Rangga Saptya, New Year New Hope

Sudah hampir dua tahun sejak pandemi mengubah tatanan kehidupan manusia. Begitu banyak perjalanan yang ditunda, berbagai kegiatan yang dihentikan, hingga rencana-rencana yang dibatalkan. Namun kini, situasi makin membaik seiring dengan percepatan vaksinasi dan juga pelaksanaan protokol kesehatan. Banyak negara yang mulai membuka perbatasannya untuk penerbangan internasional, termasuk Australia. Di penghujung tahun 2021 ini, OZIP berbagi cerita tentang perjuangan Rangga Saptya, yang rencana masa depannya terhalang pandemi. Yuk, simak kisahnya untuk membangkitkan lagi harapan yang sempat tertunda!

Bagaimana persiapan Anda untuk studi ke Australia? 

Persiapan buat studi di Australia dimulai sejak akhir 2019. Saat itu saya terinspirasi dari beberapa kolega yang sudah merencanakan studi di luar negeri, bahkan ada yang sudah diterima di universitas. Setelah mengikuti Program Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayan) niat saya pun makin kuat. Saya mencoba mendaftarkan diri ke universitas untuk program doktoral. Setelah perjuangan yang cukup panjang berkorespondensi via email dan atas rekomendasi beberapa pihak, saya mendapatkan supervisor di Monash University.

Akhirnya setelah mendaftar beasiswa dan menyelesaikan proses online admission, saya sangat bersyukur bisa mendapatkan kesempatan meraih dua beasiswa sekaligus, yaitu Monash International Tuition Scholarship & Monash Graduate Scholarship. Makin termotivasi lagi setelah offer letter saya terbit 3 hari kemudian. Pada surat tersebut tertulis bahwa commencement date pada 1 November 2020. Jadi, persiapan untuk melanjutkan studi doktoral ini kurang lebih selama 1 tahun.

Setelah Australia mengumumkan lockdown dan travel restriction, bagaimana adjustment Anda dengan situasinya? 

Penutupan travel border menyebabkan saya harus menunda atau deferring commencement date sampai dua kali, hingga Maret 2021 bahkan Oktober 2021. Tanda-tanda yang menunjukan travel border Australia akan dibuka tak kunjung terlihat. Namun, karena tidak ingin membuang waktu lagi, setelah berdiskusi dengan supervisor saya, disepakatilah untuk remote enrolment. Akhirnya, saya memulai perkuliahan secara formal pada 1 November 2021 selama 3 bulan ke depan. Meskipun belum merasakan suasana perkuliahan di Melbourne, di tengah masa tunggu itu saya tetap dapat menggunakan hampir semua fasilitas sebagai mahasiswa Monash University. Saya bisa mengakses online learning platform termasuk akun virtual meeting yang bermanfaat untuk belajar daring.

Dengan memiliki akses Monash ID, saya pun tetap bisa mengikuti beragam webinar, workshop & training yang diselenggarakan oleh kampus. Jujur, hal-hal tersebut sangat membantu saya dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi kuliah PhD yang “sebenarnya”, sesampainya saya di Melbourne nanti. Kesempatan untuk berinteraksi secara online itu juga saya jadikan ajang untuk beradaptasi dengan budaya akademik & non-akademik di Monash, Australia pada umumnya.

Setelah pandemi mereda dan akhirnya border dibuka, apa harapan kedepannya?

Harapan terbesar saya adalah semoga pemerintah Australia dapat memberikan peluang bagi mahasiswa internasional untuk datang dan tidak lagi membatasinya seperti pada Maret 2020 lalu. Semoga aturan perjalanan terkini dapat konsisten dan kembali membuka border untuk pemegang student visa (termasuk di dalamnya international students) per 15 Desember 2021. Saya juga berharap agar tidak ada persyaratan administratif yg complicated untuk masuk ke Australia, khususnya Melbourne. Seiring membaiknya situasi, semoga aturan karantina dapat dipersingkat atau ditiadakan, terutama bagi yang sudah vaksin & tes PCR sebelum keberangkatan. Selain itu, saya berharap pada awal tahun 2022, semakin banyak pilihan penerbangan dari Indonesia ke Australia, terutama penerbangan langsung Jakarta-Melbourne dengan biaya yang terjangkau bagi mahasiswa.

Teks: Evelynd

Foto: Rangga Saptya