YANG TERSIRAT DALAM KALIMAT-KALIMAT NEGATIVE

Menguasai suatu bahasa selain dari bahasa ibu kita, bukan lagi suatu kehebatan rupanya. Metode-metode pengajaran dan pembelajaran telah begitu maju sehingga dalam beberapa bulanpun kita dapat berkomunikasi dalam bahasa yang kita pelajari itu. Namun, kalau kita tidak terus menggunakannya dan menelusuri lika-liku bahasa dan budaya yang membungkusnya, ya kita akan mandeg pada tahap komunikasi dasar, menggunakan kalimat-kalimat seperti:

‘Di mana letak toko Bulan?’

‘Apakah kamu suka makanan Itali?’

‘Senang sekali berkenalan dengan kamu. Kamu tinggal di dekat sini?’

Yang sudah melangkah lebih jauh dari tahap dasar, dapat menangani situasi-situasi yang lebih kompleks. Umpamanya si tokoh kita kelilipan, lalu matanya menjadi perih dan bengkak. Karena bertanya di jalan bukan lagi masalah baginya, diapun menemukan sebuah apotik. Dia akan dapat menjelaskan kepada si apoteker atau asistennya bahwa matanya yang merah dan bengkak itu bukan karena kena colok pena waktu bertengkar dengan adiknya, tapi karena kelilipan. Selanjutnya dia bisa bertanya, obat mata apa yang paling cocok untuk mengurangi sakit dan menghindari infeksi serius.

Itu semua sangat berguna dalam komunikasi di negeri asing. Namun kalau kita ingin lebih efektif lagi, umpamanya turut dalam percakapan ringan di meja makan (atau di ruang duduk), kita perlu mempelajari lebih dalam lagi, gaya bahasa dan cara-cara mengungkapkan berbagai perasaan, yang dalam bahasa Inggris, termasuk dalam ‘idiom’.

Ambil contoh, pemakaian kalimat negatif untuk mengutarakan sesuatu yang positif dalam bahasa Inggris.

1. Memuji hasil upaya seseorang : ‘You couldn’t have done it better, my friend!’ Saya pernah menyaksikan seorang teman yang terbingung-bingung mendapat pujian ini, karena dia mengira dia dikritik, berhubung dia cuma sempat menangkap kata-kata ‘not’ dan ‘better’. Dia terperangah, sesudah sungsang sumbel mengerjakannya (membuka botol minuman anggur yang sangat ketat), dengan hati-hati pula, dikatakan masih mesti lebih baik? Karena saya mengerti apa yang sedang berkecamuk dalam benaknya, saya cepat-cepat menjelaskan, bahwa apa yang dikatakan si teman tadi itu artinya, ‘Apa yang Anda kerjakan itu yang terbaik,’ atau dalam bahasa lebih bergaya gaul, ‘Hey kawan, hebat benar kamu, bisa membuka botol itu tanpa menyebabkan keretakan mulut botol!’;

2. Mengutarakan rasa terima kasih sepenuh hati: ‘Thank you for what you’ve done for my mother. She is much better and couldn’t have been happier with her life.’ Lagi-lagi dalam situasi ini, kata-kata ‘not’ dan ‘happier’ agak membingungkan. ‘Apa maksudnya? Dia mengucapkan terima kasih atas upaya saya, tapi ibunya kurang senang?’ tanyanya dengan suara rendah dan hati-hati. Dan saya menjelaskan bahwa ibunya sudah senang se-senang-senangnya. Tidak bisa lebih senang lagi.

Di pihak lain, dalam bahasa Indonesia jarang dijumpai kalimat negatif yang membingungkan dan berbelit-belit, meskipun tidak selalu ‘menembak’ langsung ke sasarannya. Umpamanya:

1. ‘Lebih baik jangan pilih yang itu ‘nak. Itu bukan makanan sehat.’ Yang kita maksudkan ialah ‘Jangan makan yang itu, nak. Kalau kaumakan juga, bisa sakit perut’;

2. ‘Kenapa kaubeli yang ini? Yang saya beli kemarin tidak jelek-jelek amat.’ Yang kita maksudkan ialah,  ‘Buat apa kaubeli yang ini? Yang aku beli kemarin sebenarnya lebih bagus.’

Kalau dalam bahasa Inggris, landasan budaya dari penggunaan kalimat negatif dalam kasus-kasus di atas agaknya kecenderungan untuk menekan pernyataan yang terlalu berlebihan dalam pergaulan sehari-hari. Pernyataan berlebihan lebih layak ditemukan dalam puisi, nyanyian, laporan-laporan tentang anggota kerajaan, sedang rakyat biasa lebih ‘rendah hati’, atau setidaknya, tampil rendah hati.

Dalam bahasa Indonesia, landasan budayanya ialah tidak mau tampil sombong dan menyinggung orang yang diajak berbicara, biarpun sebenarnya niatnya untuk menunjukkan kesalahan atau kekeliruan orang yang diajak bicara.  Menariknya, kalau ingin mengutarakan kekurangan diri, kita malah sering segan menggunakan kata ‘tidak’.  Umpamanya:

1. ‘Saya belum tahu hal itu,’ kendati maksudnya, ‘Saya tidak tahu urusan itu, dan tidak berniat mencari tahu juga.’;

2. Kalau ada yang meminta penjelasan hal-hal yang asing bagi kita, kita mengatakan, ‘Wah maaf, saya kurang tahu soal itu,’ padahal maksudnya, ‘Itu? Secuil juga aku tidak tahu.’

Kata penanda negatif seperti ‘tidak’ dan ‘bukan’ juga dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang tidak semestinya. Umpamanya:

1. ‘Jangan berbicara yang bukan-bukan.’ Maksudnya, ‘Jangan berbicara tentang sesuatu yang tidak layak atau tidak baik.’;

Bisa juga ‘tidak-tidak’ digunakan dalam pengungkapan serupa, ‘Jangan menginginkan yang tidak-tidak. Fokus pada yang bisa kaucapai.’

Kalau kita khawatir sesuatu yang tidak kita inginkan akan terjadi, kata ‘jangan-jangan’ digunakan. Umpamanya:

‘Mengapa Bu Parmi belum datang? Jangan-jangan beliau jatuh sakit.’ Di sini ungkapan bahasa Inggrisnya selaras: ‘Why isn’t Bu Parmi here yet? I just hope she hasn’t fallen ill.’ Meskipun tidak se-eksplisit ‘jangan-jangan’, implikasi negatifnya setaraf.

Dewi Anggraeni