Nongkrong Fest (29/01 – 4/02) merupakan sebuah perayaan seni kontemporer Indonesia yang didirikan oleh Darryl dan Moira Tirtha, sepasang saudara seniman muda berdarah Indonesia. Festival lima hari itu merangkul berbagai aspek dari kesenian dan kebudayaan Indonesia kini, termasuk musik baik modern maupun tradisional, seni rupa, dan tentu saja, makanan. OZIP berkesempatan menghadiri acara keempat Nongkrong Fest di Collingwood Yards yang dikenal dengan ‘Day Party’.
Di Day Party, para tamu dapat menikmati makanan, minuman, dan musik sambil nongkrong, atau bercengkerama bersama. Harinya diawali dengan pementasan gamelan Bali dari grup Gamelan DanAnda, sebuah smoking ceremony dan welcome to country, dan beberapa kata sambutan dari Sophie McAlister selaku music director Day Party. Minuman di acara tersedia di bar, dan hadirin dapat beli nasi campur yang disuguhkan oleh restoran Garam Merica. Selain musisi, Nongkrong Fest juga mendukung artis kontemporer Indonesia dengan menghadirkan beragam pop-up stall yang menjual kerajinan seperti tas, baju, perhiasan, dan buku.
Kombinasi cuaca cerah dan keindahan taman Collingwood Yards menciptakan suasana santai dan riang-gembira. Namun selain itu, yang istimewa dari Day Party adalah kesederhanaannya. Siapapun dari latar belakang manapun sempat menemukan kesenangan dalamnya – bukan hanya diaspora Indonesia yang menghadiri Day Party, juga ada banyak dari golongan lain yang datang untuk menikmati budaya Indonesia. Atau, jika mereka tidak datang khusus untuk Indonesia, setidaknya mereka datang untuk nongkrong dengan teman-teman mereka.
“Mereka [Darryl dan Moira] ingin bekerjasama hanya dengan seniman Indonesia untuk menciptakan Nongkrong Fest,” kata Sophie. “Jadi selama seminggu terakhir, Darryl dan Moira telah mendirikan beberapa pop-up stall sekitar Melbourne dan bekerja dengan berbagai dapur dan restoran untuk memperkenalkan makanan Indonesia kepada komunitas lebih luas”.
Musisi-musisi berlatar belakang Indonesia yang berdomisili di Australia ataupun Indonesia juga turut meramaikan acara ini. Mereka termasuk Gamelan DanAnda, Komang, Rino, Munir, dan Bayu. Sanggar Lestari juga tampil menari dengan musik Gamelan DanAnda.
Ketika ditanya bagaimana perasaannya pentas di Nongkrong Fest, Jeremy Dullard selaku pendiri Gamelan DanAnda menjawab “Baik sekali. Perasaan dan energinya sangat bagus di sini. Semuanya sangat gembira. Cuaca yang sangat indah juga membantu. Harinya baru mulai dan sudah ada banyak orang di sini. Energinya tinggi. Rasanya mereka semua menunggu untuk menari, tapi sekarang mereka lagi makan, minum, dan ngobrol.”
Kemudian, beliau dan Eka Poedijono, anggota Gamelan DanAnda lain, menjelaskan bagaimana gamelan turut menjiwai esensi nongkrong, dalam hal ini bagaimana orang Indonesia dan orang Australia bisa bercengkerama dan bermain gamelan bersama.
“Maksudnya, orang-orang Barat itu sekarang punya keinginan untuk belajar gamelan. Seharusnya kita sebagai orang Indonesia bangga, karena itu budaya kita kan?” ujar Eka. “Dan apalagi orang seperti Jeremy itu benar-benar hatinya di gamelan. Jadi susah nyari orang seperti itu, sampai dia beli gamelan sendiri, untuk ngembangin budaya kita sendiri. It’s a sharing of cultures, actually. Dan culture kita semua sama sih sebenarnya.”
Tentu saja, pernyataan Eka sejalan dengan prinsip Nongkrong Fest itu sendiri. Perayaan budaya ini tidak hanya melibatkan orang Indonesia yang lahir, besar, dan hidup di Indonesia, tapi juga orang Indonesia dari berbagai latar belakang. Ada yang lahir di sini, seperti Eka, dan ada juga yang mempunyai campuran darah Indonesia dan etnisitas lain seperti Rosie Clynes alias Komang, Ria Soemardjo, dan Sophie.
Sophie mengungkapkan latar belakangnya yang begitu unik, seperti banyak artis dan hadirin lainnya yang mempunyai mixed heritage. Mereka yang mempunyai mixed heritage bukan hanya orang-orang yang mempunyai darah campuran atau latar belakang multirasial, tapi juga dibesarkan dengan berbagai budaya. Salah satunya adalah Sophie yang merupakan orang Australia-Indonesia yang tumbuh di Laos dan sempat tinggal di Bali setelah lulus kuliah di Thailand.
‘Menurutku sangat penting untuk menyoroti bahwa beberapa orang mungkin mengalami konflik identitas, itulah mengapa kita mengundang dan merayakan mixed heritage dan pembauran budaya,” jelas Sophie. “Menurutku sangat penting untuk membuat orang lain merasa nyaman bahkan ketika mereka merasa terasing, atau ketika mungkin mereka merasa tidak dimiliki oleh suatu tempat. Mungkin mereka telah tumbuh besar dengan rasa kebingungan. Bahkan saya sendiri, nama panggung saya adalah nama resmi, tapi saya merasa Indonesia. Dan saya pikir sangat penting untuk menyambung dengan identitas dan realita itu.”
Selain merayakan keberagaman identitas, Sophie juga melihat pentingnya menggunakan platform-nya untuk mendukung artis baru seperti Munir, Bayu, dan Bagvs. Sophie menjelaskan, ia ingin menunjukkan keberagaman musik Indonesia dengan cara yang menarik, sekaligus mengajak orang untuk menikmati musik dan menari bersama. Oleh karena itu, ketika mengatur Day Party, Sophie menempatkan Gamelan DanAnda sebagai pementasan pertama untuk menunjukkan kekayaan budaya tradisional Indonesia, kemudian menampilkan musik yang lebih modern seperti musik elektronik Munir.
Tentu saja, semangat multikulturalisme dan keberagaman komunitas Nongkrong Fest tidak hanya nampak pada jajaran acara, namun juga di antara pengisi acara dan panitia.
Eka berpendapat, “Gamelan itu komunitas. Itu kenapa gamelan diciptakan, dan kenapa kita mempunyai banyak orang yang ikut main gamelan, supaya sebanyak mungkin orang dari suatu komunitas bisa bersama dalam suatu ruang.” Kata senada juga diucapkan oleh Jeremy yang mengajak lebih banyak orang untuk belajar gamelan.
Selain itu, Sophie memberi pesan bahwa “Nongkrong Fest itu adalah cara yang sangat baik untuk merayakan komunitas kita, dan kalau anda mau jadi bagian dari Nongkrong Fest, silakan hubungi kita.” Ia juga berharap Nongkrong Fest bisa dibawa ke kota-kota lain di Australia, dan bisa dilanjutkan untuk tahun-tahun depan.
Teks dan foto: Victoria Winata