Dyah Bazerghi, Misi Berbagi Seni Fluid Art yang Unik

Kali ini, OZIP Magazine berkesempatan untuk mewawancarai ibu Dyah Bazerghi, seniman asal Indonesia yang kini sedang bermukim di Melbourne. Seni yang ditekuni wanita yang bernama lengkap Dyah Purwanti Bazerghi ini unik, karena beliau merupakan seniman Indonesia pertama yang menekuni teknik seni tersebut: fluid art atau yang disebut dengan seni cair. Bagaimana kisah bu Dyah dengan fluid art berserta kesan-kesannya? Yuk, simak wawancara berikut!  

Apa yang bisa bu Dyah ceritakan mengenai kecintaan bu Dyah terhadap seni rupa? 

Saya menyukai seni lukis sejak dari kecil, dari nenek saya yang seorang pembatik tulis di Solo. Beliau bila sedang berkunjung kerumah kami di Bogor selalu membawa peralatan membatiknya dan mengajarkan saya untuk ikut membatik bersama. Adapun semasa di sekolah di bidang kesenian angka saya selalu sangat baik. Kemudian setalah lulus kuliah dan bekerja saya tidak ada waktu untuk menggali darah seni yang mengalir dalam diri saya. Hanya satu kali saya mengikuti kursus melukis mixed media yang diajarkan oleh teman saya. 

Ketika saya pindah ke Melbourne, awalnya saya memang pernah terpikir untuk membuat art workshop untuk anak-anak karena lokasi tempat tinggal saya berseberangan dengan sekolah dari tingkat kindergarten sampai high school. Saya sebenernya sudah membeli beberapa peralatan seni, hanya saja karena perkembangan dari usaha saya dan suami di private tour semakin maju dan menyita waktu kami sehingga keinginan untuk membuka art workshop tertunda.

Kemudian pada masa pandemi COVID-19 dan lockdown, saya menemukan art supply saya yang sudah tersimpan sekitar 3 tahun ketika sedang membereskan rumah. Di situlah mulai karir melukis saya, di mana awalnya saya mengadopsi aliran impressionist.

Dyah & Alcohol Ink

Bagaimana awal mula bu Dyah menekuni fluid art dan mengapa bu Dyah tertarik mengangkat fluid art sebagai gaya seni khas?

Pada saat browsing di YouTube, saya menemukan video tentang acrylic pouring dan dari situlah bermula ketertarikan saya dengan fluid art, yaitu seni dengan menggunakan medium yang berbentuk cairan. Keunikan dari fluid art adalah penggunaan medium cairan yang sangat sulit dikendalikan ketika membuat suatu karya, sehingga seringkali hasil jadinya berbeda dengan hasil yang kita bayangkan. Setiap karya yang dibuat tidak mungkin sama, atau istilah kerennya one of a kind. 

Saya tertarik dengan fluid art karena kita tidak harus bisa menggambar atau melukis untuk menghasilkan karya seni yang indah. Karya seni saya sendiri diinspirasi oleh kecintaan saya pada keindahan warna dan bentuk yang ada diseputar kita seperti bunga, sunset, awan, pepohonan, laut, dan sebagainya.  

Roses Market

Saya mulai mempelajari acrylic pouring bulan Mei 2021 dengan mengikuti sebuah online course. Selain itu, saya juga sudah mempelajari resin art sejak bulan Oktober 2020. Di saat itu juga karya saya bergeser dari wall art menjadi functional art karena dengan functional art, karya seni kita bisa dinikmati atau dipakai seperti tetapi tetap memiliki aspek estetis dan artistik.

Saya ingin mendalami fluid art ini juga karena keinginan untuk bisa mengajarkan fluid art pada banyak orang baik di Australia ataupun di Indonesia, sehingga makin banyak orang yang dapat berpenghasilan dari karya seninya. Saya percaya bahwa seni juga bisa menjadi salah satu bentuk terapi, seperti misalnya sebagai salah satu aktivitas pasien rumah sakit. 

Bagaimana kesan perjalanan bu Dyah sebagai seniman sejauh ini?

Untuk karya seni saya sendiri saya bersyukur karya saya sudah dihargai oleh penduduk local dan bahkan sudah memiliki repeat customers. Terus terang pelanggan saya saat ini kebanyakan orang lokal multikultural. 

Di sisi lain, pelanggan orang Indonesia saya belum terlalu banyak, mungkin karena mereka lebih menyukai branded product atau mass product. Selama 8 bulan berjualan di makers market, tidak banyak saya temui orang Indonesia yang jalan-jalan mengunjungi makers market.

Namun di samping itu, saya bersyukur memiliki suami yang begitu mendukung saya dalam karir seni rupa saya. Beliau membuatkan perlengkapan untuk display karena dia juga memiliki hobi wood working. Tidak hanya itu, beliau juga mendampingi saya di market untuk menyiapkan stall, ikut berjualan dengan saya, membantu administrasi dan keuangan, dan dia seorang people person yang hebat dalam berjualan.

Round ocean with handle

Apa yang bisa bu Dyah ceritakan mengenai perluasan fluid art milik bu Dyah ke bidang lain?

Saat ini saya sudah memiliki beberapa peserta private lesson secara tatap muka. Saya juga sudah memiliki peserta online training. Tujuan saya untuk memiliki workshop dirumah sedang dalam proses izin dari council setempat. Kemudian saya sedang mempersiapkan materi online training dalam bahasa Indonesia dan Inggris, terutama untuk yang berbahasa Indonesia karena sudah banyak permintaan dari teman-teman di Indonesia. 

Tujuan saya membuka private lesson adalah untuk membagikan talenta yang Tuhan telah berikan untuk semua peminat karya seni ini. Saya ingin diusia yang sudah lebih dari 55 tahun ini bisa membagikan kemampuan saya kepada sesama, baik sebagai terapi, hobby, atau bahkan sebagai sumber penghasilan.

Apa harapan bu Dyah untuk kedepannya sebagai seorang seniman Indonesia di Melbourne?

Harapan saya semoga makin banyak orang Indonesia yang menjadi seniman baik sebagai hobby ataupun sebagai pekerjaan. Melbourne is the art capital of Australia dan populasi yang menghargai nilai artistik jumlahnya relatif besar sehingga potensi pengembangannya sangat besar. Ada berbagai event yang di selenggarakan di kota Melbourne ini yang bisa mengembangkan aspek artistik kita.

Saya juga berharap agar semakin banyak pula orang Indonesia yang menghargai karya seni yang dihasikan oleh para seniman baik asal Indonesia ataupun dari negara lain. Karena dari pengamatan selama 7 bulan buka stall di berbagai lokasi tidak banyak artist/makers asal Indonesia. Selain itu juga belum banyak bahkan jarang ditemui orang Indonesia yang mengunjungi makers market dan menghargai karya seni dibandingkan dengan barang-barang branded.

Terakhir, saya berharap agar banyak karya-karya seniman Indonesia yang semakin dikenal di Melbourne. 

Dalam mengkreasikan suatu karya seni kita tidak perlu ragu, setiap karya memiliki keindahan tersendiri. There is no right or wrong about art. 

Teks: Jason Ngagianto dan Dyah Bazerghi 

Foto: Dyah Bazerghi