Hayatul Fikri Aziz, Berdayakan Indonesia dari Pedalaman

Ketiadaan akses listrik dan sinyal membuat banyak siswa di pedalaman Kapuas Hulu, Kalimantan Barat memutuskan untuk putus sekolah. Orang tua yang terkendala dengan biaya sekolah anak, kemampuan siswa yang masih jauh di bawah rata-rata, dan masih banyak problematika lainnya yang ada di sana menggerakkan hati Hayatul Fikri Aziz untuk melakukan program pemberdayaan di pedalaman Indonesia. 

Perjuangan Fikri dimulai sejak 2018, ketika ia harus menjalani program pengabdian dari Beasiswa Bakti Nusa yang diterimanya semasa kuliah. Program ini bertempat di pedalaman Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Dia dan seorang temannya mengabdi selama 45 hari. Dia sangat senang karena masyarakat lokal ingin memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Berbagai program pendidikan, peningkatan literasi, olahraga, kompetisi hingga pembangunan desa dijalankan dengan semangat dan antusias. 

Dari sini Fikri menyadari, jika semua mendapatkan fasilitas pendidikan yang sama, tentu permasalahan-permasalahan yang sering kita temui di daerah terpencil pedalaman perlahan dapat teratasi. “Jika masyarakatnya beradab dan berilmu, tentu daerahnya pun akan maju,” tutur Fikri.

Tumbuh dengan keterbatasan fasilitas di Sumatra Barat dan melihat kondisi pedalaman di Kalimantan, lulusan Sastra Arab dari Universitas Padjadjaran ini merasa terpanggil untuk fokus membantu daerah terpencil di Indonesia. Tepat satu bulan setelah menyelesaikan masa pengabdiannya, pemuda berdarah Minangkabau ini bergabung dengan sebuah lembaga filantropi yang bergerak dalam pemberdayaan daerah pedalaman Indonesia, Insan Bumi Mandiri. 

Seminggu setelah resmi bekerja sebagai Program Development Officer, Fikri langsung ditempatkan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Fikri diberikan kesempatan selama 3 bulan untuk lebih dekat mengenal masyarakat lokal. Ia menceritakan bagaimana dirinya melalui Insan Bumi Mandiri berjuang membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi dengan membuat program, membentuk kelompok pemberdayaan, dan menggerakkan masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi secara finansial dalam membantu terlaksananya proyek-proyek pembangunan disana. 

Hingga saat ini, Fikri bersama Insan Bumi Mandiri telah banyak memberikan bantuan kepada masyarakat di NTT, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan melalui program bantuan kesehatan, beasiswa dan sarana pendidikan, akses air bersih, rumah ibadah yang layak, pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga aktif menggerakkan program pemberdayaan ekonomi melalui tenun dan ternak. Mereka memberdayakan pengrajin tenun dan peternakan sapi dan kambing di 4 kabupaten di NTT, petani perkebunan sawit rakyat di Sumatera Selatan, dan pembuat briket di Sumatera Barat. Totalnya, sudah ada lebih dari 1,500 program sosial yang dilakukan oleh Insan Bumi Mandiri dengan lebih dari 140,000 penerima manfaat dari seluruh Indonesia.

Salah satu program yang paling berkesan bagi saya adalah program Tenun.in di Alor. Fikri bercerita bahwa kelompok ini merupakan kelompok pertama yang dia bina dimana ia ditempatkan selama tiga bulan untuk mendampingi mereka di sana.

“Rasa senang yang saya rasakan ketika membawa mama-mama penenun beberapa kali ke Jakarta untuk mengikuti pameran dan bertemu menteri-menteri. Bagaimana antusiasnya mama-mama penenun melihat gedung-gedung tinggi, merasakan empuknya kasur hotel bintang 5, menjelaskan keindahan kain tenunnya ke pengunjung-pengunjung yang datang, dan menceritakan tentang makna kainnya kepada Ibu Menteri Keuangan Indonesia tanpa rasa canggung dan gentar sedikitpun,” kenang Fikri.

Melalui program ini, mereka tidak perlu lagi repot-repot menjual kain tenunnya ke pasar, sehingga kain buatan para mama bisa terjual cepat. Di tahun 2022, para penenun yang sebelumnya belum berpenghasilan, kini memiliki penghasilan. Sementara yang dulu sudah berpenghasilan, kini penghasilannya meningkat sebanyak 50% per bulan. Hasil menenun inilah yang mereka gunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk biaya sekolah anak hingga perguruan tinggi.

Setelah menelusuri berbagai daerah pedalaman terpencil, melihat langsung realita yang dihadapi masyarakat di sana membuat Fikri sadar ternyata masih banyak hal-hal yang harus dibenahi bersama. 

“Di sisi lain, daerah pedalaman sejatinya memiliki potensi yang besar dalam hal ekonomi, pariwisata dan banyak hal lainnya namun terbentur dengan minimnya fasilitas yang dapat mereka gunakan untuk mengembangkan itu semua, sehingga menyebabkan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan yang terus terjadi. Sayang kalau potensi-potensi baik ini tidak menjadi nilai manfaat bagi mereka langsung. Hal ini lah yang memotivasi saya untuk memfasilitasi terciptanya perubahan disana,” ungkap Fikri.

Wajah bahagia yang dimiliki warga lokal ketika mengalami peningkatan kualitas kehidupan, anak-anak yang bersekolah dengan penuh semangat, dan rasa syukur ketika ada air bersih yang diekspresikan warga membuat Fikri merasa sangat bermakna. 

“Apalagi ketika orang tua dengan mata berkaca-kaca menceritakan, ‘Mas, anak mama sekarang sedang lanjut sekolah di kota, sudah kuliah di sini,’ dan sebagainya. Nampak betul raut bangga di wajahnya. Berharap semoga anak-anak ini kelak bisa bawa banyak perubahan untuk dirinya, keluarganya, kampungnya, bahkan negaranya,” lanjut Fikri.

Tak lupa Fikri menyampaikan apresiasi dengan banyaknya relawan yang secara aktif membantunya di lapangan. Mereka lah yang menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan program. Mereka yang memfasilitasi komunikasi antara Insan Bumi Mandiri dan penerima manfaat. Mereka juga mendampingi implementasi program. Atas semua jasa dan dedikasi para relawan, Fikri menyematkan gelar pahlawan kepada semua relawan. 

Fikri berpesan bahwa sesekali kita dapat melihat lebih jauh ke daerah terpencil pedalaman, melihat kondisi dan keramahan yang mereka miliki. Barangkali ini dapat membangkitkan empati dan motivasi untuk semangat membangun negeri, dengan langkah-langkah kecil yang bisa kita jalani.

Fikri menutup kisahnya dengan, “Ada sebuah kata bijak dari seorang guru. Dia mengatakan bahwa kunci utama kemajuan bangsa adalah pembangunan, kunci utama pembangunan adalah pendidikan. Maju pendidikan, maju pula bangsanya.”

Teks: Siti Mahdaria 

Foto: Hayatul Fikri Aziz