Yogyakarta, the Most Memorable City

Pulang ke kotamu; Ada setangkup haru dalam rindu; Masih seperti dulu; Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna; Terhanyut aku akan nostalgi; Saat kita sering luangkan waktu; Nikmati bersama; Suasana Jogja …”

Siapa yang masih ingat dengan lirik lagu Yogyakarta yang dinyanyikan Katon Bagaskara (Kla Project) di atas? Bagi penulis, lagu ini begitu tepat menggambarkan romantisme dan kenangan tentang Yogya. Lagu itu mengantarkan kenangan sekitar 16 tahun lalu, ketika masih tinggal di Yogya, sembari menggandeng tangan kekasih hati, menyusuri jalan Kaliurang dan menikmati angkringan di sudut kampus Bulaksumur UGM. Sebuah kenangan yang sungguh tak terlupakan.

Ikon Yogya tak berubah, ia tetap dikenal sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Wisata, Kota Gudeg (kuliner), Kota Keraton dan Kota Museum. Tapi tentu setelah sekian puluh tahun ada banyak perkembangan wisata baru di Yogyakarta. Jikalau di tahun 2000-an wisatawan lebih familiar dengan destinasi wisata andalan seperti Malioboro, Tugu dan Kraton Yogya, Monumen Jogja Kembali (Monjali), Pantai Parangtritis, dan Candi Prambanan (meskipun Candi ini sebenarnya sudah masuk wilayah Klaten, Jawa Tengah). Kini, semakin banyak pilihan daya tarik yang dapat dikunjungi dan dirancang Instagrammable. Beberapa di antaranya seperti The World Landmark Merapi Park, The Lost World Castle, Tebing Breksi, Perbukitan Candi Ijo, Kompleks Candi Boko, Dunia Upside Down, Sindu Kusuma Edupark, Hutan Pinus Mangunan, Hutan Pinus Pengger, serta berbagai puncak (peaks) yang tersebar di daerah Bantul, seperti Puncak Tembelan, Watu Mabur, Panguk, Pengger, Becici, Kalibiru dan masih banyak lagi.

Sesuai namanya, Daerah Istimewa Yogyakarta tentu masih memiliki banyak lagi keistimewaan lainnya. Salah satunya, kuliner. Kaya akan jajanan kuliner yang murah dan enak, menjadi idaman bagi siapapun, terutama pelajar dan wisatawan. Coba saja kunjungi beberapa kuliner berikut, tak pernah sepi bahkan beberapa diantaranya, harus antri karena hanya dalam waktu 2-3 jam saja sudah habis diserbu pembeli. Ada Angkringan Kopi Joss Lek Man, Kuliner Gudeg Mbah Lindu Sosrowijayan, Mangut Lele Mbah Marto, Nasi Pecel SGPC Bu Wiryo 1959, Soto Bathok Mbah Katro, Wedang Tahu Bu Sukardi, Mie Ayam Bu Tumini, Dara Goreng Lesehan Terang Bulan, dan pusat kuliner sepanjang ruas jalan utama di Sleman dan Bantul.

Setiap sudut Yogya selalu memberikan nuansa ngangenin. Tinggal di kota ini tak membosankan sama sekali karena begitu dinamis. Banyak orang menganalogikannya sebagai Melbourne-nya Indonesia. Mudah ditemukan pepohonan rindang dan ruang publik. Penduduknya ramah, sederhana dan suka menolong orang lain. Pertemuan lintas budaya dari berbagai daerah Indonesia berpusat di Yogyakarta. Kehidupan toleransi lebih terasa di kota ini walaupun ditemukan isu-isu sosial seperti radikalisme dan sektarianisme. Namun harapan untuk Indonesia yang lebih baik, senantiasa terwakili dari spirit Bhineka Tunggal Ika yang tetap terpancar dari kota ini. Semoga.

Ayok jalan-jalan ke Yogyakarta, our Wonderful Indonesia!