ANTON ALIMIN MENULIS SEBAGAI OBAT JIWA

Mei lalu, OZIP mengulas Catatan Perjalanan Diaspora Indonesia yang berisi kumpulan tulisan opini milik penulis Anton Alimin. Dibalut dengan gaya penulisan yang menarik dan penuh ekspresi, Catatan Perjalanan Diaspora Indonesia bisa dibilang sebagai sebuah jendela penuh warna kehidupan diaspora Indonesia di Australia. Maka dari itu, kali ini OZIP berkesempatan untuk mewawancara pak Anton dan bertanya mengenai kecintaannya terhadap menulis. Selamat membaca! 

Bagaimana awal kecintaan pak Anton terhadap menulis?

Pertanyaan yang menarik. Kecintaan terhadap menulis sebenarnya sudah lama sekali tapi kondisi waktu di Indonesia dulu tidak begitu banyak waktu untuk ‘menyendiri atau bertapa’ atau memang mungkin masa itu ‘masa pengumpulan data dan informasi’. 

Dan juga mungkin data-data yang ada di pikiran saya waktu itu belum sebanyak sekarang dan kalau diumpamakan power bank-nya masih kosong atau belum cukup untuk menulis apalagi tulisan saya kebanyakan membutuhkan informasi yang cukup tentang suatu kejadian.

Seingat saya tulisan tangan saya diterbitkan pertama kali dalam bentuk surat ke editor majalah Bobo di Jakarta kira-kira lebih dari 50 tahun lalu. Kemudian tulisan pertama di Australia diterbitkan oleh Progress 1991 di Sydney berjudul “Api Islam”. 

Kecintaan terhadap menulis? Sebenarnya tidak juga ‘kecintaan terhadap menulis’ karena kalau saya menulis sesuatu, pasti lagi stress berat karena suatu kejadian yang betul-betul luar biasa dan kejadian tersebut mengganggu sekali dan membuat saya tidak bisa tidur. Kalau tidak ada jalan keluar lain, baru saya menulis! Jadi menulis jalan keluar terakhir!

Apa/siapa saja inspirasi/influence terhadap gaya penulisan pak Anton? 

Sebenarnya ada beberapa pengarang yang memberi inspirasi atau dorongan terutama Chairil Anwar untuk puisi dan Kho Ping Ho, Hamka, La Rose, Marga T, N.H. Dini untuk prosa. Sedangkan untuk pengarang asing saya terinspirasi Milan Kundera, Graham Greene dan Leo Tolstoy. 

Kho Phing Ho seorang pengarang fiksi yang luar biasa, berapa ratus orang atau bahkan mungkin ribuan orang saya pikir, dia berhasil membuat mereka jadi ‘kutu buku!’  Saya sendiri ingat waktu itu sampai lupa makan, lupa minum bahkan sampai lupa tidur! Gila dan hebat! Saya terima kasih sekali kepada beliau karena pernah membuat saya jadi ‘kutu buku!’  Bahkan saya sempat berpikir mau undang dia ke Melbourne dengan tiket sekali jalan atau one-way ticket karena hanya kepingin tahu bagaimana orangnya!

Pramudya Ananta Toer, juga salah seorang pengarang yang luar biasa yang juga berhasil membawa si pembaca ke dalam ceritanya. Tapi saya baru baca bukunya setelah di Australia dan menikmatinya sekali. Sebenarnya waktu masih di sekolah rakyat saya pernah baca buku Pramudya yang berjudul Keluarga Gerilya dan terus terang saya tidak mengerti mungkin karena terlalu berat dan saya masih terlalu muda. Saya pikir Kho Ping Ho dan Pramudya Ananta Toer patut mendapat Hadiah Nobel.

Pengarang Indonesia modern, Ayu Utami dengan bukunya Saman saya pikir juga seorang yang berani dan merupakan satu-satunya yang berani menulis tentang seksualitas perempuan, belum ada penulis perempuan Indonesia yang berani seperti Ayu Utami. Selama ini hanya laki-laki yang menulis tentang seksualitas perempuan dan jelas subjektif sekali!

