Sungguh Mati, Seumur Hidup Baru Melihat Ini

Bahasa Indonesia, seperti juga bahasa-bahasa lain, penuh dengan ungkapan-ungkapan yang kata intinya tidak sepenuhnya berarti apa yang dimaksudkan. Seringkali ini menyebabkan kekeliruan lucu dalam terjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.

Dalam tulisan ini saya ingin mengangkat dua kata yang sangat penting, yang banyak digunakan dalam ungkapan-ungkapan sehari-hari, yaitu kata ‘hidup’ dan ‘mati’.

Yang paling sering kita jumpai ialah ungkapan ‘sehidup semati’ dalam kaitan sepasang kekasih atau sahabat karib, sekelompok individu yang sudah bersumpah akan setia satu sama lain, dan lainnya. Arti nominalnya, ‘satu hidup satu mati’, yang jelas tidak menyorotkan arti intrinsiknya, yaitu ‘hidup bersama dan mati bersama’.

Ada juga kata-kata kerja yang menggunakan kata ‘hidup’ yang mudah dimengerti apa maksudnya, umpamanya ‘menghidupkan’ lampu, mesin, atau arus-arus lain yang dimotori macam-macam bahan bakar. Juga yang agak melodramatis, seperti ‘menghidupkan kembali cinta yang sudah mati,’ kalau Anda seorang yang romantis.

Yang menarik, kalau kita meliihat penggunaan kata ‘hidup’ pada umumnya dalam hal-hal yang positif atau setidaknya netral, kita mungkin mengharapkan penggunaan kata ‘mati’ atau kata-kata yang seakar dengan ‘mati’, hanya terjadi dalam hal-hal negatif. Nah, ternyata tidak begitu.

Coba ambil contoh:

‘Saya merasa lega setengah mati melihat angka-angka rapor Nadia,’ kata ibunya yang selama ini khawatir karena Nadia tampak kurang antusias dalam pekerjaan sekolahnya.

Di sini, ‘setengah mati’ artinya ‘bukan main’. Nilainya antara positif dan netral.  Bisa dipakai dalam ungkapan ‘sakit setengah mati’, ‘takut setengah mati’, ‘dingin setengah mati’, karena rupanya meskipun artinya sejajar dengan ‘bukan main’, ‘setengah mati’ lebih cocok digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa. Jadi ‘indah setengah mati’ akan terdengar agak janggal.

Ada juga ungkapan yang sepertinya ‘singkatan’, umpamanya:

“Sungguh mati, saya tidak mencurinya, Pak,’ mungkin kepanjangannya ialah, ‘Sungguh Pak, saya tidak mencurinya. Kalau saya mencurinya, biarlah saya mati.’

Lalu ada ungkapan yang harus dibayangkan dalam arti harfiahnya, umpamanya,

‘Ternyata dia sudah tahu kiat-kiat yang sudah aku persiapkan, maka mati kutulah aku!’

Dia ‘mati kutu’ artinya, dia jadi tidak berdaya seperti kutu yang mati. Kenapa bukan ‘mati gajah’?  Mana saya tahu, saya bukan pakar etimologi.

Ada juga ungkapan dengan kata ‘maut’ yang artinya sejajar dengan ‘mati’ dalam artian yang jauh dari negatif atau netral.

Ambil contoh:

‘Waduh, penampilannya maut, mak!’

Ini tidak berarti orang yang menjadi sumber deskripsi itu berwujud tengkorak atau malaikat maut (eh, malaikat maut sebenarnya seperti apa ya?), tapi justru hebat, memukau, mencengangkan, membuat yang melihatnya melongo beberapa saat.

‘Masakannya maut semua!’ biasanya menunjuk pada ketrampilan orang yang dibicarakan, dalam bidang masak-memasak.

Namun pemakaian kata ‘mati’ atau ‘mematikan’ yang sudah bergeser dari arti harfiahnya juga ada dalam bahasa-bahasa lain, umpamanya dalam bahasa Inggris.

Ambil contoh kata ‘lady killer’, artinya bukan ‘pembunuh wanita’, tapi seorang yang sanggup memukau dan mempesona perempuan sehingga si perempuan ‘mati kutu’ di dekatnya, dan tidak dapat lagi mengakses akal sehatnya. Dan biasanya pria yang disebut lady killer tidak benar-benar sayang kepada perempuan yang masuk ke dalam perangkap daya pukaunya. Sesudah bosan, diapun memindahkan perhatiannya pada sasaran baru.

Simak kalimat berikut:

Wow, she is certainly dressed to kill!’ tidak berarti bahwa sosok yang jadi sumber pembicaraan itu memakai pakaian perang berlapis baja, tapi justru jauh dari itu. Mungkin dia tampil super seksi, super necis, super mentereng, pokoknya serba super, dan sama sekali tidak berniat membunuh siapapun (kecuali dalam film horor).

Nah, coba perhatikan ungkapan, ‘He is drop-dead handsome.’

Artinya bukan dia ganteng lalu jatuh mati, tapi, dia bukan main gantengnya.

Lalu kata ‘dead’ juga digunakan di sana sini sebagai kata keterangan (adverb) untuk memperkuat makna kata sifat yang didampinginya, seperti ‘dead serious’ dan ‘dead boring’.

 Satu hal yang sangat penting diingat, ialah ungkapan-ungkapan ini sebaiknya dipakai dalam bahasa informal. Jadi kalau sedang berbicara dengan Pak Rektor (namanya sebenarnya Pak Rahman), kecuali kalau Pak Rektor bekas teman sekolah Anda di SMA, pakailah bahasa yang lebih menunjukkan respek.

Jadi, kalau Anda sebenarnya ingin mengatakan, ‘Aku kaget setengah mati waktu dikasih tahu, yang memesan masakanku adalah Arleta Xena. Arleta Xena kan jago masak. Masakannya sendiri maut semua’, Anda sebaiknya mengatakan kepada Pak Rektor, ‘Saya sangat terkejut waktu diberitahu bahwa yang memesan masakan saya ialah Ibu Arleta Xena, chef yang terkenal karena kehebatan masakan-masakannya,’ tanpa memasukkan kata ‘mati’ maupun ‘maut.

 

Teks: Dewi Anggraeni