Kondisi pembelajaran yang tidak menentu akibat dari pandemik COVID-19 telah banyak membuat anak–anak di seluruh dunia mengalami masalah dalam menyerap materi yang diajarkan di sekolah.
Keterbatasan dalam beraktivitas maupun berinteraksi dengan teman sebayanya membuat mereka kemudian merasa jenuh atau bahkan terisolasi. Penangguhan pembelajaran tatap muka di sekolah juga menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas pengetahuan kognitif dan non-kognitif yang dimiliki pribadi siswa. Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya maupun berkonsultasi dengan guru, hingga gangguan kelancaran internet. Selain itu, proses pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh guru belum menemukan format yang tepat di banyak sekolah sehingga efektivitasnya masih sering dipertanyakan.
Secara singkat, orangtua berperan sebagai guru yang mengajarkan materi-materi kurikulum hingga menyelesaikan tugas sekolah. Hal ini menjadi sesuatu yang lumrah ketika orangtua mengeluh berperan sebagai guru dirumah karena mengalami banyak kesulitan Di lain sisi, pihak sekolah pun merasakan kesulitan dengan keterbatasan dalam memberikan materi ajar kepada siswa. Jam belajar mengajar berkurang, materi pelajaran tidak tersampaikan dengan baik, dan sulitnya mengajar materi yang bersifat praktikum, sehingga hal ini menimbulkan rasa was-was di kalangan pelaku dan pengamat pendidikan.
Dilihat dari konsep learning loss yang dipakai di Indonesia dan di luar negeri, terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan. Di Indonesia, konsep learning loss hanya dipahami sebagai bentuk penurunan daya kemampuan siswa akibat adanya pandemi COVID-19. Sedangkan di luar negeri, konsep learning loss ini ditandai dengan kondisi menurunnya atau hilangnya pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan oleh kekurangan atau terputusnya pendidikan secara berkelanjutan.
Dari permasalahan learning loss ini, hal yang mengkhawatirkan adalah siswa akan mengalami kesulitan belajar setelah masa pandemi COVID-19 usai. Jika kualitas siswa terus menurun, nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan secara jangka panjang dan persiapan akan dunia kerja. Sebuah riset dari peneliti pendidikan Kaffenberger pada tahun 2020 mengemukakan jika sekolah diliburkan selama 3 bulan saja siswa diprediksi akan kehilangan pembelajaran juga selama 3 bulan.
Jika kita melihat lebih lanjut, konsep learning loss ini bukan hanya terfokus pada unsur teknologi informasi, melainkan dibutuhkannya penataan ulang kurikulum yang selaras dengan kondisi pada saat ini. Sekolah juga seharusnya lebih membuat siswa lebih siap menghadapi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan alih-alih hanya mengejar target tugas dan nilai.
Teks: Destari Puspa Pertiwi
Foto: ExcelinEd