayangnya, dalam pengambilan wawancara, dokumenter hanya mampu mengambil pernyataan Jessica secara sebagian. Hal ini disebabkan oleh tim produksi yang gagal memperoleh ijin mewawancara Jessica di penjara.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Ice Cold memang tidak menguak fakta baru mengenai drama sidang Jessica. Namun, Ice Cold malah menyajikan sudut pandang baru, yaitu prospek kemungkinan bahwa Jessica tidak bersalah dalam kasus ini. Tentu saja, penyampaian prospek ini memang bisa lebih seimbang. Namun, keberpihakan ini diimbangi oleh pesan yang lebih mendalam dari deretan peristiwa ini: bahwa memang ada yang salah dengan sistem peradilan di Indonesia.
Teks: Jason Ngagianto
Foto: IMDb