The Islamic Jesus

Di antara koleksi buku-buku agama saya, ada yang judulnya seperti di atas: “The Islamic Jesus” tulisan wartawan/penulis Turki, Mustafa Akyol. 

Menarik sekali karena buku ini ingin menjembatani kedua agama samawat – Kristen dan Islam. Dalam sinopsis bukunya itu, Mustafa Akyol mengemukakan bahwa “Dalam Kitab Suci Umat Islam – Al Qur’an – hanya nama seorang perempuan tertentu yang bukan saja disebut-sebut, melainkan juga menjadi judul salah satu dari ke-114 surah/bab dalam Al Qur’an.

Perempuan tersebut adalah Maryam RA, ibu ‘Isa Ibn Maryam (‘Isa putra Maryam) yang di kalangan umat Kristen dikenal sebagai Mary, Bunda Yesus Kristus.

Beliau (Maryam RA) dipuji luar biasa sebagai seseorang yang dipilih oleh Allah SWT di antara semua perempuan lainnya. Dan bab Maryam (XIX) dalam Al Qur’an memang cukup panjang, terdiri dari 98 ayat.

Mereka yang kurang atau tidak mengenal Al-Qur’an bisa saja menyangka bahwa yang dimaksud oleh kitab suci umat Islam itu adalah seseorang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad SAW – mungkin bunda beliau (bernama Aminah) atau istri beliau, atau putri beliau (Fatimah). Namun semua dugaan itu tidak benar, karena beliau adalah Bunda Yesus.

Yesus AS sendiri pun sangat dimuliakan dalam Al Qur’an, dan namanya disebut puluhan kali, jauh melebihi nama Nabi Muhammad SAW sendiri. Dalam Al Qur’an, Yesus disebut sebagai “Kalamullah”.

Al-Quran menuliskan “. . . Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya, . . .” (QS 4:171).

Kata Mustafa Akyol, ayat-ayat seperti yang tersebut di atas mungkin saja akan lebih mengakrabkan dan meramahkan umat Kristen dengan dan terhadap ajaran Islam.

Akan tetapi Al Qur’an tidak menyebut “Isa Putra Maryam” sebagai anak Tuhan. Al Qur’an bahkan melarang penyebutan Trinitas, karena dianggap bertentangan dengan landasan utama agama Islam (dan agama samawat) yakni Tauhid – keesaan Tuhan.

Islam juga menolak keyakinan bahwa Yesus sempat disalib.

Mantan pimpinan Dewan Intelijen Nasional Amerika, yang juga pernah menjabat sebagai petinggi Rand Corporation di Amerika Serikat, dan pernah menjadi Profesor Jurusan Sejarah di Universitas Simon Fraser, Graham Fuller, dalam bukunya “A World without Islam” menjelaskan dalam tata bahasa yang sangat manis yang sama sekali tidak menyinggung atau menyakiti pihak-pihak lain (terutama umat Kristen) bagaimana Islam memandang Yesus dari Nazareth (itu istilah yang digunakannya dalam buku tersebut).

Kata Graham Fuller:

“Pada hakikatnya Islam menempuh jalan tengah tentang perihal Yesus, antara lain dengan mengakui Yesus sebagai rasul mulia Tuhan, yang mampu melakukan mukjizat dan memang terlahir dari seorang perempuan yang masih gadis (Maryam). Bab ke-19 dalam Al Qur’an diberi nama “Maryam, yang namanya disebut lebih sering dari perempuan lain dalam Al Qur’an, bahkan lebih banyak disebut dalam Al Qur’an daripada dalam Perjanjian Baru. Maryam adalah perempuan yang paling dijunjung tinggi dalam Islam.

Namun, menurut Islam, Yesus bukanlah Tuhan, juga bukan putra Tuhan secara harfiah, melainkan seorang rasul yang dimuliakan. Tuhan itu hanya satu. Dan bagi umat Islam, penyangkalan atau penolakan terhadap Yesus sebagai seorang Rasul yang mulia bertentangan dengan ajaran Islam. Sering umat Islam sangat tersinggung apabila ada “karya seni” yang mencemooh Yesus. Al Qur’an menyebut Yesus sebagai “Kalamullah” dan “Ruhullah” serta “Tanda-tanda Kebesaran Allah”. Tidak ada kata-kata yang merendahkan Yesus dalam Al Qur’an”. Begitu menurut Graham Fuller.

Penulis buku “A World without Islam” itu juga mengingatkan pembacanya bahwa dalam Al Qur’an ada ayat yang berbunyi:

“Dan Kami beri ‘Isa putra Maryam beberapa keterangan (mukjizat) serta Kami perkuat dia dengan Ruhulqudus…” (QS 2:253).

Menurut Mustafa Akyol dalam bukunya “The Islamic Jesus”, Al Qur’an mengatakan bahwa umat Islam percaya pada Tuhan yang sama seperti yang dipercaya umat Yahudi dan umat Kristen.

Sudah lazim apabila agama yang baru menyebut tentang agama yang sebelumnya, namun bukan sebaliknya. Oleh sebab itulah Perjanjian Lama sama sekali tidak ada menyebut-nyebut tentang umat Kristen, sementara Perjanjian Baru ada berbicara mengenai umat Yahudi. Begitu pula kenyataannya dengan Perjanjian Baru yang tidak menyebut-nyebut tentang umat Islam, namun Al Qur’an berbicara mengenai umat Kristen dan umat Yahudi.

