Mengingat Pengorbanan dan Kasih Sayang Ibu Melalui Pentas Drama Temulawak 2019

Waktu menunjukkan pukul 3:50 sore. Di dalam Athenaeum Theatre yang bertempat di 188 Collins Street Melbourne, penonton perlahan-lahan berbaris memasuki teater dan duduk di kursi yang telah tersedia. Sekilas, tampak desain dan motif era Victoria yang memenuhi dinding dan langit-langit teater. Cahaya lampu yang remang dan desain atrium yang berwarna kuning menambahkan keindahan teater yang berusia 180 tahun ini. Tidak lama kemudian, pintu masuk teater pun ditutup dan penonton diingatkan untuk duduk tenang menunggu dimulainya acara. Keramaian di dalam teater pun perlahan berkurang dan lampu teater pun perlahan dipadamkan. Temulawak (Teater Muda Langkah Awal Merdeka) 2019 kini telah dimulai.

Acara drama teatrikal persembahan PPIA Victoria ini diadakan bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia ke-74 pada tanggal 17 Agustus 2019. Acara dimulai dengan sambutan hangat kedua pembawa acara yang diikuti dengan salam pembuka Presiden PPIA Victoria Billa Aura Jelitha, kedua Project Manager Temulawak 2019 Nadha Yasmine dan Anis Hananto dan Konsul Jenderal Republik Indonesia (Victoria dan Tasmania) Ibu Spica A. Tutuhatunewa. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan tarian dan nyanyian yang dibawa dengan indah oleh talenta-talenta komunitas dan masyarakat Indonesia. Tidak lama kemudian, tirai teater pun dibuka menandakan dimulainya drama Temulawak 2019. 

Tajuk drama kali ini, Tangih Amak, mengisahkan perjalanan seorang anak bernama Rizal yang mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Australia. Terinspirasi oleh cerita rakyat Malin Kundang, Rizal juga memiliki seorang ibu yang sayang kepadanya di kampung halamannya di Padang. Kisah perjalanan Rizal dimulai ketika sang ibu melihat iklan di majalah yang mengimbaukan kesempatan bersekolah di Australia. Sang ibu kemudian pulang dan memberitahu Riza untuk mendaftarkan diri sebagai calon penerima beasiswa. Meskipun hidup mereka sederhana, sang ibu rela berkorban dan bekerja siang dan malam menabung uang demi anak kesayangannya. Tanpa disangka, Rizal pun berhasil mendapatkan beasiswa yang ditawarkan. Dengan bangga, dirinya pun beranjak menuju ke tanah Australia untuk menimba pendidikan.

Namun, perlahan Rizal mulai berubah. Malu akan latar belakang keluarganya yang kurang mampu, Rizal selalu menyembunyikan latar belakang keluarganya dari teman-temannya. Ketika dirinya ditanya mengenai latar belakang keluarganya, Rizal selalu mengatakan bahwa dirinya merupakan seorang anak yatim piatu guna menyembunyikan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Hal ini berlanjut hingga dirinya mulai bekerja sebagai seorang karyawan swasta dan bahkan setelah dirinya menikah. Setelah 10 tahun berkelana di luar Padang, akhirnya Rizal pun kembali menginjakkan kaki ke kampung halamannya ketika sang istri meminta untuk dibawa berjalan-jalan ke Padang.

Tidak lama setelah kembali ke Padang, Rizal pun bertemu dengan sang ibu. Namun, dirinya tidak mau mengakui bahwa dirinya adalah anak sang ibu dan mulai mendorong dan memarahi sang ibu di depan umum. Sang istri yang melihat hal ini pun kemudian bercerita bahwa dirinya tidak sepatutnya mendorong dan memarahi sang ibu dan meminta dirinya untuk membayangkan apa yang akan dia lakukan jika ibu tersebut adalah ibu kandungnya sendiri. Mendengar kata-kata istrinya, Rizal pun menyadari kesalahannya dan kembali ke rumah sang ibu untuk meminta maaf. Namun, permohonan maaf sang anak datang terlambat dan sang ibu kemudian menghembuskan nafas terakhir di pangkuan sang anak.

Temulawak 2019 merupakan sebuah pengalaman teatrikal yang menarik dan mengikis hati para penonton. Sebagai seorang mahasiswa/mahasiswi yang tengah bersekolah di Australia, cerita ini turut mencerminkan pengorbanan dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anak mereka. 

Bagi Anda yang tidak sempat datang ke acara Temulawak tahun ini, pastikan agar Anda datang untuk acara Temulawak di tahun 2020!

Teks & foto: Edward Tanoto