Berburu Sang Surya di Uluru dan Kata Tjuta

Saya ingat diajarkan tentang geografi wilayah Australia ketika duduk di bangku SMP. Bahwasanya, mayoritas penduduk Australia tinggal di pinggiran benua dan di tengahnya hanyalah gurun. Waktu itu tidak ada bahasan tentang apa yang ada di gurun itu selain panas teriknya. Setelah sekian lama, barulah saya tahu tentang Red Centre Australia, Uluru. Monolit yang berasal dari gundukan pasir besar, mungkin yang terbesar di dunia. Lonely Planet bahkan melabelinya sebagai destinasi nomor satu di Australia. Wow.

Itulah mengapa kami sekeluarga ke sana mengunjungi Uluru yang berada dalam satu area dengan Kata Tjuta, saudara mudanya. Setibanya di sana, kami dibuat takjub dengan bentang alam yang begitu berbeda dengan Australia yang kami kenal. Hamparan pasir merah, luas di segala arah, dan tentu sebuah “gunung” besar yang megah. Wow!

Uluru tidak hanya indah secara visual tapi juga kultural. The Anangu People mempercayainya sebagai warisan leluhur yang sampai sekarang masih ada dan menjaga Uluru itu sendiri. Jangan heran bila di beberapa area ada larangan untuk mengambil foto atau video. Termasuk salah satu sisi Uluru yang dikenal dengan Mala Face, sama sekali tidak boleh difoto. Gambarannya, Mala Face adalah sisi yang tidak semulus sisi yang kerap terlihat di foto Uluru. Bentuknya menyerupai wajah, yang dipercayai sebagai leluhur The Mala People. Dan benar, nampak banyak sosok wajah membuat kita merinding kagum. Melalui gambaran dan cerita itulah konon mereka menurunkan ilmu dan kebajikan mereka. Wow!

Yang akhirnya paling saya kagumi adalah bagaimana Uluru dan juga Kata Tjuta ini dikelola. Narasi natural dan kultural dibalut menjadi daya tarik wisata ecotourism untuk menarik ribuan bahkan jutaan wisatawan dunia. Saya banyak menjumpai orang kaya yang memasukkan Uluru ke dalam bucket list mereka. Bukan cuma untuk si kaya, pengelola benar-benar menjadikan Uluru sebuah tempat wisata yang inklusif. Baik si kaya maupun si belum kaya bisa datang dan menikmati Uluru. Mulai dari akomodasi hotel mewah hingga campground di atas pasir merah juga tersedia (www.ayersrockresort.com.au). Lantas bagaimana menikmatinya?

In The Middle of Australia
Waktu terbaik menikmati Uluru adalah antara bulan Mei dan September, mengingat cuaca yang cenderung tidak terlampau panas. Kami sendiri memilih bulan September, karena menyesuaikan dengan diskon tiket pesawat.

Tiba di Uluru Minggu siang, kami menuju Outback Hotel dengan menggunakan shuttle bus yang merupakan fasilitas hotel. Karena capek dan perlu adaptasi dengan cuaca yang panas, kami memutuskan ngadem dan istirahat di kamar. Barulah, sorenya pukul 4 sore kami mengunjungi beberapa lookout di sekitar resor. Ada kurang lebih 5 lookout yang bisa dijangkau dengan free shuttle di area resor tiap 20 menit. dengan pemandangan pasir merah dan Uluru yang megah.

Menikmati Uluru di Pagi Hari
Sebenarnya kami kesulitan menentukan pilihan antara menikmati sunrise di Uluru atau Kata Tjuta. Untuk kami yang hanya mengunjungi selama tiga hari dua malam di sana, haruslah pasrah memilih salah satunya.

Senin, pukul 5.20 pagi, hop-on-hop-off bus berbayar tiba di depan hotel untuk menjemput kami dan juga rombongan lainnya. Kami memilih 1-day Family pass seharga $240 untuk multiple trips, termasuk sunset dan sunrise. Perjalanan ke Uluru membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Oh iya, resor Ayers Rock berada di luar kawasan taman nasional, dan untuk masuk ke Kawasan Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta pengunjung dewasa wajib memiliki tiket seharga $38.

Pemberhentian pertama adalah Talinguru Nyakunytjaku Viewing Area. Suhu pagi itu tidak terlalu dingin, tapi kalo perlu kehangatan ada penjual overpriced coffee di sana. Datang 30 menit sebelum sunrise, kami memutuskan untuk stargazing, menikmati bintang-bintang sembari menunggu sang surya menyapa.

