Tea Ceremony di Tengah Perkebunan Teh Hijau

Salah satu aktivitas paling menarik saat berkunjung ke Kyoto adalah mengikuti sebuah tea ceremony. Namun karena banyaknya peminat kegiatan ini, penulis tidak sempat mengikutinya saat berkunjung ke Kyoto tahun lalu. Beruntung tahun ini saat sedang berada di D:matcha Kyoto, salah seorang staf lulusan sekolah chado mempersembahkan gelaran tea ceremony untuk peserta magang D:matcha yang berasal dari California dan Singapura.

“Saat pekerja magang datang membantu kami di D:matcha, aku terkadang melakukan upacara minum teh dengan menyajikan koicha (teh kental). Inilah saatnya saya mengenakan kimono dan menyajikan teh untuk para tamu,” ungkap Seiya A. Hiromoto, host (tuan rumah) tea ceremony.

Lahir di Amerika, Hiromoto bermimpi untuk tinggal di Jepang sejak kecil. Ketika dia lulus SMA, dia bersekolah di sekolah profesional untuk chado (way of tea) di Kyoto selama tiga tahun dan menerima gelar profesional pada usia 22 tahun. Dia biasanya menikmati membuat teh hijau matcha untuk orang-orang dan kerap bepergian membawa set matcha miliknya.

Rangkaian upacara minum teh Jepang meliputi mempersiapkan, menyajikan, dan meminum teh dengan cara seremonial yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan, fokus, dan harmoni. Tehnya sendiri merupakan teh hijau (tencha) bubuk yang disebut matcha.

Tujuan dari upacara minum teh Jepang adalah untuk menciptakan ikatan antara tuan rumah dan tamu, serta mendapatkan kedamaian batin. Upacara minum teh sangat penting dalam budaya Jepang karena dulunya hanya dilakukan oleh biksu zen tingkat atas dan panglima perang bangsawan.

Upacara minum teh juga merupakan aktivitas budaya penting yang menggabungkan keheningan, rasa hormat, dan pemurnian simbolis. Meskipun saat ini sebagian orang Jepang melakukan upacara minum teh hanya sebagai hobi, sebagian besar orang menganggapnya sebagai bentuk seni tradisional dengan sebutan ‘seni minum teh’. Seseorang mungkin harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempraktikkan bentuk ini sebelum mencapai titik di mana dia dapat melakukan setiap langkah dengan tepat.

Hiromoto-san menjelaskan bahwa koicha adalah matcha thick tea yang dikenal sebagai hidangan utama untuk upacara minum teh. Penggunaan bubuk matcha yang banyak dan air yang sedikit membuat koicha mampak sangat kental seperti pasta. Warnanya juga sangat hijau pekat. Oleh karena itu, perlu dipilih matcha yang memiliki rasa umami tinggi dan tidak pahit dalam pembuatan koicha. Biasanya varietas budidaya atau kultivar matcha yang digunakan adalah Ujihikari atau Gokou. Penikmat tea ceremony menyukai kekayaan rasa dan manis alami dalam koicha.

Hiromoto-san juga menjelaskan bahwa ada banyak langkah yang ditentukan secara berurutan dan alasan untuk setiap prosedur dan peralatan dalam tea ceremony. Host biasanya mencoba menampilkan peralatan terbaik tergantung musim sehingga para tamu dapat menikmati suasana minum teh terbaik. Beberapa orang yang mempelajari upacara minum teh tertarik dengan tata cara tuan rumah yang sangat rapi.

Tata cara meminum koicha sangat unik dimana seluruh tamu tea ceremony akan berbagi koicha dengan satu mangkuk teh yang sama. “Tidak masalah apakah Anda seorang samurai atau anak-anak. Kita semua setara di ruang teh yang sama. Ruang tikar tatami dengan semua orang setara dengan gaya yang sama seperti abad ke-16,” jelas Hiromoto. Nilai kesetaraan inilah yang ingin diajarkan lewat upacara minum teh.

Pada dasarnya, upacara minum teh asli menggunakan arang untuk merebus ketel dan ada banyak peralatan yang diperlukan untuk upacara minum teh biasa. Namun, sangat sulit untuk mengumpulkan peralatan dan arang untuk upacara tersebut. Anda tetap bisa menikmati teh dengan peralatan yang sedikit; yang Anda perlukan hanyalah teh, air panas, matcha, pengocok teh, dan energi positif agar tamu dapat menikmati matcha yang dihidangkan.

Setelah menikmati koicha, Tuan Rumah akan mempersilakan tamu untuk menikmati wagashi, kue tadisional Jepang, sementara ia lanjut membuat usucha (thin tea).

Ini adalah pengalaman yang sangat menarik. Sebuah kebetulan yang sangat penulis syukuri karena selain bisa hadir ke upacara minum teh secara gratis, penulis juga bisa menikmati pemandangan perkebunan teh hijau Jepang yang cantik dimana barisan pohon teh berjajar rapi.

Teks: Siti Mahdaria dan Seiya A. Hiromoto

Foto: Siti Mahdaria