Kita semua pernah menjalani masa muda, masa penuh tawa dan suka. Tidur, sekolah, makan dan main – kita tidak perlu memikirkan hal-hal lain. Pujian dapat diperoleh dengan hanya menyelesaikan tugas sekolah atau mendapatkan nilai penuh dalam ujian semester akhir. Peringkat kelas dan sekolah menjadi patokan kesuksesan dan jumlah teman menjadi rujukan kehidupan sosial seorang siswa/siswi. Selain itu, Anda juga tidak perlu membanting tulang dan bekerja seharian mencari uang untuk keluarga, mengkhawatirkan pajak dan pengeluaran keluarga yang lebih besar dari biasanya. Sungguh masa muda merupakan masa yang penuh optimism dan impian – ketika mimpi masih setinggi langit dan cita-cita menjadi pendorong utama hidup dan belajar.
Namun, tidak lama kemudian, budaya hidup dan ekspektasi orang tua mulai membentuk benak pikiran dan tingkah laku anak-anak. Tentu Anda pernah mendengar tentang pentingnya peran orang tua dalam pekembangan mental dan psikologi anak-anak Anda. Masa kecil juga dibarengi masa hidup yang labil. Oleh karena itu, pengaruh budaya, pergaulan dan bimbingan yang benar menjadi semakin penting dalam memastikan perkembangan mental yang kuat. Sebagai perbandingan, cara masyarakat Australia membesarkan anak mereka tentu berbeda dengan cara masyarakat Indonesia atau Tiongkok. Tidak ada satu cara yang benar dan setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak mereka. Namun, terkadang mereka juga suka lupa bahwa setiap generasi memiliki definisi “masa muda” yang berbeda seiring dengan perkembangan zaman.
Ketika telepon genggam pertama mulai populer di kalangan remaja dan anak-anak di tahun 2000, banyak orang tua yang masih menganggap telepon genggam sebagai sebuah “mainan”. Seringkali ayah dan ibu membatasi waktu bermain telepon genggam. Pihak sekolah sendiri juga sempat melarang siswa-siswi membawa telepon genggam ke sekolah karena dinilai mengganggu konsentrasi belajar. Membalas pesan singkat (SMS) ketika makan dinilai tidak sopan dan barang siapa yang melakukannya akan dimarahi. Tidak ada yang menyangka bahwa dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, telepon genggam (yang kini lebih dikenal dengan julukan “smartphone”, akan menjadi bagian yang penting dalam hidup masyarakat dunia. Kini, tidak jarang melihat begitu banyak balita dan anak-anak berusia kurang dari dua tahun yang bermain di iPad atau smartphone orang tua mereka. Bahkan, terkadang orang tua sengaja memberikan iPad kepada anak-anak mereka agar dapat melatih kecerdasan dan kebiasaan menggunakan teknologi digital sejak kecil.
Observasi menarik turut dikemukakan oleh Robert Toru Kiyosaki, pendiri Rich Global LLC, Rich Dad Company dan pengarang buku Rich Dad Poor Dad yang telah menjual jutaan jilid. Mengamati perubahan zaman dan prioritas masyarakat yang berubah seiring waktu, Robert memberikan argument menarik mengenai perubahan dalam lanskap bisnis dunia yang lebih mengarah kepada kewirausahaan. Menurutnya, masa-masa perang dunia yang memakan banyak korban jiwa dan meruntuhkan infrastruktur negara membuat orang-orang enggan mencoba usaha sendiri. Dirinya pun menjelaskan bahwa keamanan menjadi faktor utama berwirausaha dan lanskap bisnis akan mengemban lebih banyak wirausahawan yang berani mengambil resiko demi meraup keuntungan lebih. Oleh karena itu, ini juga turut menjelaskan perubahan industry bisnis yang kini mencakup lebih banyak wiraswasta muda yang berani mengambil resiko. Tentu hal ini juga akan berpengaruh terhadap definisi masa muda banyak orang, terutama dalam hal bisnis dan pekerjaan.
Oleh karena itu, janganlah kita terlampau kaku dalam mengartikan masa muda orang lain. Hendaknya kita pun memahami bahwa perubahan akan mengharuskan perspektif yang berbeda untuk orang tua dan anak-anak. Sebab pemahaman akan perubahanlah yang mampu mendorong seseorang untuk berpikir kreatif dan sukses di kemudian hari.
Teks: Edward Tanoto
Foto: Indonation 2019