Mimpi Indonesia untuk tampil di Olimpiade kandas di kaki Ilaix Moriba. Mantan rekan setim Messi di Barcelona ini menyudahi satu-satunya harapan Indonesia untuk tampil di Olimpiade Paris 2024 setelah tendangan penaltinya gagal dihalau Ernando Ari pada laga play-off kualifikasi olimpiade di INF Clairefontaine, Prancis pada hari Kamis (9/5/2024) lalu.
Hasil laga ini memupuskan harapan pamungkas Indonesia untuk “berbuka puasa” setelah lama absen di ajang prestisius ini. Kali terakhir timnas Indonesia tampil di event empat tahunan adalah pada Olimpiade Australia 1956. Sejak itu, Indonesia tidak pernah lolos kualifikasi.
Meski demikian, perjalanan Witan Sulaeman CS ini telah melebihi ekspektasi sebuah tim debutan di Piala Asia. Berangkat sebagai runner-up grup A, siapa sangka tim besutan Shin Tae-yong ini bisa masuk semifinal dan finis pada posisi keempat.
Sepak Terjang sang Kuda Hitam
Seolah menyudahi mati suri ditandai wanprestasi di cabang olahraga ini, pantaslah Indonesia dianggap sebagai tim “Kuda Hitam”–jika tidak ingin disebut sebagai “David vs Goliath”. Hal ini disebabkan oleh kemenangan-kemenangan Indonesia yang terlihat mustahil di atas kertas, jika melihat peringkat FIFA lawannya. Namun sekali lagi, ada istilah bola itu bundar; kendati berada di ranking bawah, Indonesia berhasil menempatkan diri menjadi semifinalis.
Puncak euforia ada pada saat Indonesia mengalahkan Korea Selatan, tanah air pelatih Shin Tae-yong, di perempat final. Dalam laga yang sengit, Indonesia menang dramatis dalam adu penalti dengan skor 11-10. Namun, setelah tiga kemenangan beruntun dari fase grup hingga perempat final, akhirnya Garuda Muda harus menelan kekalahan di babak semifinal setelah tunduk 0-2 dari runner-up Piala Asia U-23 edisi sebelumnya, Uzbekistan. Begitu pula, dalam pertandingan memperebutkan juara tiga sekaligus menjaga kans lolos Olimpiade, Indonesia kembali menuai kekalahan setelah Irak menyarangkan dua gol di gawang Ernando Ari.
Peran Coach STY
Pada awalnya, Coach STY membidik target timnas masuk 16 besar, dimana pada empat edisi sebelumnya Indonesia hanya mampu berkutat di fase grup saja. Pada akhirnya, harapan Shin Tae-yong yang kerap dijuluki Coach STY ini pun terwujud dan mencatatkan sejarah baru bagi Indonesia dimana Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN yang berhasil masuk 4 besar piala Asia U-23.
Mungkin benar, membangun tim nasional sepakbola sama seperti membangun sebuah peradaban, begitu kata mantan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Hal ini tercermin di dalam kepelatihan Shin Tae-yong; perombakan besar-besaran pun terjadi di tubuh timnas, dimana Coach Shin memutuskan untuk memangkas satu generasi yang merupakan salah satu keputusan kontroversialnya. Namun, di bawah asuhannya, tim Garuda Muda bisa terbang lebih tinggi.
Sedikit mengenai Coach Shin Tae-yong, lelaki kelahiran Yeongdeok, Korea Selatan, 53 tahun silam ini adalah mantan pemain timnas Korea Selatan yang aktif sejak 1988. Saat menjadi pemain, banyak pencapaian yang ia raih sampai akhirnya dibekap cidera engkel saat bergabung dengan salah satu klub asal Australia, Queensland Roar. Pasca mengakhiri karier sebagai pemain dan mengumumkan pensiun, Shin Tae-yong ditawari menjadi asisten pelatih klub yang sama, dimana disinilah awal mula karir pelatihannya dimulai hingga menjadi salah satu pelatih kesayangan Indonesia saat ini.
Usaha Coach STY yang mengubah wajah timnas sekarang adalah sesuatu yang patut diapresiasi; demikian pula usaha timnas Indonesia yang terus berbenah untuk menjaga asa di Piala Dunia 2026. Terima kasih Garuda Muda dan Coach STY, kami bangga!
Teks: Mutia Putri
Foto: Berbagai sumber