FIGHT Esports, Liga Utama Esports di Indonesia Perlu Lebih Inklusif

Mengutip Esports Chart, gim mobile masih memimpin jajaran turnamen terpopuler di tahun 2021. Hal ini didasarkan pada jumlah jam tayang (watch hours) turnamen tersebut. Indonesia sendiri menempati urutan pertama dengan rata-rata jam tayang 23.4%.

Salah satu turnamen gim mobile yang paling terkenal di Indonesia adalah Mobile Premier League (MPL). MPL Mobile Legends Bang Bang (MLBB) merupakan laga utama yang diselenggarakan oleh Moonton. Turnamen ini digelar dengan tujuan untuk menciptakan ekosistem esports kepada tim dan pemain pro untuk tampil dan dikenal oleh para penggemar MLBB. Hingga kini, MPL sudah melaju hingga Season 8 di Indonesia.

Adanya MPL ini menjadi angin segar bagi para pemain MLBB untuk unjuk gigi dan meraih gelar tertinggi dalam turnament Mobile Legends. Namun sayangnya, tidak semua pemain gim bisa berpartisipasi dalam musim regular MPL untuk maju ke playoff. Hal ini dikarenakan hanya tim esports yang sudah terdaftar di MPL yang bisa mengikuti laga.

Pemilihan tim yang bisa bergabung ke dalam MPL sangat ketat. Setidaknya sebuah tim harus memiliki badan usaha berupa perseroan terbatas (PT), memiliki pelatih, gaming house, dan fanbase, serta marketing effort yang tinggi untuk timnya. Adanya persyaratan yang sulit ini membuat hanya tim besar yang bisa berpartisipasi. 

Arya Jamil, Business Development FIGHT Esports Indonesia turut menanggapi eksklusivitas dalam liga primer esports tersebut. “Adanya eksklusivitas ini menunjukkan bahwa MPL masih fokus ke bisnis dan mempromosikan tim esports besar saja, padahal mungkin saja ada banyak sekali tim amatir yang layak maju ke MPL,” ungkap Arya.

Meskipun demikian, Arya juga menambahkan hal tersebut wajar terjadi dalam segi bisnis. “Sejatinya, apa yang dilakukan oleh MPL sangat realistis dalam memastikan jalannya bisnis turnamen ini dan bisa memastikan tim yang bergabung mampu beroperasi secara mandiri. Namun di sisi lain, sistem yang mereka implementasikan membuat tim baru kesulitan untuk berpartisipasi. Tim yang berlaga hanya itu-itu saja,” ungkapnya

Idealnya untuk mengembangkan sebuah ekosistem esports yang sehat seperti marwah awal MPL, sebuah turnamen baiknya bisa diakses oleh tim esports, terlepas dari seberapa besar tim tersebut. “Sejatinya sebuah laga itu mengadu talent terbaik di bidangnya. MPL bisa tetap menerapkan mekanisme seleksi tim seperti yang sudah mereka lakukan, namun bisa menambahkan juga slot untuk open qualifier. Sehingga tim amatir juga bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkompetisi di MPL meskipun dengan kuota terbatas,” lanjut Arya.

Arya mengajak agar penyelenggara turnamen esports sama-sama membuka tangan untuk menyambut para pemain, baik itu pemain pro maupun amatir. Mari bersama membangun ekosistem esports yang berdayakan pemain-pemain handal secara inklusif.

Teks dan foto: Siti Mahdaria