Menelusuri Kisah Orpheus dan Eurydice dalam Drama Hades Fading

Bagi Anda penggemar mitologi dan kisah Yunani, Anda mungkin pernah mendengar kisah Orpheus dan Eurydice. Kedua pasangan yang saling mencinta ini terpisah oleh maut di waktu yang begitu singkat sehingga Orpheus pun menjelajahi alam bawah demi bertemu kembali dengan kekasihnya. Di tengah hangatnya mentari sore hari di kota Melbourne, Asia Topa 2020 mengundang kolaborasi Mainteater dan Paps Production untuk mempersembahkan “Hades Fading”, sebuah persembahan drama mitologi yang membawa kisah Eurydice mengingat kembali siapa dirinya dan menunggu kedatangan Orpheus ke alam Hades, sang penguasa dunia mati. Tepat pada pukul 17:30 sore, segera setelah semua penonton menemukan tempat duduk masing-masing dan mempersiapkan diri untuk pertunjukan yang akan dimulai, lampu pun mulai dipadamkan dan pertunjukan pun dimulai.

Dekorasi pentas juga sangat unik – tirai tirai kain tipis bergantungan dari atas sembari menjadi pemisah antara bangku penonton dan pentas. Kain yang tipis tersebut juga hampir transparan dan berfungsi sebagai layar yang menunjukkan berbagai tulisan dalam bahasa Inggris dan Indonesia di kala benak pikiran Eurydice tengah gundah, kembali menekankan keunikan persembahan tersebut. Tirai kain juga turut memisahkan foreground, middle ground dan background karakter sehingga memudahkan pencahayaan dan penempatan actor, aktris, musisi dan pengurus layar untuk bebas bergerak tanpa mengganggu pertunjukan. Memutuskan untuk menggunakan tirai sebagai pemisah merupakan sebuah gagasan yang sangat kreatif dan efektif bagi penonton dan pemain sekalian. 

Kisah dimulai dengan Eurydice yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya di ruang perpustakaan alam Hades. Dirinya tidak dapat mengingat nama, asal-usul maupun dimana dirinya berada. Namun, adanya buku-buku di sekitarnya membuat dirinya mampu membuat berbagai gagasan guna mengingat kembali siapa dirinya. Namun, banyaknya kata-kata yang tiba-tiba muncul di benak pikirannya tidak membantu dirinya untuk mengetahui dimana dan mengapa dirinya berada di dalam perpustakaan tersebut. Namun, sang ratu Persephone kemudian berbicara dan mengisahkan bahwa dirinya kini berada di alam kematian Hades. Mendengar penjelasan tersebut, Eurydice pun mulai mengingat sebuah nama yang begitu dekat di hati. Orpheus, suaminya. Seorang manusia yang telah jatuh cinta dengan seorang dewi, Orpheus dan Eurydice tengah mengikat tali pernikahan ketika Eurydice digigit oleh seekor ular berbisa dan meninggalkan dunia fana.

Para suara roh dan manusia pun berbisik jahat. Mereka semua menghina dan menyalahkan Eurydice sendiri karena tidak berhati-hati dengan langkahnya, menyebabkan sebuah hari yang seharusnya bahagia berujung maut. Namun, Eurydice sendiri tidak menyesal. Dirinya berkata bahwa pernikahannya dengan Orpheus adalah untuk menyatukan semua makhluk yang ada, hewan, manusia maupun peri dan dewa-dewi. Oleh karena itu, dirinya tidak menyesalkan nasibnya yang apes dan percaya bahwa sang ular yang menggigitnya pastilah turut merasa bersalah. Dirinya sendiri tidak berkeberatan untuk terus menetap di alam Hades, namun tiba-tiba seseorang tampak datang ke arahnya melantunkan lagu yang merdu di setiap langkahnya.

Di alam manusia, Orpheus telah turun ke alam Hades untuk mencari istrinya. Lagu yang dilantunkannya membuat para roh berkumpul dan memandu dirinya. Ketika menghadapi Cerberus, sang anjing berkepala tiga yang menjaga pintu alam Hades, lantunan lagu Orpheus membuatnya meneteskan air mata dan mengizinkannya untuk masuk menemui Hades. Di hadapan Hades dan Persephone, Orpheus melihat tubuh sang istri yang tidak bernyawa. Dirinya memohon kepada sang raja dan ratu untuk membawa Eurydice kembali kea lam manusia. Namun, Hades tidak mengizinkannya dan mengatakan bahwa kematian adalah bagian dari hidup. Kematian pun merupakan bagian dari cinta – sebuah sangkar maut yang membuat cinta semakin berharga dan kuat.

Namun, Persephone kemudian mendengar lagu Orpheus yang bersedih dan roh-roh yang turut berduka. Dirinya pun terkesan dengan lantuan merdu lagu Orpheus yang dapat membuat alam Hades menjadi begitu “hidup”. Dirinya kembali memohon kepada sang suami untuk mengizinkan Orpheus membawa Eurydice kembali ke alam manusia untuk terakhir kalinya. 

Mendengar pinta sang istri, sang raja pun memberikan izin kepada sang musisi untuk membawa istrinya kembali ke alam manusia, dengan syarat dirinya bahwa dirinya harus berdiri di depan Eurydice dan tidak boleh melihat ke belakang ke arah Eurydice sebelum mereka berdua keluar dari alam Hades. Jikalau dirinya tidak dapat memenuhi syarat ini, roh Eurydice akan kembali ke sungai styx dan lagunya yang merdu tidak akan dapat terdengar di alam Hades untuk kedua kalinya. Sembari mengiyakan, kedua pasangan pun bergegas menuju ke alam manusia. 

Mereka pun berlari. Berlari berharap agar mereka dapat keluar dari alam Hades dan menjadi suami istri kembali. Namun, semakin Eurydice mendekati pintu keluar menuju alam manusia, semakin dirinya mengingat pengalaman pahit dirinya yang dicemooh dan dihina oleh manusia. Dirinya pun sangsi akan keinginannya untuk keluar dan kembali. Ketika Orpheus akhirnya keluar kea lam manusia, dirinya bahagia mengira mereka berdua telah berhasil kembali ke dunia manusia. Namun, ketika dirinya melihat ke belakang, dirinya melihat Eurydice belum sempat melangkahkan kedua kaki ke alam manusia. Janjinya kepada Hades telah dilanggar dan roh Eurydice kembali ke alam Hades, meninggalkan sosok Orpheus yang menangis di alam manusia. 

Namun, cerita ini tidak berakhir tragis seperti kidah mitologi yang dikenal. Tidak lama kemudian, Orpheus pun meninggal dan rohnya kembali ke alam Hades dan berjumpa dengan roh Eurydice yang menunggunya di dalam perpustakaan Hades. Lelah dengan perjalanannya, sang suami tertidur di kaki sang istri sembari Eurydice berbisik “Marilah kita memudar bersama (Let us fade together).”

Sungguh merupakan sebuah pengalaman yang unik dapat menyaksikan pertunjukan drama yang membawa tema mitologi Yunani ke tanah Melbourne. Jika Anda suka dengan pertunjukan yang penuh kejutan ini, jangan lupa untuk tetap mengikuti persembahan Asia Topa selanjutnya di tahun depan.

Teks dan foto: Edward Tanoto