Soal gaya, sebenarnya Anda tidak bisa meniru gaya orang lain menulis.  Masing-masing manusia mempunyai keunikannya sendiri-sendiri. Cuma mungkin permasalahannya Anda belum menemukan gaya Anda sendiri oleh karena itu Anda meniru orang lain yang Anda kagumi atau orang yang Anda idolakan. 

Kadang-kadang, lama baru seseorang menemukan ‘gayanya sendiri’. Yang terpenting saya rasa menulislah dari hati dan dengan hati, itu kuncinya!

Pengalaman lebih dari 20 tahun menulis tidaklah sedikit. Apa yang membuat pak Anton memiliki konsistensi dalam menulis?

Ini pertanyaan yang paling menarik dan paling mudah untuk menjawabnya! Anda harus bikin saya stress berat dulu yang kemudian menyebabkan saya tidak bisa tidur, baru saya menulis!

Ya, dalam perjalanan hidup ini tentu kita mengalami pengalaman yang bermacam-macam dan bereaksi dalam bentuk yang berbeda-beda. Dan kalau kita melihat sesuatu dan hati nurani mengatakan untuk berbuat sesuatu dan ternyata kemampuan kita tidak mencukupi untuk mengubahnya, ya mungkin melalui tulisan mungkin bisa membuat perubahan, siapa tahu?

Minimal kita sudah mencoba berbuat sesuatu sebisanya.  Disamping seperti yang saya sudah sebutkan sebelumnya, menulis adalah salah satu jalan keluar kalau ada sesuatu di hati dan pikiran jangan disimpan karena lama-lama akan menjadi racun dan akan berakibat ke kesehatan diri.  Dengan kata lain menulis adalah obat untuk mengeluarkan uneg-uneg atau sebagai cara yang paling mudah untuk penyembuhan diri.

Bagi pak Anton sendiri, mengapa puisi sering digunakan dalam berbagai tulisan opini pak Anton?

Puisi bisa memperhalus perasaan dan akan memungkinkan kita untuk lebih peka terhadap alam sekeliling kita. Bukan berarti orang yang tidak suka puisi orang yang kurang halus! Puisi hanya salah satu jalan atau cara untuk lebih memperhalus perasaan. Jadi dalam tulisan-tulisan saya mencoba untuk menyelipkan satu dua untai puisi hanya untuk untuk lebih memperindah isi dan mencoba untuk tidak menyinggung perasaan orang, itu saja.

Disamping itu menurut saya puisi bisa menjadi alat media yang paling ampuh untuk menyampaikan sesuatu. Rendra masuk penjara karena puisi.  Gunter Grass, pengarang Jerman dilarang ke Israel karena menulis puisi. Iwan Fals juga banyak berurusan dengan penguasa karena puisi dalam bentuk lirik lagu bisa bikin pusing penguasa.  

Seperti sudah saya sebutkan karena dengan puisi kita mencoba untuk ‘memperhalus perasaan’ dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di alam sekitar kita. Dengan demikian akan lebih hati-hati untuk tidak menyakiti hati orang lain. Tapi celakanya bisa jadi terlalu sensitif dan bisa mudah tersinggung dan sakit hati.  

Dengan puisi kita menyampaikan sesuatu secara tidak langsung ke orangnya dengan menggunakan kata-kata yang kita refleksikan ke layar dan kita mengharapkan orang itu melihat layar dan menginterpretasikan apa yang kita maksudkan. Ya jelas sulit, oleh karena itu sering sekali terjadi kesalahpahaman! Kecuali kalau orang itu juga gemar atau suka puisi maka komunikasi akan lebih lancar! 

Saya sendiri baru bisa menulis puisi yang relatif baik waktu diajak seorang kolega dengan tidak direncanakan untuk berkunjung ke sebuah panti asuhan di Bandung pada tahun 2011.  Bayangkan pada umur yang sudah hampir mendekati ‘liang kubur’ saya belum pernah ke panti asuhan di Indonesia! Jadi waktu sampai di pintu panti asuhan saya sudah merasakan sesuatu yang akan mengguncang hati.  

