Menakar Aktivis dan Gerakan Sosial Pasca Pemilu 2019

Dinamika Pemilu 2019 yang riuh di Indonesia sempat melahirkan dua kubu yang saling berseberangan. Golongan konservatif – religius identik dengan pasangan Prabowo Sandi, sementara golongan progresif dianggap mewakili pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin. Geliat Pemilu 2019 juga bertambah seru ketika wacana golput mengemuka menjelang tanggal pemilihan dan menambah ramai diskusi di beragam platform media.

Namun, apa yang terjadi usai Pemilu 2019 yang kembali membawa Joko Widodo menjadi presiden untuk periode keduanya? Dalam lingkup kerja-kerja aktivis, ada beragam perubahan dan fenomena yang terjadi pasca Pemilu 2019. Gejolak akar rumput yang berubah, peta politik yang belum pasti hingga hubungan sosial masyarakat yang sempat terbelah pada Pemilu 2019 menjadi faktor kunci.

Pembahasan inilah yang pada Jumat, 9 Agustus 2019 dibahas bersama dalam acara “Indonesia after 2019 on Social Movements” yang diselenggarakan oleh Indonesia Postgraduate Student Forum di University of Melbourne. Acara diskusi ini menghadirkan Airlangga Pribadi, PhD yang merupakan dosen di Universitas Airlangga dan editor di situs Indoprogress.com, Irine Gayatri, peneliti dari LIPI dan kandidat PhD di Monash University serta Daniel Sihombing yang merupakan editor di Indoprogress.com dan kandidat PhD di Protestant Theological University, Belanda. 

Dalam diskusi yang berlangsung hangat di sore yang dingin, ada beberapa poin utama yang menjadi pokok bahasan, terutama tentang bagaimana dinamika Pemilu menjadi bahasan yang begitu mendalam di akar rumput. Persaingan pergerakan dalam Pemilu 2019 membuat akar rumput tidak lagi menjadi area kerja para aktivis dan gerakan sosial, melainkan juga para politisi dan para pendukungnya. 

Sesaknya pergerakan di akar rumput ini juga melahirkan dilema tentang bagaimana kerja-kerja aktivis yang bisa jadi akan tereduksi karena kalah militan dengan kerja para politisi melalui para pendukungnya. Masifnya kampanye di kalangan akar rumput ditambah dengan penyebaran informasi melalui internet dan media sosial membuat pertarungan gagasan menjadi semakin sengit. 

Ada beberapa hal yang kemudian dijadikan bahan diskusi lanjutan dan yang dibahas sebagai sebuah fenomena pasca Pemilu 2019 oleh ketiga narasumber. Pertama adalah kemenangan Joko Widodo dalam Pemilu 2019 tidak serta merta membuat kondisi Indonesia lebih baik, terutama dalam kerja sosial yang dilakukan oleh para aktivis. Menurut Airlangga Pribadi, harus ada reformis yang bergerak agar demokrasi yang berlangsung pasca Pemilu 2019 tidak menjadi demokrasi yang iliberal. 

Berikutnya adalah adanya ancaman terhadap demokrasi pasca Pemilu 2019. Keberlangsungan demokrasi yang selama ini menjadi landasan Indonesia bisa jadi terganggu karena polarisasi dukungan selama Pemilu 2019 yang berlanjut pasca Pemilu. Hal ini bisa dilihat dari bergabungnya kelompok anti Jokowi dengan para politisi oposisi.

Dalam diskusi yang berlangsung selama satu setengah jam ini, pandangan tentang kinerja aktivis saling diungkapkan oleh ketiga narasumber. Dinamika politik Indonesia yang lanskapnya berubah pasca Pemilu 2019 menjadi tantangan baru bagi para aktivis dan pergerakan sosial di Indonesia.  

Teks dan foto: Farchan Noor Rachman