Vivo, Film Animasi Musikal Kurang Bumbu, Namun Tetap Nikmat

Sony Animation Pictures menyuguhkan sajian Vivo dalam khazanah perfilman animasi musikal-nya yang pertama pada tanggal 6 Agustus 2021 lalu. Vivo yang dikemas menarik secara tampilan, terlihat begitu menjanjikan di awal. Ekspektasi tinggi terhadap film ini dibangun sejak trailer-nya diluncurkan. Terlebih lagi, Vivo merupakan karya dari Lin-Manuel Miranda yang membawa drama Broadway seperti In The Heights dan Hamilton ke dalam film musikal. 

Namun demikian, ibarat makanan, Vivo bisa dibilang kurang bumbu dari segi storyline dan lagu pamungkas yang digadang-gadang akan istimewa. Namun ternyata tidak lebih manis dari lagu-lagu yang dihadirkan sepanjang film yang menghadirkan sedikit rasa kekecewaan di akhir. 

Kisah ini dimulai dengan seekor kinkajou bernama Vivo (Lin-Manuel Miranda) yang “diadopsi” oleh Andrés (Juan de Marcos González), seorang musisi jalanan di Havana, Kuba. Hidup tenang mereka sebagai musisi jalanan di kota di Havana harus berakhir dengan kedatangan surat dari “kawan” lama Andrés, Marta Sandoval (Gloria Estefan) yang menginginkan Andrés untuk terbang ke Miami menyaksikan konser terakhirnya. Momen ini hendak digunakan Andrés untuk menyerahkan lagu buatannya yang berisikan ungkapan cinta pada Marta.

Namun, di hari keberangkatan mereka ke Miami, Vivo harus menelan kenyataan pahit bahwa Andrés telah berpulang. Pertemuan Vivo dengan Gabi (Ynairaly Simo) di hari peringatan kematian Andrés, membawanya pada petualangan mencari Marta untuk mengantarkan lagu terakhir Andrés untuknya. 

Racikan sutradara Kirk DeMicco dan Brandon Jeffrods ini rupanya mungkin kurang diperuntukkan bagi penikmat dewasa dengan garis cerita yang sederhana. Meski demikian, sedikit tanggung jika menasbihkan Vivo yang lebih diperuntukkan bagi penonton cilik dengan muatan romansa orang dewasa sebagai jantung dari cerita.  

Selain itu, Vivo mungkin ingin mendisplay beberapa genre musik dalam filmnya, namun dengan kurangnya perkembangan karakter Gabi, membuat seolah film ini tidak memiliki identitas musik. Kendati begitu, lagu-lagu di film ini cukup ear-catching dan asyik untuk didengarkan. 

Terlepas dari kekurangan di atas, permainan perpindahan tone warna menjadi kekuatan Vivo. Kita dapat menikmati kontras warna di tiap perubahan latar dari tone yang hangat di Havana, Florida yang colorful, sampai ke hutan di Everglades yang sendu dan misterius. 

Meski kurang bumbu, Vivo tetaplah sajian ringan yang lezat untuk dinikmati bersama keluarga. 

Rating: 6.5/10

Teks: Mutia Putri

Foto: IMDb