Setelah itu tibalah atraksi utama, menyaksikan perubahan warna Uluru dari gelap hingga kekuningan karena pancaran sinar matahari pagi. Setelah cukup berfoto berlatar Uluru dari kejauhan, rombongan berangkat menuju ke kaki Uluru. Ada beberapa pemberhentian, yaitu Mutitjulu Waterhole, Kuniya Piti, Mala Carpark, dan Cultural Centre. Nah antara Kuniya Piti dan Mala Carpark adalah area dilarang dokumentasi Uluru. Di titik inilah kita bisa menikmati Mala Face secara eksklusif. Merinding. Tipsnya, pilih kursi penumpang sebelah kiri, ya!

Selain berfoto ria, aktivitas umum di Uluru adalah base walk, berjalan di kaki Uluru. Untuk mengitarinya dibutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Namun, tentu bisa kita sesuaikan dengan rencana masing-masing. Kami sendiri memilih Mala walk salah satu rute favorit, yaitu mulai dari Mala Carpark ke Kantju Gorge, kurang lebih satu jam perjalanan.

Ketika kami memulai perjalanan, Uluru bagian ini belum secara langsung terpapar sinar matahari, sehingga warnanya belum benderang. Berbeda ketika kami perjalanan kembali ke Mala Carpark, Uluru begitu nampak cerah dan lebih indah terutama untuk latar berfoto.

Kata Tjuta di Kala Senja
Perjalanan hari itu belum usai. Pukul 3 sore, kami bersiap menunggu bus jemputan menuju Kata Tjuta. Saat menunggu, banyak bus datang dan pergi karena berbagai aktivitas yang ditawarkan di sekitaran Uluru ini. Perjalanan menuju Kata Tjuta memerlukan waktu 50 menit. Nah, di tengah perjalanan ada pemberhentian di Kata Tjuta Dunes Viewing selama 20 menit, dimana kita bisa melihat Kata Tjuta di sebelah kiri dan Uluru di sebelah kanan. Mengagumkan. Setelahnya kita akan melanjutkan perjalanan menyusuri Kata Tjuta dari ujung ke ujung. Tipsnya, pilih kursi di barisan kanan.
Seperti halnya di Uluru, di Kata Tjuta ada juga rute hiking. Nah, kalau di Uluru kita berjalan di atas pasir, di Kata Tjuta ini kita berjalan di atas batu, sehingga harus lebih berhati-hati. Ada dua pilihan rute sebenarnya, rute panjang Valey of The Winds (3 jam) dan rute pendek Walpa Gorge (1 jam). Namun untuk perjalanan sunset pilihan yang memungkinkan hanyalah Walpa Gorge.
Bagi kami, perjalanan ini begitu mengesankan. Kami berjalan di antara dua domes utama, seakan membelah “gunung” ini. Selain tentunya, silau dari keindahan paparan matahari di tebing kiri dan kanan. Sejam perjalanan terasa cepat berlalu, sembari mengucap kata cinta akan alam Kata Tjuta. Selepas itu, kita masih akan disuguhkan fenomena alam berikutnya, menyaksikan Kata Tjuta di kala senja dari jarak yang relatif dekat. Di sinilah kita akan menyaksikan perubahan gradasi warna dari kuning ke merah hingga gelap. Menggoda untuk mengabadikan setiap detiknya.

Aktivitas Tambahan
Selain berburu Sang Surya dan menikmati alamnya, pengelola juga menawarkan berbagai aktivitas tambahan. Kami hanya sempat berkunjung ke gallery, menonton family movie, dan yang juga seru berkunjung ke Camel Farm. Selain melihat-lihat kita juga bisa merasakan sensasi camel train, naik di atas punggung unta yang sengaja dikaitkan satu sama lain menyerupai train. Ada beberapa opsi perjalanan, termasuk short ride selama kurang lebih 10 menit khusus anak umur 5 tahun ke atas. Aktivitas berbayar lainnya seperti Wintjiri Wiru, Sounds of Silence, Tali Wiru, dan Field of Light.

Pada akhirnya, kami tidak bisa membandingkan mana yang lebih indah antara Uluru dan Kata Tjuta. Saran kami, berkunjunglah lebih lama, nikmati sunset dan sunrise di keduanya, Uluru dan Kata Tjuta.

Teks dan foto: Nurhuda