Tahun 2021 menandakan pertama kalinya Indonesian Satay Festival diselenggarakan secara virtual. Lebih tepatnya, melalui Zoom pada hari Sabtu (20/3/2021). Kendati demikian, acara yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Warga Indonesia di Victoria (PERWIRA Inc.) ini tetap sarat hiburan yang mampu mengobati rasa rindu hadirin terhadap festival sate yang sesungguhnya.
Diadakan bertepatan dengan International Day of Happiness, festival ini dimeriahkan lebih dari 20 penampilan yang tidak hanya mewakili budaya Indonesia, tapi juga budaya mancanegara seperti India, Malaysia, Botswana, dan Kamboja. Selain tari-tarian dan persembahan lagu, Indonesian Satay Festival juga menghadirkan demo masak, lokakarya, dan deklamasi puisi, semuanya disajikan live secara virtual.
Dari segi tari tradisional, ada Suka Arsini yang mempersembahkan joged bumbung dari Buleleng, Bali dan Safira Aulia dari Sanggar Sang Penari Indonesia (SSPI) yang mempersembahkan tarian mangastuti. Menurut Safira, tarian mangastuti yang ia tampilkan merupakan sebuah tarian kreasi baru yang memadukan gaya tarian Jogja dan Sunda. Tidak lupa juga Sanggar Widya Luvtari yang ikut mempersembahkan tarian asal Betawi.
Penampilan budaya mancanegara di festival virtual juga tidak hanya sebatas tari-tarian saja, tapi juga penampilan lagu. Ada persembahan lagu Mandarin dari Adelina Vanderzee dan lagu anak-anak Spanyol persembahan Elena Gonzalez dari Argentina yang turut meramaikan acara bersama tarian mancanegara seperti joged pahang asal Malaysia persembahan Panja Ravendra. Berbagai masalah teknis akibat pelaksanaan virtual tidak jadi masalah bagi warna-warni budaya mancanegara yang berkibar dalam festival ini.
Musik gamelan juga menjadi salah satu daya tarik dari rangkaian penampilan di Indonesian Satay Festival ini. Terdapat dua penampilan gamelan dalam festival ini, yaitu dari Ilona Wright berserta rekan-rekannya dari Melbourne Community Gamelan yang membawakan instrumental gamelan solo dan Mahendra Bali Gamelan yang membawakan tiga lagu gamelan mengiringi tarian rejang renteng dan topeng keras asal Bali. Meskipun semua penampilan bersifat virtual, dentingan harmonis setiap penampilan gamelan tetap terdengar jelas dan merdu.
Hadir dalam festival untuk memberikan sambutan adalah Acting Konsul Jenderal Melbourne Muniroh Rahim. ““Senang rasanya melihat banyaknya energi positif dalam komunitas Indonesia,” kata ibu Muniroh. “Ini menunjukkan semangat kita untuk saling terhubung satu sama lain dan merayakan multikulturalisme.”
Penampilan seni dalam Indonesian Satay Festival juga datang dalam bentuk deklamasi puisi oleh berbagai komunitas pencinta puisi di Victoria. Ada Stephen Yin yang membacakan “Menukar Rindu” karya Annisa Savitri dan Santi Whiteside yang membacakan “Karena Ayahku” karya Inayah Wahid. Jembatan Poetry Society juga hadir dalam festival virtual ini, dimana para anggotanya membacakan puisi sarat makna karya mereka masing-masing. Seperti misalnya Bela Kusumah dengan “Kalau Aku Diam” karyanya dan Kopong Hilarius dengan puisinya yang berjudul “Bunda”; semuanya didampingi dengan pembacaan yang penuh penghayatan.
Tentunya sebuah festival sate tidak akan lengkap tanpa sate itu sendiri. Sayangnya, penikmat sate Victoria kali ini tidak bisa menikmati berbagai sate lezat yang biasa dijajakan di Indonesian Satay Festival secara langsung. Meskipun begitu, festival sate virtual sudah menyiapkan rangkaian acara yang bisa mengobati rindu pengunjung: demo masak!
Berkat acara demo masak virtual ini, pengunjung bisa memasak sate di rumah dengan mengikuti instruksi dan demonstrasi penyiapan sate ayam dari ibu Tri Mardjuki. Tidak hanya sate ayam saja yang diperlihatkan dalam rangkaian demo masak, tapi juga makanan lezat lainnya. Ada Sue Ann Ooi dari Malaysia yang memasak nasi goreng, Jenny Chua yang memperlihatkan cara memasak laksa ala Singapura, dan Sarita Kulkarni dengan salad ala India. Menariknya, salad yang dimasak Sarita merupakan resep salad spesial yang dimasak khusus untuk memperingati ulang tahun dewa Rama! Setiap demo masak hadir dengan bahan kaya dan unik yang dijamin bisa menggugah selera pengunjung di rumah.
Berbagai lokakarya atau workshop juga hadir dalam mengisi festival ini. Mulai dari Indonesian Culinary Association of Victoria (ICAV) yang diwakili oleh Heri Febriyanto sampai ke presentasi Dono Baswardono mengenai psikologi anak. Dalam festival ini hadir pula Diana Wibisono mewakili galeri fashion Lestadia serta Edi Surohadi dari Rumah Dagang Jawa Timur.
Rangkaian persembahan seni budaya ditutup oleh penampilan lagu oleh Anita Dewi dan rekan-rekannya dari grup Orkes Jawi Waton Muni (OJWM). Meriahnya rangkaian acara terlepas dari tentunya mendapat sambutan positif dari ibu Muniroh.
Pandemi ini tentunya sudah mengubah cara kita berinteraksi satu sama lain,” kata beliau. “Kita memiliki optimisme yang bisa menolong kita melalui semuanya bersama.”
Teks dan foto: Jason Ngagianto