Jelujur Joongla Kisahkan Kekayaan Gastronomi Nusantara

Joongla terlahir dari kegelisahan Farah Mauludynna dan Nugraha Dharma Kusuma akan minimnya akses arsip makanan daerah nusantara, rendahnya kesadaran masyarakat kelas menengah di kota besar terhadap dampak pola konsumsi, dan terbatasnya ruang diskusi seputar gastronomi nusantara. Bertempat di Bandung, Joongla merupakan tempat fun dining dengan konsep storytelling pertama di Indonesia.

Kata “Joongla” sendiri diambil dari kata bahasa Spanyol ‘jungla’ yang berarti hutan sebagai pusat kehidupan. Dynna dan Nunu, begitu panggilan pasangan tersebut, meyakini bahwa satu sajian makanan di atas piring memiliki rantai panjang di belakangnya. Keyakinan ini juga yang menggerakkan mereka untuk menciptakan petualangan panca indera melalui gastronomi nusantara bersama Joongla.

Hingga saat ini, Joongla hanya beroperasi di hari Jumat hingga Minggu dengan dua sesi makan, yakni pukul 16:00 hingga 18:00 dan 19:00 hingga 21:00 WIB. Dalam setiap sesi, tersedia delapan kursi. Untuk itu, sebaiknya melakukan reservasi sebelum datang ke restoran yang berlokasi di DeJava Hotel, Bandung. Selain itu, harga satu set makan malam bisa dibandrol Rp 585,000 per orang.

Menu-menu yang dihidangkan Joongla diusung dalam bentuk episode menu gastronomi khas pulau tertentu di Indonesia. Biasanya untuk satu episode bisa berjalan empat hingga tujuh bulan, tergantung permintaan pelanggan. Episode yang akan dibahas kali ini bernama ‘Jelujur Joongla’, dimana Joongla mempersembahkan enam sajian dari kaleidoskop petualangan aroma & rasa dalam satu sajian makan malam: Sumatera, Jawa, Lombok, & Nusa Tenggara Barat.

Adapun menu Jelujur Joongla dipilih dari menu unggulan dari tahun 2022 hingga 2023. Mari kita nikmati setiap menunya:

Gemblong Les

Gemblong yang kita kenal dengan jajanan pasar disulap oleh juru masak Joongla menjadi Gemblong Pavé, singkong tipis artistik dengan lapisan santan yang renyah di luar dan lembut di dalam. Tampilan Gemblong terlihat sangat modern namun tetap kental dengan cita rasa tradisional. Kue ini disajikan dengan glaze aren dan vanilla salt.

Cara memakannya pun cukup unik. Pengunjung bisa langsung melahap satu potong Gemblong pada suapan pertama, kemudian bisa menaburkan butir-butir vanilla salt pada suapan kedua. Variasi memakan Gemblong ini menciptakan dinamika rasa dalam setiap gigitannya.

Lembayang Samalanga

Pemilihan menu ini terinspirasi dari cerita di Bireun, Samalanga, Aceh. Keunikannya terdapat pada penggunaan andaliman dalam komposisi bumbu rujak yang memberikan sensai kebas nan nikmat. Kombinasi asam, manis, dan pedas menciptakan kesegaran beraroma, khususnya dengan adanya es serut markisa membuat hidangan buah musiman ini terasa semakin segar.

Oyster Kriuk Meong

Sebagai bentuk dukungan Joongla terhadap budidaya oyster atau tiram sebagai salah satu sumber kekayaan pangan maritim Indonesia, oyster yang dihidangkan di sini berasal dari tambak di pinggiran pesisir Pantai Pangandaran Jawa Barat yang dikelola oleh nelayan lokal.

Oyster yang disajikan telah melalui sedikit proses masak sehingga telah matang namun tetap segar. Dressing dan topping yang menemani oyster sangat kaya dengan bahan-bahan lokal seperti saos oncom dan remahan rengginang. Untuk merasakan pengalaman di pesisir Pantai Pangandaran, Joongla menghadirkan air laut asli di piring agar pengunjung bisa mencium aroma pantai.

Mie Lethek Singang

Mie Lethek dalam bahasa Jawa memiliki arti kusam. Makna ini direpresentasikan oleh warna alami dari mie berwarna pucat, keruh, keabu-abuan, dan terkesan kusam yang berasal dari bahan baku utama tepung singkong yang dicampur dengan singkong kering atau gaplek.

Karakter Mie Lethek dipadukan dengan kuah rawon kluwek khas Jawa Timur dan rempah merica hitam yang mencpitakan harmoni rasa gurih dan sedikit pedas. Sebagai pelengkap, Singang dijadikan sebagai pilihan topping untuk memberi rasa gurih dan pedas yang lembut.

Nasi Reuni Ebatan

Menu ini terinspirasi dari Nasi Campur khas Lombok, mengusung konsep Rijsttafel yang artinya “meja nasi” dalam bahasa Belanda. Konsepnya sendiri berupa penyajian makanan berurutan yang menggabungkan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok ditemani berbagai lauk-pauk.

Sajian ini menyuguhkan risotto sorghum, nasi merah, dan rempeyek multigrain (quinoa, kacang koro, kacang buncis) ditemani dengan protein hewani seperti sate saus rembiga Lombok yang dipadukan dengan black garlic dan merica hitam dengan kremesan kemiri. Tersedia juga trancam sambal honje dan ayam saos kari menyan.

Rindu Brem Sri

Brem, sebuah pangan tradisional khas Jawa terdokumentasi dalam karya sastra Serat Centhini (1814). Terbuat dari sari tape ketan, brem memanjakan lidah dengan cita rasa manis asam, dan tekstur yang renyah dan meleleh di mulut.

Biasanya brem dinikmati secara langsung, namun Joongla bermain dengan kreativitas juru masaknya dengan memadukan bubuk brem dengan krim, yoghurt, dan strawberry compote yang diinfus dengan jahe. Sebagai pelengkap, semprong pun ditaruh sebagai topping dan diberi taburan kulit jeruk nipis. 

***

Julujur Joongla mengajak pengunjung berpetualang dan merasakan pengalaman gastronomi nusantara dalam 6 menu set makan malam. Melalui Jelujur Joongla, OZIPmates bisa menikmati kuliner Indonesia dalam satu kali makan malam yang penuh cerita.

Teks dan foto: Siti Mahdaria