Ambon manise!
Slogan khas Maluku tersebut tentu sudah tak asing lagi bagi kita. Maluku memang sudah sangat terkenal jauh sebelum Perang Dunia kedua. Maluku sudah menjadi sumber utama rempah-rempah kualitas tinggi sejak masa Dinasti Ming (abad ke-3) hingga Dinasti Tang (abad ke-7) di Cina. Berabad-abad kemudian, Maluku terus saja menarik kedatangan bangsa lainnya seperti Arab, Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris hingga Jepang yang kemudian berusaha untuk menguasai pulau yang luar biasa indah ini.
Hubungan sejarah Maluku yang paling erat adalah dengan Belanda. Hingga kini masih banyak warga Maluku yang fasih berbahasa Belanda dan memiliki ikatan kekerabatan hingga ke Negeri Kincir Angin tersebut. Beberapa pemain sepakbola nasional De Oranje, Belanda, pun bahkan berdarah Maluku! Lima di antaranya pernah mewakili tim De Oranje di Piala Dunia, seperti Giovanni van Bronchorst (Sapulete), Nigel De Jong, Izaak Pattiwael, Hans Taihitu, dan Frans Hukom. Mereka kini dianggap sebagai pahlawan sebagaimana pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu yang juga lahir di Maluku, seperti Martha Christina Tiahahu maupun Pattimura.
Dalam konteks kepariwisataan, daya tarik utama Maluku pada top of mind publik adalah keindahan alam pantainya. Beberapa traveler internasional bahkan memberi julukan “Paradise of Far East Indonesia” bagi Maluku. Sebutan yang tepat, karena setiap tahun terdapat Festival Darwin-Ambon atau dikenal sebagai Sail Maluku digelar di sini. Sail Maluku merupakan ajang berkumpulnya kapal pesiar dan yacht race dari berbagai negara selama Juli-Agustus di Pantai Amahusu. Tak hanya itu, dalam calendar of events (CoE) Kementerian Pariwisata RI yang termasuk dalam 100 Wonderful Events of Indonesia, terdapat dua lagi agenda festival skala internasional yakni Festival Teluk Ambon pada 23-25 Agustus dan Festival Budaya Banda Neira setiap 7-14 November.
Melalui daya tarik festival, pariwisata budaya dapat memicu pengenalan secara lebih luas terhadap daya tarik wisata alam dan sejarah. Misalnya Pantai Ora di Seram Utara; Pulau Molana di Saparua Maluku Tengah dengan koral dan terumbu karangnya; Pantai Ngurbloat, Maluku Tenggara dengan pasir putihnya yang terkenal selembut sutera; Goa Hawang di Kei Kecil Maluku Tenggara; hingga berbagai air terjun yang ada. Terdapat pula peninggalan fisik masa lalu seperti Mesjid Wapawue yang dibangun pada tahun 1414, Benteng Belgica di Banda Neira, Museum World War II di Morotai ataupun gereja-gereja tua yang dibangun di antara abad ke-15 hingga ke-16.
Selain keindahan alamnya, Maluku juga dipenuhi orang-orang bertalenta suara emas. Bila berjalan ke berbagai kota, nyanyian yang berasal dari suara-suara merdu (bukan rekaman radio, lho), terdengar dari rumah-rumah, café-café maupun warung-warung kopi yang bertebaran sepanjang jalan. Apalagi kulinernya, enak-enak! Sajian olahan segar hasil laut yang dikombinasikan dengan rempah-rempah lokal seperti Ikan Kuah Pala Banda dilengkapi Nasi Lapola atau Sagu Woku Komo-Komo, Ikan Komu Asar dengan Sambal Colo-Colo yang super pedas, sayur Kohu-Kohu dengan kasbi (singkong) rebus, dan tentu saja Papeda (bubur sagu).
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo ke Maluku, in our Wonderful Indonesia.
Teks: Rio S. Migang (rio@eco-plan.com.au)
Foto: Istimewa (berbagai sumber)