Merdeka atau Mati

Kalau ada penyesalan saya ketika pernah bercakap-cakap dengan Pahlawan Nasional Bung Tomo, ketika almarhum berkunjung ke Melbourne, sekian puluh tahun silam, maka itu adalah kelupaan saya menanyakan apakah semboyannya yang membakar gelora semangat arek-arek Suroboyo, “MERDEKA ATAU MATI!” adalah ciptaannya sendiri atau terjemahannya dari pekikan pejuang Amerika abad ke-18 bernama Patrick Henry ketika membakar semangat kaum revolusioner Amerika dalam perjuangan mereka melawan kekuasaan Inggris.

Sekiranya pekikan “Merdeka atau Mati!” adalah ciptaan Bung Tomo sendiri, maka jiwa dan semangat dari pekikan tersebut kembali membuktikan bahwa great minds think alike (pikiran-pikiran yang besar itu selalu berada dalam gelombang yang sama) dan sekiranya itu adalah alih-bahasa dari ucapan Patrick Henry, maka tidak ayal lagi itu adalah terjemahan yang sangat hebat dan tepat.

Kedua-duanya lahir ketika suatu rakyat yang sudah lama tertindas oleh penjajahan (Inggris) bangkit dalam suatu revolusi dan disertai gelora semangat meluap-luap ingin merdeka berjuang tanpa rasa takut tanpa peduli “biaya”-nya yang bernilai begitu mahal dan tinggi–pengorbanan jiwa dan raga.

Sementara itu “Bhinneka Tunggal Ika” menurut beberapa kajian sejarah sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Majapahit (abad ke-14?) namun kemudian diangkat kembali oleh Mohammad Yamin dalam tahun 1945.

Semboyan yang mirip seperti itu diangkat oleh para pejuang kemerdekaan Amerika dalam abad ke-18, yang aslinya adalah dalam bahasa Latin:

“E pluribus unum”

Semboyan yang juga dimunculkan ketika Amerika sedang berjuang membebaskan diri dari penjajahan/kekuasaan Inggris dalam abad ke-18:

“Dari banyak menjadi satu”.

Alhasil ada beberapa persamaan dalam salah satu sisi perjuangan bangsa Amerika untuk memerdekakan diri dari Inggris, dan perjuangan rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan Belanda/Inggris.

Harus diakui bahwa masih banyak sisi sejarah yang sejati dan sesungguhnya tentang perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia yang rasanya belum tercantum dalam catatan sejarah yang tidak dapat diganggu-gugat di kemudian hari oleh anak cucu. Sebagaimana diketahui, peristiwa G30S (1965), Oktober pun masih terkesan bersimpang-siur.

Untuk menghindari kesimpang-siuran inilah penulis merasa perlu menerbitkan di sini catatan yang dianggap “sahih” tentang isi pidato pembakar semangat yang disampaikan Bung Tomo yang kemudian menjadi pencetus apa yang kini kita kenal sebagai Hari Pahlawan, tanggal 10 November 1945.

Bismillahirrohmanirrohim.

Merdeka!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya. Kita semuanya telah mengetahui. Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang. Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka. 

Saudara-saudara. Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya. Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi, Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, Pemuda Aceh, Pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing. Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung. Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol. Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana. Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara. Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran. Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri. Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya. 

Saudara-saudara kita semuanya. Kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu, dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya. Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia. Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini. 

Dengarkanlah ini tentara Inggris. Ini jawaban kita. Ini jawaban rakyat Surabaya. Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian. Hai tentara Inggris! Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu. Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu. Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu. Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita: Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga. 

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting! Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu, kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara. Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. 

Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI! Dan kita yakin saudara-saudara. Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. 

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!

Demikianlah pidato almarhum Bung Tomo ketika menyemangati para pejuang di Surabaya dan akhirnya di seluruh Indonesia untuk bangkit melawan penjajah di medan laga. Wassalam.

Penulis : Nuim Khaiyath