RENDANG/RANDANG MANCANEGARA (?)

Bisa-bisa santapan yang termasuk salah satu yang termashur dalam daftar hidangan/masakan di Indonesia ini, lambat laun berubah nama dari RENDANG PADANG menjadi RENDANG MALAYSIA.

Apa pasal?

Baru-baru ini seorang peserta asal Malaysia, bernama Zaleha, ikut bertarung dalam acara masak-memasak yang ditayangkan oleh televisi Inggeris: MasterChef UK.

Zaleha menghidangkan nasi lemak, sambal udang, telur dadar dan rendang ayam. Ternyata ini memang santapan kegemarannya dan kegemaran anaknya. Ia telah lama bermukim di Inggeris, sedangkan anaknya lahir di Inggeris.  Zaleha juga mengisahkan bahwa suaminya, seorang warga Inggeris, sama sekali tidak keberatan ketika salah satu syarat yang diajukan Zaleha untuk menjadi isteri pendamping suaminya itu adalah masakan yang banyak rempahnya, seperti rendang (Padang).

Tapi apa boleh buat, Zaleha tersingkir dari pertandingan masak-memasak itu karena salah seorang juri (orang Inggeris) mencibir rendang ayamnya yang menurut penilaiannya kurang garing.

Komentar “kurang garing” ini kemudian menghebohkan. Para penekun medsos dari Malaysia, Singapura dan Indonesia, tidak terima dengan penilaian dan cercaan juri dari Inggeris itu.

Mereka sepakat untuk menekankan bahwa rendang ayam aslinya “memang tidak garing”.

Sampai di sini memang kita sebagai warga Indonesia tidak perlu waswas.

Yang kemudian mencemaskan banyak orang di Indonesia adalah kenyataan bahwa tidak seorang pun yang urun rembug dengan kehebohan itu yang terpikir untuk menekankan, menandaskan bahwa masakan rendang aslinya adalah dari Padang (Sumbar/Minangkabau). Karena kehebohan itu banyak orang asing yang kemudian menyimpulkan atau beranggapan bahwa rendang adalah masakan khas Malaysia, karena Zaleha berasal dari negeri jiran kita.

Meski satu rumpun (Bung Karno pernah mengidam-idamkan sebuah Maphilindo: Malaya-Filipina-Indonesia) namun demi kepentingan komersial dan budayanya Malaysia selama ini kurang begitu teliti ketika menyebutkan asal-usul sesuatu yang diedarkannya sebagai “warisan” nenek moyang mereka.

Sebut saja lagu “Rasa Sayang-e” yang sempat menghebohkan karena Malaysia mengesankan bahwa lagu yang digunakannya untuk kepentingan iklan/komersialnya itu adalah miliknya.

Ketika mengikuti kehebohan soal rendang ini penulis juga teringat akan ucapan seorang juru masak Inggeris yang acara-acara kulinernya di televisi  sangat populer. Namanya Rick Stein.

Dalam salah satu acaranya yang dibuat ketika ia berkunjung ke Pulau Langkawi, Malaysia, ia mengatakan bahwa dari hasil  jajak pendapat kilat yang dilakukannya di kalangan warga Malaysia, ia menyimpulkan bahwa makanan/masakan/hidangan paling populer di Malaysia adalah rendang.

“Pity,” katanya kemudian,”as no one seems to be sure where rendang originated.” (Sayang, nampaknya tidak ada yang tahu pasti asal usul rendang).

Karena dalam kasus acara MasterChef Uk itu yang menjadi sorotan adalah Zaleha, berasal-usul dari Malaysia, maka tidak bisa disalahkan apabila banyak orang asing yang pernah menikmati rendang kemudian  menyimpulkan atau menganggap bahwa rendang sesungguhnya memang kepunyaan Malaysia.

