Pada hari Senin (26/06), OZIP ngobrol dengan pendiri Sole Family, Robert Epstone. Sole Family adalah sebuah yayasan di Bali yang membantu dan merawat kaum terlantar melalui program outreach. Yayasan ini melakukan intervensi medis, bantuan pangan, dan pendidikan untuk membantu orang-orang dari segala usia. Sole Family membantu warga paling rentan di pulau Bali dengan menolong anak-anak, orang-orang dengan disabilitas, dan orang-orang dengan penyakit langka.
Dalam wawancara ini, Robert mengisahkan sejarah Sole Family termasuk asal-muasal dan motivasinya mendirikan yayasan tersebut.
Apa yang mendorong Robert untuk berpindah ke Bali?
Sebelum saya pindah ke Bali, saya tinggal di Shanghai untuk 10 tahun dengan istri saya. Saya bekerja di usaha pabrik baju. Kami diundang ke Bali untuk pernikahan putri salah satu teman kami, dan ketika kami sampai di sini saya berpikir ‘Wow, tempat ini adalah tempat terindah yang pernah saya kunjungi. Nanti ketika saya mencapai usia 60 tahun dan pensiun, saya akan tinggal di sini dan menghabiskan hari-hari terakhir saya di sini.’ Dan itulah persis apa yang terjadi.
Saya tidak pernah mempunyai tujuan untuk mendirikan sebuah yayasan. Itu terjadi begitu saja. Itu terjadi karena saya bertemu dengan Sarah. Kami merawat satu anak, dua anak, kemudian 10, kemudian 20, dan seterusnya. Pekerjaan kami hanya bertumbuh terus, begitu saja. Itulah awal cerita Sole Family.
Bisakah Robert menceritakan bagaimana ide untuk Sole Family diciptakan?
Saya mendirikan Yayasan Solemen Indonesia (nama asli Sole Family) pada tahun 2010. Intinya, pada waktu itu saya ingin berkontribusi ke komunitas sekitar saya dengan mendirikan sebuah yayasan. Dulu saya belum tahu pasti apa yang akan kami danai, apa yang akan kami lakukan. Pada waktu itu saya khawatir karena 75% panti asuhan di Bali diduga sebagai bisnis ilegal dan aku mau mencari cara untuk meningkatkan kredibilitas saya sendiri. Jadi, saya memilih untuk berjalan tanpa sepatu di Bali selama 29 hari sampai saya mengumpulkan dana sebanyak $1 juta untuk orang-orang miskin di Bali.
Kami mencapai tujuan ini delapan tahun lalu. Setelah saya mendapatkan sepatu saya kembali, saya berkenalan dengan Sarah Chapman. Dulu, Sarah naik sepeda motor enam jam per hari, tiga kali seminggu untuk merawat Ani, seorang anak perempuan berusia delapan tahun dengan berat badan enam kilogram. Kami merawatnya, membawanya ke rumah sakit. Ani adalah anak pertama yang kami rawat.
Selama 12 tahun dari titik itu, Sarah menjalankan program outreach di mana kami mempunyai beberapa dokter, suster, dan relawan yang mengunjungi daerah-daerah Bali setiap hari, dan yang sekarang merawat 800 keluarga, kira-kira 8000 orang. Kami merawat orang-orang yang mempunyai disabilitas mental dan fisik. Inilah kegiatan kami.
Sole Family sudah bertumbuh secara organik dan karena kami telah mencapai tahun ke-12 kami, saya berpikir: “Kita harus mengganti nama kita dari Solemen”. Karena ketika saya memulai yayasan ini untuk pertama kali, I was the sole man. Sekarang kami bekerja dengan 15 orang lain, dan kami telah menjadi sebuah Sole Family. Jadi, kami mengganti nama ‘Solemen’ dengan ‘Sole Family’. Dan kami merawat keluarga-keluarga, bukan hanya orang-orang individu.
Menurut Robert, seberapa pentingnya memiliki orang-orang Indonesia atau orang-orang Bali sebagai relawan Sole Family?
Pertanyaan menarik, karena kami tidak hanya mengganti nama kami tapi kami telah membangun sebuah yayasan baru dengan panitia yang 100% Indonesian. Saya bukan anggota panitia, dan juga tidak ada orang asing di dalam panitia itu. Dan presiden kami adalah seorang pengacara Indonesia yang terkenal. Jadi sekarang kami sangat berdedikasi sebagai yayasan yang 100% Indonesian.
Apa yang memicu Sole Family untuk menjadi 100% Indonesia?
Kami memutuskan untuk tidak hanya mengganti nama kami tapi juga untuk memulai yayasan baru. Kami tahu untuk melakukan itu kami harus menggantikan orang-orang asing yang di dalam panitia Sole Family. Lebih baik jika kami dianggap a fully Indonesian charity.
We’re still the same people. Kami masih memiliki orang yang sama seperti sebelumnya di dalam tim outreach kami, yang dari awal terdiri dari hanya orang-orang Indonesia. Jadi tidak ada apa pun yang telah berganti. Tidak ada apa pun yang berubah dalam cara program outreach kami dilaksanakan, hanya perubahan dalam struktur kami dan nama kami.
Program-program apa saja yang dilakukan oleh Sole Family untuk keluarga anak-anak yang dirawat oleh Sole Family?
Setelah beberapa lama, kami mengenal keluarga anak-anak itu dengan sangat baik. Kami mempunyai fun days setiap bulan di mana kami mengundang 40-50 orang dimana anak-anak yang mempunyai penyakit kulit bisa berkenalan dengan anak-anak lain yang mempunyai penyakit yang sama. Jadi mereka bisa tahu bahwa mereka tidak sendiri dan bisa bertemu dengan keluarga-keluarga lain yang, sebelum itu, yang tidak pernah mereka ketahui.
Kami juga telah membangun sebuah gedung di Kuta dengan 10 kamar untuk orang-orang yang akan dikirim ke rumah sakit untuk operasi. Mereka akan tinggal dengan kami untuk kira-kira tiga hari sebelum dan sesudah mereka ke rumah sakit. Karena kalau mereka langsung pulang ke desa, mereka akan sakit kembali. Makanya, kami bisa menyediakan 90 porsi makanan per hari ketika kapasitas gedungnya penuh.
***
Ketika ditanya apa tantangan terbesar yang dihadapi oleh Sole Family, Robert menjawab ‘Fundraising.’ Yayasan itu menghabiskan uang sebesar $7,000 untuk obat-obat. ‘If we can’t continue to raise money for medicine, milk, people’s lives are at risk,’ ujar Robert.
Pada tahun 2021, individual donations (donasi individu) merupakan 45% sumber pendanaan Yayasan Sole Family. Mereka juga mengandalkan investor-investor asing, terlebih dari Australia. Akan tetapi, meskipun kebanyakan investor Sole Family adalah orang Australia, mereka mendapatkan hanya sedikit donasi, pendanaan, dan sponsor dari diaspora Indonesia di Australia.
Karena itulah Sole Family ingin memperkenalkan diri kepada diaspora Indonesia dan meminta bantuan dari orang-orang Indonesia di Melbourne untuk mendukung yayasan mereka, supaya Sole Family bisa meneruskan pekerjaannya di tanah air.
Informasi lanjut dapat ditemukan di situs Sole Family, termasuk bagaimana Anda bisa membuat donasi:
Teks: Victoria Winata dan Robert Epstone
Foto: Berbagai sumber