Mengenal Lebih Dekat Kain Jumputan Gambo Muba

Keanekaragaman budaya Indonesia, sudah tidak lagi diragukan. Gugusan belasan ribu kepulauan, tentu saja menghasilkan perbedaan dalam banyak hal. Memang sejauh ini yang paling kerap disorot dan tereskpos adalah kekayaan kuliner. Berbagai masakan asli Indonesia telah banyak menyita perhatian pencinta kuliner dunia. Namun sebenarnya ada hal lain yang tidak kalah mengagumkan, yaitu kekayaan kain asli Indonesia. 

Tidak bisa dipungkiri, bila bicara tentang kain, sebagian besar orang masih akan menyebut batik sebagai icon kain paling popular. Padahal masih banyak berbagai jenis kain tradisional yang tidak kalah menarik. Salah satunya adalah jumputan Gambo Muba.   


Ibu Negara, Iriana Joko Widodo, bersama Thia Yufada di pameran Sandang Kerajinan di Palembang

Muba adalah kepanjangan dari Musi Banyuasin, salah satu kabupaten di provinsi Sumatra Selatan. Jumputan Gambo Muba adalah produk eco fashion yang menggunakan limbah getah gambir (gambo) sebagai bahan dasar pewarna, sehingga bersifat ramah lingkungan. Salah satu pengagum jumputan Gambo Muba adalah Ibu Negara, Iriana Joko Widodo. Dalam sebuah kesempatan pameran Sandang Kerajinan serta Peragaan Busana Adat Sumatra Selatan di Griya Agung Palembang akhir tahun lalu, Iriana menyebut produk Gambo Muba tidak hanya berhasil mengangkat kearifan lokal, namun juga memberikan kontribusi positif bagi petani gambir dan pengrajin Gambo Muba. 

Berbicara tentang Gambo Muba, tidak lengkap rasanya tanpa menggali lebih lanjut dari Thia Yufada sebagai inisiator Gambo Muba. Sejak tahun 2017, Thia selaku istri dari Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza, sangat aktif mengembangkan dan mempromosikan jumputan Gambo Muba di berbagai kegiatan di dalam maupun luar negeri. Semangatnya yang luar biasa dalam memberdayakan kekayaan hasil alam, budaya, ekonomi, hingga sumber daya manusia di Muba, sangatlah menginspirasi. Passion, antusiasme, dan kebanggaan akan Gambo Muba kuat tersirat saat OZIP melakukan wawancara online di penghujung bulan November ini. 

Thia Yufada mengenakan Gambo Muba

“Semua ini berawal dari proses pencarian icon daerah untuk Muba. Seperti halnya dodol yang identik dengan kota Garut, seperti itu juga saya ingin Muba dikenal dengan tanaman gambirnya,” ungkap Thia mengawali percapakan hari itu. “Selain itu, sudah sejak lama beredar legenda bahwa tanaman gambir di Sumatra Selatan hanya bisa tumbuh di kabupaten Muba, tepatnya di desa Toman. Tanaman gambir tersebut dipercaya akan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat setempat. “Semacam percaya nggak percaya, tapi dari sinilah sebenarnya segalanya bermula,” tambah Thia. 

Getah gambir dikenal sebagai elemen yang esensial untuk farmasi dan kecantikan. Begitupun limbah getahnya ternyata bisa menjadi bahan pewarna alami yang sifatnya sangat kuat, dan menghasilkan warna-warna earth-tone yang cantik, seperti abu-abu, coklat, emas, dan gradasi warna-warna tanah. Dari situlah kemudian Thia mengangkat ide untuk mengawinkan keelokan warna yang dihasilkan oleh limbah getah gambir tersebut dengan karya kerajinan tangan jumputan, yang memang sudah terkenal di Sumatra Selatan, khususnya Palembang. 


Ketelitian, dedikasi, dan ketekunan untuk melahirkan karya-karya canti Gambo Muba

Perlahan tapi pasti, jumputan Gambo Muba mulai bersinar pamornya. Jumputan Palembang yang tadinya lebih terkenal dengan warna-warna kuat menyolok seperti warna fuschia, lime green, ungu, dan orange, kini mengarah ke warna-warna yang lebih earthy dan netral, mengikuti karakter warna yang dihasilkan getah Gambo Muba. Warna-warna alami yang berkesan lebih tenang, membumi, namun sangat elegant. 

