SEHARI MENJADI “INDONESIA” DALAM INDONESIAN CULTURAL WORKSHOP PPIA VICTORIA 2019

Akhir pekandan hari yang cerah adalah kombo yang sempurna bagi warga Melbourne yang ingin bersantai menikmati suasana kota atau sekadar rebah-rebahan di rumah melepas penat yang terakumulasi sepanjang hari kerja. Namun, ada juga yang memilih untuk mengajak teman berbondong-bondong menuju ke Indonesian Cultural Workshop PPIA Victoria pada hari Sabtu pagi tanggal 3 Agustus 2019 lalu. 

Natasha

“Saya baru nyampe Melbourne. Tapi kayak jadi rindu Indonesia!” ungkap Natasha membeberkan alasannya mengikuti acara workshop ini. 

Jika Natasha ingin mengobati rasa rindu akan tanah air, alasan lain turut diungkapkan oleh Afy dan Hanum yang hari itu menyempatkan diri untuk hadir dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada teman mereka, Happy, yang datang dari Burma. 

They motivated me!” cerita Happy sebelum memutuskan untuk datang. “It was really lovely. Everyone is very kind and caring!” kesannya.

Afy, Happy, Hanum

Ada empat workshop yang diusung oleh PPIA Victoria selaku panitia – gamelan, wayang, tarian, dan batik pouch. Acara debutan PPIA Victoria ini berhasil mengundang berbagai kalangan untuk hadir dan diversitas peserta terlihat tidak hanya dari warga Indonesia tetapi juga dari warga Australia, Burma, dan Tiongkok yang turut hadir.

Di meja kecil belakang, ragam kudapan Indonesia yang dibagi menjadi bagian non-vegetarian dan vegetarian dapat dibeli dengan menyodorkan selembar uang AUD 5.00. Bersebelahan dengan booth jajanan Indonesia turut berjejer kain tenun warna-warni yang menangkap perhatian pengunjung. Kain MAKNA by SOLAR CHAPTER adalah sebuah proyek untuk menolong komunitas wanita Umutnana menjual dan mempromosikan kain tenun khas Nusa Tenggara Timur kepada dunia.

Acara dibuka dengan workshop gamelan yang dimotori oleh Pak Ragil dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Melbourne. Selama 2 jam, peserta workshop diberikan bekal cara memainkan gamelan dan kesempatan untuk menabuhnya. 

Carissa

Di workshop kedua, Carissa selaku ketua panitia mengambil alih acara. Sebelum mulai membuat wayang, peserta diberikan perkenalan tentang wayang. Dengan telaten, Carissa memberikan pengarahan langkah demi langkah mulai dari proses mewarnai hingga penyusunan bagian-bagian wayang.

Workshop tari dimulai tidak kurang dari pukul 14:00. Menghadirkan Sanggar Lestari Melbourne sebagai guru tari tradisional, workshop ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Dengan mengalungkan selendang di leher, peserta dengan antusias mengikuti instruksi dari Yana Millane selaku instruktur. Tarian dimulai dengan Tari Tor-tor dari Sumatra Utara dan peserta diajak untuk mendalami dan merasakan sensasi tarian perayaan suku Batak ini. Tidak hanya tarian daerah barat Indonesia, workshop tari turut ditutup dengan tarian line dance Maumere dan Tobello dari wilayah Indonesia Timur. 

Junior, salah seorang peserta pria yang berasal dari Queensland yang turut menari hari itu mengaku seperti sedang berolahraga. “Really tired! Sweating!” ungkapnya sambil tersenyum sembari menyeka keringat di dahi.

Acara Indonesian Cultural Workshop hari itu ditutup dengan pembuatan pouch batik. Di atas meja turut disediakan bahan-bahan yang diperlukan berupa selembar kain batik persegi empat, gunting dan peralatan menjahit seperti benang dan jarum. Sekali lagi, Carissa menjadi motor penggerak workshop dengan berkeliling dari satu meja ke meja lain.

Saat ditemui OZIP, Carissa mengungkapkan tujuan dari diadakannya acara ini adalah untuk mengenalkan dan mempromosikan budaya Indonesia. “Sebelumnya-sebelumnya itu, campaign PPIA Victoria itu selalu based on social media doang. Jadi ‘gak ada acara-acara engaging-nya gitu.”

Berangkat dari alasan itulah, Carissa dan PPIA Victoria mengadakan acara Indonesian Cultural Workshop untuk pertama kalinya tahun ini dan memilih ruang Bhineka KJRI Melbourne sebagai tempat perhelatan. Lebih jauh, Carissa mengungkapkan bahwa workshop ini ditujukan untuk umum dan terbuka untuk orang Indonesia dan non-Indonesia.

Usaha mempromosikan Indonesia yang dilakukan Carissa dan PPIA Victoria tidak sia-sia. Emily, salah seorang siswa yang diajak hadir oleh gurunya bersama temannya mengaku bahwa mereka banyak belajar tentang Indonesia di sekolah. “Very interesting to see everything!” tutur Emily dengan antusias. 

Tidak hanya bagi warga asing, acaraini juga membuat Natasha mendapatkan pengalaman baru. “Seru sih tadi belajar gamelan. Malah di Indonesia jarang ada acara seperti ini. Malah sekarang disini yang banyak diadakan,” tandas Natasha yang hari itu datang bersama temannya.

Teks dan foto: Mutia Putri