Mencuri Raden Saleh, Tidak Sekadar Mencuri Lukisan

Rilis: 2022

Durasi: 154 menit 

IMDb: 8.1 / 10

Keluar dari genre cliché perfilman Indonesia yang selama ini kerap bermain di ranah horror, komedi, dan romansa, Mencuri Raden Saleh rupanya mampu menjawab bersitan keraguan akan penerimaan film ber-genre heist di Indonesia. Bahkan beberapa sumber melabeli film besutan Angga Dwimas Sasongko ini sebagai film heist pertama di Indonesia.

Tidak kurang dari 2,2 juta “komplotan”, begitulah nama yang dipilih tim Mencuri Raden Saleh bagi para penontonnya, telah bersama-sama melewati roller coaster adrenalin dengan para pencuri muda di film ini. Tentunya ini tidak lepas dari nama-nama besar di dalamnya: Iqbaal Ramadhan, Angga Yunanda, Rachel Amanda, Aghniny Haque, Umay Shahab dan Ari Irham yang memperlihatkan chemistry jempolan yang memang semestinya ada dalam sebuah film heist. Tidak lupa juga, ada peran Angga Dwimas Sasongko yang duduk di bangku sutradara serta para aktor veteran yang telah punya nama di industri perfilman tanah air.

Film ini dimulai dengan satu nama: Piko. Adalah Piko (Iqbaal Ramadhan) seorang mahasiswa seni rupa yang juga menyambi sebagai pemalsu lukisan untuk mengumpulkan uang demi mengeluarkan ayahnya (Dwi Sasono) dari penjara. Tawaran besar datang dari mantan penguasa Indonesia untuk menukar lukisan Maestro Raden Saleh, Penangkapan Pangeran Diponegoro yang tersimpan di Istana Presiden dengan yang palsu. Dengan bantuan sahabatnya, Ucup (Angga Yunanda), terkumpulah grup pencuri amatir yang terdiri dari 6 orang anak muda dengan satu tujuan: mencuri Raden Saleh.  Seperti film lain yang mengusung genre heist, di film ini kita akan menyaksikan bagaimana cara pencuri muda ini menyusun rencana dan mengeksekusinya. Lalu akankah mereka berhasil mencuri Raden Saleh? 

Meski kerap kali mengundang pukau saat saya menikmati adegan demi adegan yang dipertontonkan 6 pencuri amatir ini, Mencuri Raden Saleh yang nampaknya seperti tanpa cela ini tetap menyisakan beberapa tanda tanya serta cliffhanger dalam cerita yang mungkin saja adalah easter egg yang diberikan sang sutradara untuk menuntun penonton pada lanjutan film ini yang patut dinantikan bersama. 

Dengan durasi lebih kurang 154 menit, penonton akan dibuat tercengang dengan lapis demi lapis plot twist di sepanjang cerita. Tentu tidak mudah mengemas film dengan durasi sepanjang ini dan “memaksa” penonton untuk tetap duduk sampai credit scene muncul di layar. Namun, Mencuri Raden Saleh nampaknya sukses menyihir penonton untuk tidak melepaskan mata dari layar di depannya. 

Dilabeli dengan genre aksi, Mencuri Raden Saleh tidak serta merta hanya tentang kejar-kejaran atau berantem. Lebih dari itu, selipan-selipan komedi dan romantisme tipis-tipis membuat film ini berasa “hidangan” utuh yang mengenyangkan. Entah mengapa, film ini sedikit mengingatkan akan film-film Korea yang mengedepankan rasa humanis dan manusiawi.  Tidak heran jika film ini layak tonton lebih dari satu kali. Meski telah banyak film ber-genre serupa dengan nama-nama besarnya, Mencuri Raden Saleh rupanya mampu menyuntikkan rasa “Indonesia” di dalam film ini yang membuatnya berbeda. Misalnya dari beladiri silat yang diperlihatkan Sarah (Aghniny Haque) saat adegan aksi.

Bagi seorang yang bukan penikmat seni lukis, film ini akan membawa kita menyelami alam pikiran dari seorang Raden Saleh dalam salah satu lukisan paling fenomenalnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro. Dalam lukisannya, kita bisa melihat sisi lain dari perjuangan kemerdekaan dengan “senjata” berupa cat, kuas, dan kanvas. Dengan semua kelebihan dan kekurangannya, film Mencuri Raden Saleh pada akhirnya tidak hanya mencuri lukisan, namun juga mencuri hati para “komplotan”. Rasanya tidak terlalu berlebihan jika skor 9,2 diberikan untuk film seapik Mencuri Raden Saleh

Penulis: Mutia Putri

Foto: Berbagai Sumber