Lebih Dekat dengan The Sin Nio, “Mulan”-nya Indonesia di Era Revolusi

Kisah tentang seorang wanita yang menyamar sebagai lelaki untuk berperang, rupanya bukan hanya milik film Disney bertajuk Mulan saja. Adalah The Sin Nio, “Mulan” Indonesia di era revolusi. 

Wanita Indonesia, di masa perjuangan kala itu, berperan banyak dalam hal bantuan medis dan juga logistik. Namun rupanya The Sin Nio memilih jalan lain. Alih-alih bertemankan perban dan obat-obatan saja, The Sin Nio memilih berada di garis depan, pasang badan menjadi pejuang. Ia menjelma menjadi satu-satunya wanita dalam barisan para pejuang dalam Kompi 1 Batalyon 4 Resimen 18. Nantinya ia juga akan ditempatkan di bagian logistik dan juga medis. 

Entah bagaimana awalnya, veteran peranakan asal Wonosobo, Jawa Tengah ini konon membebat dadanya bahkan mengganti namanya menjadi Mochamad Moeksin demi menjadi bagian dari gerilyawan. Resmilah The Sin Nio mengangkat golok, tombak, hingga bambu runcing–senjata yang dipercaya digunakan olehnya–demi mengusir penjajah Belanda.  

Namun tidak seperti Mulan, The Sin Nio memegang takdirnya sendiri. Beberapa dekade pasca pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, perjuangan The Sin Nio rupanya tidak berhenti di situ saja. Sekitar tahun 1973, wanita tangguh ini meninggalkan keluarganya untuk kemudian bertolak menuju Jakarta untuk memperjuangkan haknya sebagai veteran. 

Mendapatkan pengakuan tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sempat hidup terlunta-lunta di Ibukota, akhirnya pada 15 Agustus 1981, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Wakil Kepala ABRI Laksamana Sudomo, The Sin Nio resmi menjadi veteran. Malangnya, tunjangan hidup sebagai veteran tak serta merta diperolehnya. 

Akhirnya setelah sekian lama berjuang, lebih kurang 4 tahun setelah ditetapkannya ia sebagai veteran, di pinggiran rel kereta api di kawasan kumuh dekat Stasiun Juanda Jakarta, Mulan Indonesia ini menutup mata untuk selama-lamanya di usia 70 tahun dan dimakamkan di pemakaman Layur Rawamangun.

Ucapan The Sin Nio yang paling tersohor seperti yang direkam oleh Majalah Sarinah, “Saya tidak mau merepotkan bangsa saya, biarlah saya hidup dan mati dalam kesendirian, karena hanya Tuhan yang mampu memeluk dan menghargai gelandangan seperti saya!” 

Perjalanan hidup The Sin Nio saat masa revolusi 1945 masih banyak menyisakan misteri hingga kini. Meski sejarah tidak banyak menuliskan tentang dirinya, The Sin Nio tetaplah seorang pahlawan. Begitu pula bagi semua pahlawan yang namanya tidak tercatat dalam sejarah, kiranya mereka hidup abadi! Merdeka!

Teks: Mutia Putri

Foto: uc.ac.id