Apa yang ada di dalam benak kita ketika mendengar kata “sempurna”? Diantara banyaknya makna yang terbayangkan, tentu beberapa diantaranya mencakup wujud sebuah hasil yang paripurna, tanpa cacat, indah, utuh dan lengkap – beragam kata-kata positif lain yang berfokus kepada karya, kondisi dan keadaan yang memuaskan hati. Intinya, kata sempurna adalah wujud paling tinggi dari tercapainya sebuah harapan.
Ambil contoh sebuah pemandangan. Pemandangan hanya dapat dikatakan sempurna bila dapat mengundang decak kagum bagi siapa pun yang memandang dan menikmatinya. Namun, jika ada sesuatu yang tidak selaras dengan kesempurnaan ini, maka secara keseluruhan, nilai kesempurnaan pemandangan tersebut pun berkurang. Hal ini juga mengandung makna bahwa kesempurnaan itu tidak mutlak dan pasti wujudnya. Kesempurnaan pun menjadi sesuatu yang nisbi, yakni bergantung kepada sesiapa yang melihat atau menilainya. Oleh karena itu, sudut pandang pemikiran seseorang sangat menentukan derajat kesempurnaan suatu hal.
Ada sebuah kisah yang barangkali bisa kita jadikan renungan bersama:
Alkisah ada seorang pedagang batu perhiasan yang sangat ternama. Ia dikenal sebagai seorang yang ahli dalam menilai kualitas batu permata dan batu-batu perhiasan terbaik di dunia. Namanya yang tersohor dan keahliannya yang langka pun menangkap perhatian seorang raja yang sangat kaya. Konon, sang raja terkenal selalu memiliki aneka macam jenis batu dan perhiasan yang amat sangat langka. Koleksi permatanya selalu mengundang decak kagum bagi siapa saja yang melihatnya. Oleh karena itu, sang raja menjadi sombong dengan semua kekayaan yang dimilikinya.
Mendengar keahlian si pedagang, dia pun dipanggil menghadap sang raja. Selain ingin menyombongkan koleksi batu dan perhiasan yang dimilikinya, sang raja juga ingin menguji kemampuan si pedagang dalam menilai batu-batu miliknya.
Singkat kisah, si pedagang pun kemudian menghadap sang raja.
“Aku dengar kau dikenal sebagai ahli bebatuan terbaik. Aku ingin kau menilai dan memilih batu mana yang paling sempurna dari semua koleksiku. Batu itu akan aku berikan pada putra mahkotaku kelak ketika aku turun dari tahtaku,” seru sang raja.
Mendengar perintah itu, si pedagang batu segera melihat semua koleksi batu sang raja. Satu minggu pun berlalu dan dia pun melaporkan hasil penilaiannya kepada sang raja. “Hamba sudah melihat semua koleksi batu tuan. Tetapi maaf, hamba tidak menemukan satu pun batu yang sempurna diantara koleksi batu dan perhiasan yang tuan miliki.”
Raja pun tersinggung. “Semua batuku adalah batu paling bagus dan paling sempurna. Tak ada orang yang berani membantah keindahan semua koleksiku. Beraninya kamu mengatakan tak ada batu yang sempurna di antara semua batu-batu terbaik milikku!”
“Ampun, tuanku. Hamba hanya seorang pedagang batu yang mengutarakan hasil pengamatan sesuai dengan tugas yang tuan berikan. Namun, seperti yang hamba katakan, tidak ada batu sempurna yang pantas tuan wariskan kepada putra mahkota. Sebab, kesempurnaan itu tidak akan ada artinya jika hanya berbentuk kemewahan sebuah batu. Kesempurnaan yang sejati adalah perhatian dan keikhlasan tuan dalam mewariskan tahta untuk kepentingan rakyat. Inilah yang justru akan membuat batu apa pun yang dipilih untuk diwariskan menjadi sebuah batu yang sungguh sempurna.”
Sang raja tercengang dengan ucapan tulus dan penjelasan si pedagang batu. Dirinya kini sadar bahwa batu-batu sempurna yang dimilikinya tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kesempurnaan dalam memberikan perhatian terbaik kepada putra dan rakyatnya.
Pembaca OZIP yang bijaksana,
Kesempurnaan sesuatu sangatlah relatif. Namun terkadang, yang justru seringkali tidak kita sadari adalah bahwa ketika kita mengejar kesempurnaan, kita mungkin turut meninggalkan sesuatu yang penting bagi diri kita. Demi mengejar kesempurnaan berupa jabatan, kedudukan, harta, hingga aneka kepuasan “semu” lainnya, kita mengorbankan apa yang sudah dimiliki sebelumnya. Padahal, dengan sekadar bersyukur, sejatinya kesempurnaan itu sudah ada di depan mata.
Hal ini tidak berarti bahwa perjuangan diri untuk menjadi lebih baik merupakan sesuatu yang salah. Perkembangan diri tentu menjadi faktor penting dalam meningkatkan potensial diri sendiri.
Namun, kesempurnaan hanyalah merupakan bagian dari apa yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan. Dan, karena sifatnya yang sangat relatif, kesempurnaan lebih merupakan sebuah “kependekan” dari “sebuah perjalanan menuju paripurna”. Kita semua akan selalu mendaki bukit pencapaian dalam hidup. Setelah kita telah mendaki puncak paripurna yang satu, kita pun akan berlanjut ke puncak berikutnya. Di sinilah nilai “kesempurnaan” seseorang akan terwujud – ketika dia mau untuk terus berjuang, berkarya, dan berupaya. Oleh karena itu, “tugas” sesungguhnya seorang manusia, sebagaimana diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, adalah untuk membawa kesempurnaan dan kebaikan bagi alam semesta.