Bagi turis mancanegara, pulau Batam merupakan surga dunia yang menawarkan berbagai santapan lezat dan pemandangan indah dengan harga terjangkau. Bagi sesama orang Indonesia, Batam juga memiliki peran penting dalam hal perdagangan antar-negara dan rute perjalanan Malaysia – Singapura. Jika Anda menginginkan pengalaman yang berbeda bertamasya dari Pulau Sumatra ke Malaysia atau Singapura, cukup dengan membayar tiket perjalanan feri seharga Rp. 300,000 (AUD 30.00), Anda akan mendapatkan perjalanan feri satu arah ke Pulau Batam yang memakan waktu sekitar dua jam. Namun, di balik keindahan Pulau Batam, praktek perdagangan gelap anak kecil juga kian marak. Fakta inilah yang ingin diutarakan pihak RUmah Faye dan PPIA RMIT dalam kolaborasi Indonation 2019 kedua pihak.
Waktu menunjukkan pukul 16:00 sore dan daerah sekitar RMIT Alumni Courtyard pun mulai ramai dengan pengunjung. Di samping gedung Old Melbourne Gaol ini berdiri sebuah tenda putih besar yang di dalamnya berdiri meja dan kursi tinggi. Di salah satu sisi tenda, sebuah layar putih yang dihiasi lampu neon kecil menampilkan logo Indonation berwarna merah. Dinginnya angin yang berhembus seakan tidak berasa ketika ditemani oleh alunan piano dan nyanyian merdu di dalam tenda. Di samping tenda, berdiri juga sebuah kios tenda kecil yang menjual makanan dan minuman. Ada pula menu yang disajikan termasuk sate halilintar (Taichan), bola ubi goreng, hot chocolate dan the kotak. Sembari para pembeli menikmati hidangan hangat yang disajikan, mereka juga dapat turut membantu perjuangan Rumah Faye dalam menyebarkan kesadaran akan praktek perdagangan gelap anak kecil di Indonesia. Semua laba yang diperoleh juga akan disumbangkan kepada pihak Rumah Faye untuk meningkatkan fasilitas rumah anak-anak yang mereka sediakan untuk menampung korban perdagangan illegal anak kecil.
Tidak lama kemudian, pemutaran film pun dimulai. Film dokumenter yang mengisahkan cerita dua orang anak kecil bernama Lina dan Diana menunjukkan kekejaman dan kejahatan perdagangan anak yang terjadi di surga Pulau Batam. Kini berusia 14 tahun, awalnya Lina dan Diana pergi meninggalkan kampung untuk mencari masa depan yang lebih baik bagi keluarga mereka. Namun, niat baik mereka berujung malapetaka ketika mereka dibawa untuk bekerja dalam industri prostitusi anak kecil oleh mafia-mafia perdagangan anak gelap.
Demikian asal-mula kedua anak menyara kehidupan sehari-hari mereka di kota besar Batam sebagai PKS. Mereka bercerita bahwa mereka juga ingin kembali ke sisi kedua orang tua mereka. Namun, mereka juga takut membayangkan reaksi orang tua mereka jika mengetahui anak mereka bekerja sebagai seorang PKS. Meskipun demikian, pihak Rumah Faye senantiasa membujuk agar Lina dan Diana bersedia untuk kembali ke rumah mereka dan setelah diperjuangkan selama beberapa lama, pihak Rumah Faye sukses membawa Lina dan Diana pulang ke sisi kedua orang tua mereka.
Film dokumenter ini turut mengajak para penonton dan pengunjung untuk berpikir lebih panjang dan bersimpati dengan nasib anak-anak korban perdagangan gelap di Batam. Sudah saatnya bagi kita untuk ikut terlibat dalam memberantas praktek ilegal dan tercela ini dari negara Indonesia kita semua.
Teks dan foto: Edward Tanoto