Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu kesehatan mental, bidang sport psychology atau psikologi olahraga sedang mengalami naik pamor; hal ini ditandai dengan mundurnya pesenam Simone Biles dari Olympiade Tokyo 2020 dan petenis Naomi Osaka dari perhelatan French Open dan Wimbledon Championships tahun ini. Kedua atlet tersebut mengundurkan diri dengan alasan yang tidak jauh berbeda: kesehatan mental.
Bagi masyarakat luas, dua peristiwa ini bisa terasa janggal karena jarang terjadi sebelumnya. Namun bagi mereka yang bergerak di bidang pelatihan olahraga, sudah saatnya isu mental mendapat perhatian dalam dunia olahraga. Hal ini diungkapkan oleh pelatih basket profesional Athini Mardlatika yang kerap disapa coach Tika.
“Perkembangan sosial yang ada baik dalam persaingan maupun teknologi menuntut setiap pelaku olahraga untuk memberikan performa terbaik dengan kondisi apapun sehingga kadang kali lupa akan kesehatan mental pelaku olahraga tersebut,” jelas coach Tika.
Menurut coach Tika, elemen sport psychology sangat penting dalam dunia olahraga. “[Sport psychology] menjadi sebuah keharusan dimana dimana kesejahteraan mental pelaku olahraga baik untuk atlet, pelatih, hingga lingkungannya sangat diperhatikan.”
Tidak hanya berhubungan dengan kesehatan mental, sport psychology juga memiliki hubungan erat dengan kesehatan fisik seorang atlet. Secara keseluruhan, sport psychology mempelajari bagaimana faktor psikologi dapat memengaruhi performa seorang atlet. Oleh sebab itu, banyak psikolog olahraga melatih fungsi kognitif dan perilaku seorang atlet dengan tujuan meningkatkan performa mereka di lapangan.
Pelatihan sport psychology tidak hanya berlaku untuk atlet olahraga individu saja, tapi juga atlet dalam olahraga tim seperti bola basket dan sepak bola. “Penerapan sport psychology ini lah yang menjadikan sebuah tim dapat berkembang,” pungkas coach Tika. “Psychology atau mental seorang pemain juga perlu untuk dikembangkan seperti mental berlatih saat jenuh atau mental ketika menerima kemenangan maupun kekalahan.”
Banyak cara yang digunakan psikolog olahraga dalam meningkatkan performa seorang atlet. Salah satu yang paling sering dipakai adalah teknik arousal regulation yang bertujuan menstabilkan kondisi psikologis seorang atlet olahraga. Teknik yang digunakan tergantung pada kondisi psikologis seorang atlet; bila seorang atlet terlalu gelisah, maka teknik relaksasi seperti latihan pernapasan, relaksasi otot, atau meditasi yang digunakan. Sebaliknya, bila seorang atlet lesu atau tidak cekatan, maka teknik “penyemangat” seperti mendengarkan lagu yang digunakan.
Mengecek kondisi mental seorang atlet juga penting dalam memastikan mereka berada dalam kondisi psikologis yang baik, menurut coach Tika. “Pertama, pemeriksaan diri terhadap kondisi yang dirasakan saat ini baik dari perasaan/mood hari ini,” jelasnya. Pengecekan ini mencakup bagaimana perasaan seorang atlet dalam menjalani aktifitas dan tujuan/goals si atlet untuk kedepannya.
Interaksi seorang atlet dengan lingkungannya juga penting dalam menilik kondisi psikologinya. “Biasanya, ketika atlet memiliki chemistry atau kenyamanan dalam lingkungan berlatihnya, dia tidak segan memperlihatkan apa yang sedang dia rasakan dan orang di lingkungan sekitarnya pasti menyadari kondisi tersebut.”
Peran psikolog olahraga mungkin tidak seberapa terlihat seperti ahli fisiologi olahraga, tapi tidak kalah pentingnya. Dan sama halnya dengan kebugaran fisik, kesehatan mental dalam olahraga juga harus ditempa dari usia dini. “Sport psychology sudah harus diterapkan di berbagai level, tidak hanya di usia profesional melainkan sejak usia pembinaan,” harap coach Tika.
“Sehingga pemain yang dilahirkan tidak hanya sehat fisiknya sajat, melainkan sehat juga mentalnya dan siap untuk berprestasi dengan apa yang sudah dipersiapkan.”
Teks: Jason Ngagianto
Foto: Berbagai sumber