Paris menjadi saksi terselenggaranya pesta olahraga terbesar di dunia. Olimpiade yang berlangsung dari 26 Juli hingga 11 Agustus lalu kini telah usai. Lalu bagaimana rapor Indonesia di Olimpiade edisi kali ini? Berikut adalah cerita Indonesia di Olimpiade Paris dalam 3 babak.
Babak I: Roller Coaster Indonesia di Paris 2024
Roller coaster. Itu adalah kata paling tepat menggambarkan perjalanan kontingen Indonesia di Paris 2024. Indonesia sendiri membawa 29 atlet yang tersebar di 12 cabang olahraga (cabor). Tumbangnya banyak atlet badminton yang notabene adalah lumbung emas di fase grup, membuat khawatir banyak pihak. Beberapa mengira Indonesia akan finish di posisi buncit, nirmedali. Sampai Olimpiade sudah jalan paruh waktu, medali itu belum nampak hilalnya.
Babak II: #PBSIBisaApa
Tagar #PBSIBisaApa sempat ramai di platform X. Suara hati netizen yang kecewa akan kinerja federasi tepok bulu di Indonesia ini, menaikkan tagar #PBSIBisaApa. Pasalnya, cabor tulang punggung emas Indonesia ini seolah tak bertaji di Olimpiade edisi ini. Sejarah panjang Indonesia dalam keikutsertaannya di Olimpiade selalu mencatatkan tradisi emas dari cabor ini. Dari Rio hingga Tokyo, bulutangkis selalu konsisten mendulang emas; satu-satunya pengecualian adalah Olimpiade London 2012.
Namun, meski dengan atlet tepok bulu kelas dunia, badminton dinilai gagal menaklukkan Paris. Gema tagar #PBSIBisaApa pun tak terelakkan lagi. Atlet-atlet badminton banyak gugur di fase grup. Satu-satunya atlet yang menginjakkan kaki di semifinal adalah Gregoria Mariska Tunjung yang kemudian menyabet perunggu, medali pertama untuk Indonesia. Nomor tunggal putri yang dulunya dipandang underdog ini nyatanya mampu “menggendong” Indonesia untuk sementara. Perunggu dari tunggal putri membawa merah putih merangsek naik di medal tally.
Babak III: “Spider-Man” dan “Hulk” Indonesia
Mengulang kembali capaian di Barcelona 1992 yang merupakan capaian terbaik dalam sejarah keikutsertaan Olimpiade, Indonesia kembali memboyong 2 emas ke tanah air dari tangan Veddriq Leonardo dan Rizki Juniansyah.
Spider-Man dan Hulk. Begitulah julukan yang diberikan netizen bagi dua gold medalist Indonesia ini.
Veddriq Leonardo, sang Spider-Man, atlet panjat cepat asal Pontianak ini membawa emas pertama untuk Indonesia. Ini kali pertama nomor speed climbing dipertandingkan secara terpisah di Olimpiade. Takdir Veddriq memang di Paris dimana mahasiswa Universitas Tanjungpura ini menang dengan selisih 0.02 detik saja dari kompetitornya di final. Capaian ini membuat Veddriq menjadi olimpian pertama Indonesia yang mempersembahkan emas di luar cabor badminton.
Kurang dari 24 jam sejak Veddriq menyabet emas pertama untuk Indonesia, standing applause menggema dari Paris Expo Porte de Versailles setelah Rizki Juniansyah berhasil mengangkat beban terbanyak di kelas 73 kg. Ini juga adalah emas pertama Indonesia dari cabor weighlifting. Tidak hanya membawa emas, atlet asal Serang ini juga memecahkan rekor Olimpiade untuk nomor Clean & Jerk di angkatan 199 kg. Impressive! Tidak salah jika pemuda berusia 21 tahun ini dikait-kaitkan dengan salah satu superhero Marvel, Hulk.
Ada bahagia, ada haru. Dari sekian cerita di Paris, kisah haru datang dari lifter kebanggaan Indonesia, Eko Yuli Irawan, yang turun di kelas 61 kg. Meski di angkatan snatch Eko berhasil membukukan rekor yang sangat baik, atlet asal Lampung ini gagal di tiga percobaan Clean & Jerk. Ini adalah Olimpiade kelima sekaligus terakhir dari Eko. Dua perak dan dua perunggu telah diberikan Eko untuk bangsa. Meski gagal di olimpiade terakhirnya, Eko Yuli Irawan tetaplah legenda lifter tanah air.
Hingga artikel ini ditulis, Indonesia menempatkan dirinya di posisi 38 klasemen dengan perolehan 2 emas dan 1 perunggu. Selamat bagi para atlet atas pencapaian di Paris 2024, dan sampai jumpa di Los Angeles 2028! Salam olahraga!
Teks: Mutia Putri
Foto: Berbagai sumber, Bo Zhang, Unsplash