Betul saja, waktu kami masuk dan melihat bayi, anak kecil menangis tanpa orang tua, di situ saya goyah dan yang terlintas di pikiran saya adalah: “Di mana Tuhan?”  Salah apa anak-anak itu? Saya sempat nangis dan kemudian kembali ke hotel yang tidak jauh dari panti asuhan, kemudian menulis sebuah puisi berjudul ‘Topeng’.

Apakah pak Anton memiliki ketertarikan untuk menulis karya fiksi?

Ini pertanyaan yang paling menarik dari semua pertanyaan yang Jason tanyakan.  Ketertarikan itu sebenarnya ada.  Dan terus terang saya sebenarnya pernah coba tapi tidak bisa dan terus terang saya gagal total! Tidak punya imajinasi yang cukup kuat untuk menulis tulisan yang berbentuk fiksi. Sulit sekali menciptakan karakter kemudian coba untuk menghidupkannya! Menurut saya orang yang menulis tulisan yang berbentuk fiksi orang yang punya otak dan jalan pikiran yang berbeda dengan orang yang menulis tulisan non-fiksi.

Saya punya teman yang memenangkan hadiah Miles Franklin Award, hadiah tertinggi di Australia untuk seorang penulis dan beberapa hadiah lainnya seperti Guardian Prize dan saya tanyakan apakah ikut kursus menulis ada gunanya atau manfaatnya untuk menulis sebuah novel. Jawabannya tegas: “you have, or you have not!”’ Artinya untuk menulis fiksi atau novel memang kelihatannya perlu bakat dari lahir dengan kata lain, memang harus ada bakat dari lahir atau memang harus ada bakat dari sononya!

Jelasnya Anda harus sadar hanya ada satu Kho Ping Ho, Hamka, Pramudya Ananta Toer, La Rose, Marga T, N.H. Dini dan seperti pengarang dunia terkenal lainnya hanya satu Hemingway, Leo Tolstoy, Graham Greene.

Apa pesan pak Anton bagi aspiring writers di luar sana?

Tetap dan terus menulis apapun bentuknya dan lama-lama Anda akan merasa dan pada suatu hari akan berkata kepada diri sendiri ‘ternyata saya bisa menulis dan akan merasa lebih bahagia’.

Tapi yang paling penting saya rasa adalah, Anda menulis bukan untuk orang lain tapi untuk diri Anda sendiri dalam arti menulis adalah salah satu jalan keluar untuk mengeluarkan uneg-uneg karena masalah yang disimpan tanpa ada jalan keluar akan menjadi racun yang lama-lama berpengaruh kepada kesehatan Anda. 

Waktu yang terbaik untuk menulis adalah waktu Anda sedih, sedih sekali atau waktu Anda bahagia, bahagia sekali! Anda tidak akan bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa atau hebat kalau jiwa, pikiran, dan hati dalam keadaan biasa -biasa saja! Harus dalam kondisi ekstrim!

Tengah malam adalah waktu yang tepat untuk menulis, pada waktu semua orang tidur, dan Anda merasa hanya Anda dan Tuhan yang masih terjaga!

Ada buku yang berjudul Anyone Can Write. Di buku ini disebutkan bahwa seandainya Anda menulis satu kalimat sehari, setahun sudah 365 kalimat. Kalau seandainya satu kalimat 10 kata berarti sudah 3650 kata. Dalam tempo enam tahun sudah bisa menerbitkan satu buku ukuran buku saku, betul?

Lebih jauh di buku tersebut disebutkan “anyone can write but not everyone will write a story that everyone wants to read. That takes time and practice”. Betul sekali! 

Seperti belajar memainkan alat musik, ambillah gitar misalnya. Anda belajar bagaimana duduk dan pegang gitar yang betul, posisi badan, kaki dan tangan. Kemudian belajar nada, chords, dan melodi. Itu semua tidak bisa buru-buru harus pelan-pelan dan tidak ada jalan pintas! 

Hanya ada satu jalan yaitu berlatih, berlatih dan berlatih! Setiap langkah harus dinikmati dan harus main dari hati dan dengan hati.

Teks: Jason Ngagianto dan Anton Alimin 

 Foto: Berbagai sumber