Lasem, Tiongkok Kecil di Pantura

Berkendara dengan mobil selama tiga jam dari Semarang, di pinggiran jalur Pantura yang panas, terdapat kota Lasem yang sepi dan tenang. Namun, walaupun kota ini kini hanyalah merupakan sebuah kota kecamatan di sisi utara Jawa Tengah, di masa lalu, kota ini adalah kota besar – sebuah bandar raya pelabuhan yang sibuk dan hiruk-pikuk.

Beranjak dari pesona masa lalu, kota Lasem kini penuh dengan nostalgia. Bangunan adat Tionghoa yang masih berdiri tegak sejak ratusan tahun lalu, pusat batik tulis yang terus bertahan di tengah gempuran industri tekstil modern dan harapan untuk terus mempertahankan bangunan-bangunan tua eksotis peninggalan orang-orang Tionghoa mendekorasi jalanan dan suasana kota dengan kesan eksotis dan masa muda nan indah. 

Jika dirunut ke belakang, orang-orang Tionghoa memang sudah mendiami Lasem sejak tiga abad silam, di saat kota ini ramai dikunjungi orang-orang sebagai kota pelabuhan besar di Pantura. Sambil berdagang, mereka kemudian membangun rumah-rumah yang menghiasi kota Lasem ini. Rumah-rumah besar menjadi milik para saudagar sukses sementara rumah yang lebih kecil menjadi milik masyarakat umum. Orang-orang Tionghoa di Lasem lalu membangun hubungan inklusif dengan orang-orang Jawa yang turut menguat sejak orang-orang Tionghoa di Batavia diusir oleh VOC dan berpindah ke Lasem. 

Pembauran budaya Jawa dan Tionghoa ini jelas terlihat dari sisi arsitektur yang memadukan gaya Jawa-Tionghoa dalam strukturnya. Dari sisi bahasa, Anda juga dapat merasakan adanya perpaduan kedua budaya ini melalui kata-kata daerah yang digunakan. Hingga kini pun, hubungan antara orang Tionghoa dan Jawa ini tetap menguat, sebuah contoh tali persaudaraan yang tidak gugur oleh waktu. 

Dalam hal busana batik, Lasem memiliki keahlian dalam desain batik dengan memadukan budaya Jawa dan Tionghoa. Warna batik pun kebanyakan berwarna merah menyala dan warna-warna terang lainnya. Perpaduan ornamen batik juga mencerminkan perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa. Banyak diantaranya yang memiliki motif bunga bersanding dengan naga sebagai simbol dua budaya yang berbeda. 

Uniknya lagi, batik di Lasem tidak akan ada yang sama. Talenta pelukis batik kota ini membuat Lasem menjadi salah satu pusat batik Jawa yang populer. Mulai dari proses pembuatan pola hingga pewarnaan, semuanya dilakukan dengan keterampilan tangan para pelukis batik. Oleh karena itu, Anda tidak akan dapat menemukan dua pola batik yang sama persis satu sama lain. 

Kerumitan proses pembuatan batik di Lasem inilah yang kemudian membuat harganya senantiasa tinggi. Batik Lasem juga bukan hanya soal batik semata. Di balik semua itu, kisah tentang pembauran budaya orang-orang Tionghoa dan Jawa di Lasem adalah mengenai nilai sejarah yang kini turut membentuk keindahan batik Lasem. 

Jika datang ke Lasem di malam sebelum Imlek, kota Lasem pun akan senantiasa penuh dengan orang-orang yang merayakan kebersamaan sebelum Imlek. Perayaan ini bahkan sudah dianggap sebagai perayaan kultural dimana segenap orang-orang Lasem akan turut bersuka ria bersama. 

Bangunan-bangunan Tionghoa tua yang masih bertahan menjadi kekayaan tersendiri budaya Lasem. Bangunan rumah yang sekarang bertahan masih dihuni oleh keluarga saudagar ini pun patut dilestarikan. Jika berkeliling Lasem, Anda tidak akan merasa bahwa Anda sedang berada di Indonesia. Anda akan merasa bahwa Anda tengah mengunjungi pedesaan Tiongkok dengan gaya arsitektur, bentuk ornament, dan aksara-aksara Tiongkok yang masih pekat. Hal ini menjadi bukti tersendiri bahwa budaya Tiongkok memang sudah mengakar di Lasem. 

Di rumah-rumah keturunan orang Tiongkok di Lasem juga masih terdapat alat-alat rumah tangga yang khas. Altar diletakkan di ruang utama rumah, cermin besar menghiasi kamar-kamar rumah, patung dewa-dewi tampak berdekatan dengan pintu masuk, dan buku-buku beraksara masih jamak ditemukan di rak buku rumah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Lasem dijuluki sebagai Tiongkok kecil.

Rumah-rumah Tiongkok di Lasem yang masih orisinil ini pernah menjadi latar film “Ca Bau Kan” yang berkisah tentang orang-orang Tionghoa di Indonesia. Pada masanya, film ini pernah menjadi box office Indonesia dengan latar belakang rumah-rumah Tiongkok di Lasem. 

Dengan banyaknya rumah Tiongkok di Lasem yang utuh, ada harapan bahwa Lasem dapat memperoleh gelar daerah heritage. Konon kabarnya masyarakat Lasem sedang berusaha untuk mendapatkan gelar ini dari UNESCO. Dengan kekayaan kultur, silang budaya dan multikulturalisme yang berakar di komunitas masyarakat setempat, Lasem layak mendapatkan apresiasi dari segi peninggalan kultural yang diwariskan hingga sekarang. 


Pesona Lasem sebagai kota dengan nuansa khas Tiongkok ini memang sangat unik dan layak dikunjungi untuk wisata budaya. Dengan kekayaan budaya yang unik ini, Lasem berpotensi dikenal lebih luas oleh masyarakat nasional dan internasional. 

Teks dan foto: Farchan Noor Rachman