Memaknai Gift

“Pada tahun ini kita menghitung berkat, berkat yang bisa memberikan kita optimisme memasuki tahun 2021” – Konjen Indonesia untuk Victoria dan Tasmania, Spica Tutuhatunewa

Yang saya tangkap dari Natal adalah berbagi kebahagiaan dan sukacita, termasuk di dalamnya adalah hadiah. Karena itu, untuk edisi kali ini OZIP membawa tema besar “Gift”, pemberian atau saya mengartikannya sebagai berkat. Tema Gift juga bersesuaian dengan perayaan International Volunteer Day yang jatuh pada tanggal 5 Desember setiap tahunnya. Tidak hanya Natal, Boxing Day yang dihelat satu hari setelah Natal pun berakar dari nilai saling berbagi. Karena itu, semangat berbagi itulah yang ingin disebarkan dengan diambilnya tema ini.

Memaknai kata-kata Konjen Ibu Spica Tutuhatunewa di atas, sudahkah kita bersyukur atas pemberian dan berkat Tuhan atas diri kita? Setelah hari-hari lockdown yang panjang dan melelahkan, kita akhirnya bisa merasakan kembali denyut kota kecintaan kita ini. Sejatinya hidup kita hari ini adalah pemberian dari Tuhan. Nikmat menghirup udara di kota yang aman ini, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran, dan nikmat-nikmat lain yang mungkin kerapkali kita anggap sebagai hal biasa, nyaris terlupa.

Akhir-akhir ini kita dihadapkan pada fenomena insecurity di kalangan milenial. Entah itu perkara fisik, finansial, maupun privilege-privilege khusus yang hanya dimiliki sekelompok orang tertentu saja. Terlebih lagi dengan kata-kata populer tentang “keadilan sosial bagi seluruh rakyat good-looking”, atau “good-looking membuat sebagian masalah hidupmu selesai”, menjadi katalis bagi sikap insecurity ini. 

Hal ini tentu sulit dielakkan dengan begitu banyaknya kita terpapar oleh konten media sosial yang men-display “kesempurnaan”. Namun, alih-alih menyarankan untuk menghilangkan insecurity ini, saya rasa berhenti sejenak guna menengok diri sendiri dan amati pemberian-pemberian dari Tuhan yang mungkin saja luput dari pandangan kita, dapat membuat rasa insecure ini sedikit dapat teredam. 

Saya ingin sedikit mengutak-atik makna dari pepatah yang mengatakan bahwa “kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak” jika dikaitkan dengan kesempurnaan orang lain. Bisa jadi, kita hanya mampu melihat berkat pada orang lain, tanpa bisa melihat nikmat Tuhan pada kita. Padahal Tuhan Maha Adil, saya ingin menganalogikannya dengan jungkat-jungkit. Jika berat yang satu kurang, bisa jadi Tuhan menambahkan bobot yang lain di papan satunya.

Gift juga bermakna pemberian. Pemberian tidak hanya berbentuk fisik saja. Perhatian, kasih sayang, dan waktu adalah beberapa contoh pemberian non-materiil. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berbagi kepada sesama. Telinga kita bisa kita pakai mendengar cerita teman yang kesusahan, mulut kita bisa digunakan untuk saling memberi nasihat dan motivasi serta ucapan-ucapan yang baik, begitu pun dengan indra yang lain.

Jadi sudah siapkah kita memberi gift dan memaknai gift yang diberikan Tuhan pada kita? Semoga kita selalu menjadi orang yang penuh rasa syukur di mana pun kita berada. 

Teks dan foto: Mutia Putri