Kehangatan Bali dalam Hari Raya Kuningan di Melbourne

Sabtu pagi, terdengar gema gamelan dari Northcote Uniting Church – Chalice, Melbourne. Aroma dupa juga tercium di tengah keramaian pengunjung yang sejak pagi terus berdatangan.

Mereka adalah umat Hindu Bali di Melbourne yang hendak mengikuti perayaan Hari Raya Kuningan, penutup dari perayaan Hari Raya Galungan, pada hari Sabtu (12/8/2023). Hari Raya Kuningan dan Galungan adalah perayaan penting dalam budaya Bali yang menghormati leluhur dan dewa-dewi. Namun, ada juga masyarakat umum yang datang untuk ikut merasakan atmosfer perayaan yang berlangsung. 

Total ada sekitar 400 orang yang hadir dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal itu disampaikan ketua penyelenggara perayaan Eka Poedijono. Menurutnya, jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari ekspektasi pihak penyelenggara yang hanya berkisar 150 – 200 orang.

“Jumlahnya bisa meningkat karena kami posting ke media sosial juga, termasuk di website kami untuk mendaftar. Saat pendaftaran lah kami lihat jumlah semakin banyak,” jelas Eka.

Eka melanjutkan, jumlah masyarakat Bali di Melbourne memang mengalami peningkatan. Selain mereka yang telah menetap di Melbourne, Hari Raya Kuningan biasa dihadiri oleh mahasiswa asal Bali. Dalam pelaksanaan kali ini, Eka mengatakan ada peningkatan dari jumlah orang Bali yang memegang Work Holiday Visa (WHV).

Hari Raya Kuningan di Melbourne dimulai dengan sembahyang yang ditandai dengan persiapan sesajen berisi ajengan (nasi) berwarna kuning sebagai simbol kemakmuran. Di tengah suasana dingin kota Melbourne pagi itu, suasana sembahyang berlangsung hikmat.

Setelahnya, berlangsung kegiatan makan bersama yang tentunya didominasi kuliner khas Bali. Sejumlah hidangan seperti babi bumbu genep, sayur plecing, ayam bumbu merah, dan telor pindang disajikan untuk seluruh peserta yang hadir.

“Intinya memberi kembali ke komunitas. Tat twam asi, mengedepankan cinta dan kasih sayang,” ujar Eka.

Memasuki siang hari, pagelaran kesenian berlangsung. Kegiatan berisikan penampilan tari daerah, pertunjukan tari barong, hingga permainan gamelan. Pesertanya pun beragam; misalnya untuk gamelan, sejumlah anak-anak menampilkan kepiawaian mereka dalam bermain alat musik tersebut.

“Mereka adalah anak-anak warga Bali yang tinggal di sini, termasuk yang telah menikah dengan warga Australia.”

Pelaksanaan Hari Raya Kuningan tahun ini turut didukung oleh pemerintah Australia, khususnya State of Victoria. Eka mengatakan pihaknya mendapat dana AUD 2000 dari pemerintah Victoria untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Meski ini bukan kegiatan pertama, Eka mengatakan ini pertama kali pihaknya mendapat bantuan dari pemerintah Australia.

Hari Raya Kuningan, disampaikan Eka, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap budaya Bali itu sendiri, termasuk agama, adat istiadat, serta maknanya. Hal ini menjadi penting, mengingat masyarakat Hindu Bali yang mengikuti acara tersebut jauh dari kampung halaman.

“Intinya orang Bali mencari keseimbangan dalam kehidupannya. Ada baik dan buruk, lalu bagaimana menyeimbangkan itu dalam sifat manusia,” cerita Eka.

Hari Raya Kuningan biasanya dirayakan oleh Eka dan rekan-rekan dua kali setahun di berbagai lokasi yang sering berubah. Masyarakat Bali yang menetap di Melbourne, menurut Eka, tinggal di lokasi yang terpisah-pisah. Maka dari itu, pelaksanaan Hari Raya Kuningan juga menyesuaikan faktor tersebut, termasuk kesiapan di lokasi yang akan dituju.

Terlepas dari lokasi berlangsungnya Hari Raya Kuningan, Eka mengatakan tujuannya akan tetap sama. Selama 10 hari setelah Hari Raya Galungan hingga Hari Raya Kuningan, dewa-dewi dipercaya turun ke bumi.

“(Galungan) Merayakan kemenangan good over evil. Selama 10 hari, (dewa-dewi turun ke bumi) untuk memberi anugerah kepada manusia,” tutup Eka.

Teks dan foto: Rivi Satrianegara