Al Qur’an mengecam umat Yahudi karena tidak mempercayai Yesus.

Salah seorang ahli tafsir Al-Qur’an, Al-Razi, mengemukakan bahwa mungkin ungkapan “Putra Tuhan” (yakni Yesus) pada hakikatnya adalah suatu metafora, sebagaimana halnya dengan “persahabatan” antara Nabi Ibrahim AS dengan Tuhan.

Bagaimanapun yang terpenting dalam hal ini adalah jembatan yang dapat menghubungkan Islam dan Kristen – yakni hikmah-hikmah kebijaksanaan dari ajaran Yesus sendiri.

Salah satu hikmah kebijaksanaan Nabi ‘Isa AS yang diriwayatkan dalam Islam adalah kejadian ketika Nabi ‘Isa dihampiri oleh seseorang yang mengaku ingin mendampinginya dan Nabi ‘Isa menyambutnya.

Mereka pun berjalan dan ketika tiba di tepi sebuah sungai, Nabi ‘Isa mengajak teman barunya itu untuk duduk sejenak dan baliau mengeluarkan tiga batang roti: satu untuk teman barunya itu dan satu untuk dirinya sendiri. Selesai menyantap roti tersebut, Nabi Isa AS pergi ke sungai untuk menyuci tangan, dan ketika beliau kembali, satu batang roti yang masih tersisa itu sudah tidak terlihat lagi.

“Siapa yang mengambil roti itu?” tanya Nabi ‘Isa kepada teman barunya itu, yang kemudian menjawab, “Saya tidak tahu”.

Mereka kemudian meneruskan perjalanan, dan ketika hari telah siang, Nabi ‘Isa AS mengajak teman barunya itu untuk istirahat dan ketika seekor rusa serta anaknya lewat di dekat mereka, Nabi ‘Isa memanggil anak rusa itu dan kemudian menyembelihnya dan memanggang dagingnya. Mereka pun bersantap siang. Selepas makan Nabi ‘Isa memohon kepada Tuhan agar anak rusak itu kembali dihidupkan agar dapat menyertai induknya. Itu pun terwujud.

Nabi ‘Isa kemudian bertanya kepada temannya itu: “Demi Tuhan yang telah memungkinkan kita menyantap daging anak rusa itu dan kemudian menghidupkannya kembali, siapa yang mengambil roti tadi?”

“Saya tidak tahu,” jawab teman Nabi ‘Isa.

Mereka melanjutkan perjalanan dan ketika tiba di sebuah danau, Nabi ‘Isa seraya memegang tangan teman barunya itu berjalan di atas air untuk menyeberangi danau itu, dan ketika tiba di tepian, Nabi ‘Isa kembali bertanya: “Demi Tuhan yang telah memungkinkan kita berjalan di atas air tadi, siapa yang mengambil roti itu?”

“Saya tidak tahu,” jawab teman Nabi ‘Isa itu.

Mereka pun meneruskan perjalanan dan ketika mata hari telah condong ke barat, Nabi ‘Isa mengajak temannya itu untuk istirahat. Setelah duduk Nabi ‘Isa membuat tiga tumpukan pasir dan memohon kepada Tuhan agar ketiga tumpukan itu menjadi emas, dan ketiga tumpukan pasir itu pun berubah menjadi emas. Nabi ‘Isa AS lalu berkata: “Satu tumpukan untuk engkau, satu untuk aku dan satu lagi untuk yang mengambil roti kita tadi.” 

Langsung teman Nabi ‘Isa itu mengaku: “Akulah yang telah mengambil roti tadi.”

Nabi ‘Isa kemudian memberikan emas bagiannya kepada temannya itu, dan mereka pun berpisah.

Ketika temannya itu sedang mencak-mencak penuh kegembiraan karena memperoleh tiga tumpukan emas, dua penyamun menghampirinya dan merampas semua emas itu seraya menghunus belati hendak menghabisi si pendusta itu. Ia tidak kehabisan akal dan menyarankan agar ketiga tumpukan emas itu dibagi tiga. Bukan itu saja, melainkan juga dia menawarkan untuk pergi ke desa terdekat dan membelikan makanan untuk kedua penyamun yang ternyata bersedia menerima saran itu.

Teman Nabi ‘Isa itu pun bergegas ke desa itu dan membelikan makanan untuk kedua penyamun yang kemudian dibubuhinya racun.

Ketika ia kembali menemui kedua penyamun, mereka langsung menghabisinya dengan belati dan melahap makanan yang telah dibelikannya itu. Tidak lama kemudian mereka pun mati keracunan.

Tidak berapa lama kemudian, Nabi ‘Isa dengan sejumlah pengikutnya yang setia, lewat di tempat itu dan semua melihat tiga mayat yang terkapar dan tiga tumpukan emas tidak bertuan.

“Lihatlah,” kata Nabi ‘Isa AS kepada para pengikutnya, “itulah dunia dan mereka yang cinta hanya akan dunia.” Wallahu a’lam.

Keterangan:

(AS – Alaihis Salam – damai ke atasnya)

(RA – rida Allah ke atasnya)

Penulis :

Nuim Kaiyath