“Sebagai ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Muba, cita-cita saya tidak berhenti sampai di situ. Setelah nama Gambo Muda mulai terangkat, saya juga ingin kekayaan daerah ini terlindungi. Salah satunya dengan melakukan proses pematenan, yaitu mematenkan nama Gambo Muba, teknik pewarnaan alaminya pada jumputan, dan juga motif-motifnya,” terang Thia. 

Thia menambahkan, menjadi kebanggaan tersendiri bahwa Gambo Muba ini juga menjadi jawaban atas issue-issue penting internasional. “Melalui Gambo Muba, kami ikut menjaga kelestarian lingkungan. Tidak memakai bahan kimia, dan hanya menggunakan kain dari serat alami. Kami juga meminimalkan limbah dengan memanfaatkan limbah getah gambirnya. Selain itu yang tak kalah penting, kami mempunyai andil dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan. Dimulai dari hanya tujuh penjumput, sekarang telah berkembang menjadi 300 penjumput yang tersebar di tiga desa,” jelas Thia.  


Jumputan Gambo Muba menawarkan warna earth tone yang elegant

Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuat Gambo Muba semakin dikenal, baik di dalam maupun luar negeri. Selain mengikuti berbagai pameran, ajang fashion show terkemuka seperti Jakarta Fashion Week, kabupaten Muba setiap tahunnya juga mengadakan lomba desain jumputan Gambo Muba untuk menghasilkan signature motif tahunan. Bahkan di tahun ini juga, jumputan Gambo Muba berhasil memenangi salah satu tender di sebuah international chain hotel terkemuka di Bali untuk digunakan sebagai furniture interior hotel.  


Gambo Muba di salah satu perhelatan fashion show terkemuka

Disinggung mengenai target pasar dan harga, Thia menyatakan jumputan Gambo Muba menyasar seluruh pencinta kain tradisional Indonesia. Sedangkan untuk range harga diakui cukup lebar, tergantung dari bahan yang dipakai. Harga jumputan Gambo Muba yang menggunakan bahan sutra, dengan bahan berkualitas tinggi dan pengerjaan lebih rumit yang butuh ekstra waktu, bisa mencapai sekitar Rp 1.500.000 untuk selembar kain berukuran 2,5 meter. Sementara untuk bahan yang lebih sederhana, seperti viscose misalnya, harga jumputan Gambo Muba lebih terjangkau sekitar Rp 250.000 per lembarnya.     

Meski saat ini jumputan Gambo Muba sudah dikenal di berbagai kalangan, namun berbagai penelitian dan pengembangan masih terus dilakukan. Bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Institut Teknologi Bandung (IPB), Thia berencana mengembangkan pewarna alami tersebut dalam bentuk powder maupun pasta dalam kemasan sachet, yang diharapkan dapat lebih memudahkan para designer di mana pun untuk mengaplikasikan sendiri pewarnaan dengan menggunakan pewarna Gambo Muba. 


Pemberdayaan wanita Musi Banyuasin sebagai pengrajin jumputan Gambo Muba

“Rasanya tak cukup berhenti dari mimpi mempunyai icon daerah, karena pada kenyataanya Gambo Muba ini mempunyai kontribusi yang significant untuk kabupaten kami. Akhirnya seperti percaya tidak percaya, bahwa kerap kali kisah legenda tidak hanya berhenti sebagai dongeng belaka. Kami warga Muba menyaksikan sendiri bahwa benar tanaman gambir membawa kesejahteraan bagi kami warga Musi Banyuasin, dan kami akan terus mempopulerkan kecantikan jumputan Gambo Muba ke seluruh pencinta kain etnik di Indonesia maupun di luar negeri,” pungkas Thia menutup wawancara dengan OZIP. 

Teks: Katrini Nathisarasia

Photo: Dokumentasi Pribadi Thia Yufada