Mengintip Suasana Ramadhan di Berbagai Belahan Dunia

Ramadhan telah tiba! Bulan suci bagi para umat muslim, diperingati dengan ibadah puasa dimana kita semua diingatkan untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan berperilaku.

Di Indonesia, nuansa riuh bulan puasa sudah terasa — mulai dari terpampangnya billboard ucapan “Selamat Beribadah Puasa”, sampai acara televisi yang berlomba-lomba menampilkan siaran spesial Lebaran semeriah mungkin. Suasana Ramadhan di Australia memang tidak sekental di Indonesia, namun bagaimana dengan di negara lain? Yuk kita intip.

 

Rusia

Umat muslim di negeri beruang putih ini menempuh durasi puasa yang lumayan panjang, yaitu 17 jam sehari. Di sekitar bulan Ramadhan, hampir seluruh masjid menggelar bazaar dadakan, menjual segala pernak-pernik seperti buku-buku Islami, minyak wangi, kopiah dan berbagai suvernir berbau Ramadhan.

(www.gettyimages.com)

Walau populasi muslim di Rusia tidak begitu banyak, terasa betul suasana kekeluargaan disaat berbuka puasa. Sebagian besar yang menjalani ibadah puasa berkumpul di masjid saat berbuka untuk shalat dan menikmati hidangan iftar bersama. Kazan Arena di Kazan, Rusia, pun dari tahun ke tahun menggelar shalat dan berbuka bersama, dihadiri lebih dari 10,000 orang.

Makanan khas Rusia yang sering ditemukan saat berbuka adalah plov. Plov merupakan nasi yang dimasak dengan kaldu dan daging dimasak dengan rempah-rempah, menghasilkan hidangan yang begitu nikmat. Untuk minuman, plov sering dipasangkan dengan kvass, yaitu semacam minuman fermentasi non-alkohol khas Rusia.

 

Mesir

Jika di negara maju kota-kota diterangi dengan layar besar LED, bulan Ramadhan di Mesir dimeriahkan oleh lampion terang benderang yang menghias dan menyinari jalanan. Disetiap sudut kota dapat ditemukan gerai penjual lampion dengan berbagai warna dan desain yang unik.

(www.dailynewsegypt.com)

Menurut cerita rakyat, asal usul lampion di Mesir merupakan ide dari seorang Jendral Jawhar al-Siqili, dimana ia meminta warga setempat untuk menyalakan lilin di sekitar jalan dalam rangka menyambut kembalinya Khalifah Fatimiyah El Moaz dari perjalanan ke Afrika. Namun apa sangka angin begitu kencang, sehingga sering menghembus mati lilin-lilin yang dinyalakan. Karena itu mulailah dirangkai lampion-lampion cantik untuk menaung lilin dari angin, tradisi yang kemudian diteruskan sampai sekarang.

Untuk hidangan berbuka, menu yang sering ditemukan di Mesir adalah molokhia (sup sayur mayur), freekeh (hidagan ayam) dan khoshaf sebagai hidangan penutup (terdiri dari kurma, aprikot kering dan kismis). Khoshaf biasa didampingi dengan teh manis khas Mesir, dinikmati sembari berbincang hangat dengan keluarga terdekat.

 

Turki

Bunyi drum memecah keheningan malam di Turki. Contohnya di Istanbul, lebih dari 2000 lelaki berpakaian tradisional Ottoman berkeliling kota menbunyikan drum setiap hari di bulan Ramadhan, membangunkan warga untuk sahur.

Tradisi ini adalah tradisi yang sudah dipapaskan turun menurun dari generasi ke generasi. Drum memang tidak hanya digunakan pada saat Ramadhan, tetapi juga dipakai untuk memeriahkan pesta-pesta besar mulai dari pernikahan sampai berbagai perayaan. Namun khusus pada saat Ramadhan, banyak warga yang bergantung oleh para pemain drum ini agar tidak lupa bangun untuk sahur.  Tradisi ini sangat dicintai oleh sebagian besar warga setempat, kecuali minoritas kecil seperti para lansia atau ibu-ibu muda yang baru saja melahirkan. Tidak ada bulan Ramadhan tanpa bunyi drum, kata mereka.

(www.trbimg.com)

Biasanya untuk sahur, komunitas muslim di Turki lebih suka mengkonsumsi makanan sarapan pagi yang sederhana dan penuh nutrisi, seperti buah zaitun dengan keju, irisan timun, tomat dan telur rebus. Terkadang juga tersedia sup hangat dan borek, yaitu roti tipis dengan isian daging atau sayur. Untuk terus segar bugar sehari penuh, hidangan sahur di Turki didampingi dengan komposto atau kolak (berbeda dengan kolak di Indonesia), yang terbuat dengan buah-buahan. Konon, komposte dapat mencegah vertigo dan gula darah rendah dikala berpuasa.

 

United Arab Emirates

Masih berbicara tentang tradisi turun-temurun, salah satu tradisi spesial yang masih diteruskan sampai sekarang adalah penembakan kanon di United Arab Emirates (UAE). Jika ditelusuri, tradisi ini sudah ada dari jaman baheula, ketika belum diciptakannya jam. Untuk mengingatkan warga untuk berbuka, ditembakanlah kanon, yang bunyinya dapat terdengar sampai ke pelosok-pelosok kota.

Dari hari pertama sampai hari terakhir puasa, kanon ditembakan setiap hari saat iftar. Untuk warga yang tinggal jauh dari kota-kota besar, kanon digantikan dengan senapan rifle. Di jaman modern, dengan adanya jam dan smartphone, tradisi ini tetaplah populer dikalangan warga UAE, sampai-sampai terkadang ikut disiarkan di televisi setempat.

(www.khaleejtimes.com)

Adapula tradisi Haq Al Laila, yang jatuh pada hari ke lima belas setelah bulan Ramadhan. Di hari yang spesial ini, anak-anak setempat, dengan pakaian tradisional,  berbondong-bondong mengunjungi tetangga mereka dari rumah ke rumah sambil bernyanyi. Sebagai balasannya, tuan rumah akan memberikan kacang-kacangan dan manisan kepada anak-anak tersebut.

Bulan Ramadhan memanglah bulan yang begitu spesial, dimana kita didorong untuk berbagi dan merefleksi diri. Di Australia, negara dimana bercampurnya orang-orang dari latar belakang dan budaya yang berbeda, semangat Ramadhan pun tetap terasa. Warga setempat banyak yang mengadakan potluck buka puasa antar keluarga dan tetangga, berbagi makanan bahkan dengan mereka yang bahkan tidak berpuasa. Berbagi dengan damai — itulah inti dari bulan suci ini.

Rachel Mellisa