Warpan Djoyo, Pelukis Indonesia yang Bersinar di Australia

Dari Ubud ke Melbourne

Berasal dari keluarga seniman, Warpan Djoyo telah menggeluti dunia seni lukis sejak masih duduk di bangku SD. Di usianya yang kurang lebih 11 tahun, ia telah memiliki karya lukisan sendiri dan memulai melukis di atas kanvas saat ia masuk SMA. Kariernya sebagai seorang seniman lukis dijalaninya sejak ia bermukim di daerah kawasan Ubud, Bali, sebuah kota yang identik dengan galeri-galeri seni lukis dan patung. Ia menghabiskan waktunya bermain dengan warna dan kanvas yang kemudian ia sulap menjadi sebuah lukisan yang hidup. Tak jarang pula banyak orang tertarik kemudian membeli lukisannya dengan harga yang mahal.

Meski menggeluti hobinya sejak kecil, ada keresahan tersendiri dalam hati Warpan kala itu. Ia tak ingin lukisannya berlalu begitu saja: dilukis, dilihat, dibeli, dijadikan barang komersil kemudian hilang ditelan waktu. Ia ingin karyanya terus hidup sebagai sebuah karya seni yang dapat dinikmati dan menghibur lebih banyak mata. Oleh karena itu, ia memberanikan diri hijrah Melbourne Australia pada tahun 2012.

Di Australia, ia mengikuti banyak pameran lukisan yang memperluas koneksinya dengan seniman dari berbagai belahan dunia. Namun, di awal perjalanannya di Australia, ia menjumpai banyak tantangan. Perihal jatuh-bangun sudah menjadi makanan sehari-hari bagi pelukis yang akrab disapa Arphan ini. Tapi, pasang-surut itu tak lantas mengecilkan niatnya untuk terus maju dan mendalami keahliannya dalam melukis.

Colour-blindness tak menjadi penghalang

Di balik keteguhan serta kejeniusannya dalam dunia seni lukis, sejak kecil Arphan memiliki kesulitan dalam membedakan warna-warna. Color-blindness membuat ia harus belajar keras dalam memadupadankan warna pada lukisan-lukisannya. Tak jarang pula ia mendapat banyak kritik dari masyarakat perihal warna yang kadang tidak selalu berpadu. Namun demikian, dalam perjalanannya, Arphan memiliki prinsip bahwa seni itu selaras dengan intuisi. Ia adalah bentuk dari ekspresi warna yang datang dari perasaan. “Saya selalu melukis sesuai dengan apa kata hati saya. Sebab, itulah yang membuat karya lukisan itu hidup,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia kerap melukis berdasarkan warna dan suara hatinya, berdasarkan apa yang ia lihat dan rasakan. Seiring berjalannya waktu, ia mulai banyak belajar dan mengembangkan keahlian dalam memadupadankan warna-warna lukisannnya.

Mendapat penghargaan

Hijrah ke Australia pada tahun 2012, Arphan mendiami dua wilayah kota yang berbeda, yakni Perth dan Melbourne. Selain Ubud, dua tempat itulah yang menjadi saksi perjuangan Arphan dalam mendalami karya serta karirnya dalam melukis.

Arphan sempat ditolak oleh beberapa agensi seni di negara ini, namun itu tak mengurungkan semangatnya dalam mencoba. Hari demi hari, waktu demi waktu, ia mulai mengembangkan kreativitas serta intuisinya dalam melukis. Ia banyak bermain-main dengan warna dan gambar pemandangan full-color yang menjadi kegemarannya. Kini, Arphan telah banyak mengikuti berbagai ajang pameran di Melbourne seperti, Moone Valley Art Show, Art in Tune and Music Brighton Town Hall, Camberwell Swinburn University Art Show, Knox Art Show Bayside, dan Whitehorse Art Show Boxhill.

Ketika ditanya tentang pameran paling mengesankan baginya, Arphan mengungkapkan bahwa Melbourne Art Town adalah acara yang memiliki cerita tersendiri. Di acara tersebut, ia melalui seleksi yang amat ketat dengan melukis secara live di Chapel Street Melbourne. Dalam kesempatan itu ia berhasil terpilih bersama 50 seniman Australia lainnya. Dari situ juga ia mendapat penghargaan dari National Registry of Australian Art and Artist yang membawanya pula ke penghargaan sertifikasi dalam bentuk copy-rights. Kini, penghargaan copy-rights tersebut membawa karyanya menjadi lukisan yang disematkan di berbagai produk industri kreatif seperti tas dan baju di berbagai belahan dunia.

Dalam kesempatan wawancara dengan OZIP tempo lalu, Arphan juga mengungkapkan bahwa ia ingin terus melukis sampai masa tuanya. Ia ingin terus menghabiskan waktunya bermain dan berekspresi dengan warna yang sesuai dengan intuisi dan perasaannya. Informasi tentang karyanya dapat dilihat di akun Instagram @warpan.djoyo_art dan galeri website miliknya, www.gallery247.com.au.

Teks: Nudia Imarotul Husna

Foto: dok. Warpan Djoyo