Padahal, menurut sejarah lisan dari banyak orang Minang yang pernah bertutur kepada penulis, masakan rendang diciptakan sekian ratus tahun silam ketika umumnya para jema’ah haji dari Minangkabau yang akan menuju ke kota suci Mekkah, harus menaiki perahu layar, menempuh pelayaran yang memakan waktu berminggu-minggu di laut. Untuk memudahkan soal “catering” diciptakanlah rendang yang semakin hari malahan terasa semakin lezat, hingga selama pelayaran para Jemaah tinggal hanya perlu menanak nasi. Tidak perlu menghabiskan waktu selama pelayaran untuk memasak lauk-pauk lain. Sebaliknya waktu yang terluang dapat diisi dengan berbagai amal ibadat.

Konon kabarnya, ketika rendang dimasak sesuai resep nenek di Minangkabau, terjadi suatu proses persenyawaan: bumbu-bumbu dan santan pada akhirnya akan memasuki daging dan kemudian keluar kembali, hingga daging rendang menjadi awet dan tidak basi biar pun tidak disimpan di dalam kulkas.  Daging rendang otentik biasanya kelihatan utuh, namun begitu tersentuh jari atau sendok atau garpu atau japitan maka langsung akan berderai. Aduh Mak enaknya!

Mungkin Kementerian Pariwisata R.I. perlu gulung lengan baju dan turun tangan untuk melempangkan asal-usul rendang. Maksudnya RENDANG/RANDANG PADANG!

Kita sudah banyak mengalah (dan kalah) dari Malaysia.

Dalam sepakbola kita sering ditaklukkan Malaysia.

Kini menurut suatu pemeringkatan internasional, paspor R.I. (yang edisi terbarunya sangat indah halaman-halamannya) berada pada kedudukan ke-64.

Pemegang paspor Singapura dapat mengunjungi 159 negara tanpa harus payah-payah memohon visa masuk, sementara warganegara Indonesia hanya bisa berkunjung tanpa visa ke 63 negara, sementara pemegang paspor Malaysia dapat melenggang kangkung (lagu Lenggang Kangkung asli dari Indonesia, harap maklum!) tanpa visa ke 154 negara.

Baru-baru ini Lembaga Peneliti/Pemikir Lowy Institute di Australia ,menyebutkan bahwa dalam peringkat kekuatan pengaruh di kalangan negara-negara Asia, Indonesia menempati anak tangga ke-10, Malaysia ke-9 sedangkan si kecil-kecil cabai rawit Singapura ke-8.

Sekarang Malaysia bikin kejutan: Memilih seorang mantan PM berusia 92 tahun Dr. Tun Mahathir Mohamad menjadi Perdana Menteri – politisi tertua yang pernah terpilih untuk jabatan semacam itu. Tidak mengherankan kalau Indonesia tidak mau kalah, dan ada saran agar mantan Presiden  ke-3 RI BJ Habibi 81 tahun, dicalonkan dalam pilpres 2019. Kini kita yang niru-niru Malaysia.

Dalam tahun 1957 Bung Karno legowo ketika Malaya memutuskan irama lagu Terang Bulan yang waktu itu menjadi milik bersama dalam budaya Melayu/Indonesia untuk menjadi irama lagu kebangsaannya setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggeris. (Sebelumnya lagu ini suka didendangkan orang-orang di kampung saya di Medan, yang berbunyi sebagai berikut:

Terang bulan

Terang di kali

Buaya timbul

Kusangka mati

Jangan percaya cakap laki-laki

Berani sumpah

Tapi takut mati.)

 

Tapi janganlah kemudian lagu Rasa Sayang-e, masakan Rendang Padang juga diambil alih sebagai warisan budaya Malaysia.

Cukuplah kita ditaklukkan di medan laga sepakbola, dalam perihal keampuhan paspor, kekuatan pengaruh di Asia, dan dalam soal kedemokratisan. Sisakanlah untuk kami Rendang/Randang Padang dan Sate Kambing.

Semboyan penulis:

“Tempat jatuh lagi kukenang, apalagi tempat bermain.” Wallahu a’lam.