“YouTube nowadays is everyone’s playground, school, kitchen, place to work and get money from.”
Berdasarkan statistik yang dirilis pada YouTube by the Numbers, per 2020 ini ada sebanyak dua miliar pengguna YouTube, artinya hampir sepertiga dari pengguna internet. YouTube dilokalkan di lebih dari 100 negara dan dapat diakses dalam 80 bahasa yang berbeda. Demografi penggunanya adalah anak muda di masa produktif, berusia 18–34 tahun baik sebagai penonton aktif atau pengelola akun. YouTube disaksikan selama satu miliar jam setiap hari, bayangkan berapa jumlah video yang ditonton. Akses YouTube melalui perangkat seluler saja mampu menjangkau lebih banyak penonton dibandingkan dengan pemirsa di jaringan televisi manapun. Terdengar sangat powerful bukan? How to turn it to be a source to make money out of it? Inilah peluang paling menjanjikan di era 4.0: “video monetization”.
Dunia teknologi dan informasi yang berkembang dan terdisrupsi menciptakan banyaknya profesi baru yang sebelumnya tidak pernah ada. YouTuber, beauty, food, travel vlogger dan influencer adalah deretan pelaku bisnis yang karirnya melejit melalui platform video dengan bermodal eksistensi. Kenapa eksistensi? Ya, itulah standar yang digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh seorang YouTuber, angka-angka yang terdata dalam jumlah likes, subscriber, dan viewers. Nantinya, data itulah yang akan dikonversi menjadi pundi keuntungan yang diperoleh oleh YouTuber itu sendiri. Siapa sangka, para YouTuber bisa dibayar dengan harga tinggi oleh banyak brand untuk mempromosikan berbagai produk, bahkan bisa menjadi brand ambassador dari merk terkenal itu.
Tentu saja, menjadi YouTuber adalah profesi yang banyak diinginkan oleh generasi muda sekarang ini. Tak hanya dilihat dari segi popularitas, tapi kebebasan dalam membuat konten dan mengatur waktu sesuai minat, bakat dan kemampuan diri juga menambah keunggulan profesi YouTuber di mata millennials. So, is it a real job? Of course, it’s something real and promising! Tapi, apakah menjadi YouTuber itu sebuah karir? Bagaimana posisinya dalam dunia kerja? Karier dalam pandangan masyarakat biasanya adalah pekerjaan kantoran dengan tugas dan hierarki yang jelas. Lalu, bagaimana dengan profesi seorang YouTuber yang tidak punya kantor, mekanisme pekerjaan apalagi jenjang karir?
Pasti hal-hal seperti ini akan dipertanyakan oleh para orangtua. Generasi baby boomers menganggap bahwa Youtuber hanya seperti hobi yang ditekuni anak muda saat ini tanpa kepastian soal pendapatan. Sebaliknya, generasi millenial menganggap YouTuber adalah profesi yang keren, mudah dan menguntungkan. Namun, sebuah profesi mengharuskan seseorang untuk mendedikasikan waktunya demi kepentingan kerja, wajib mematuhi aturan dan menaati kode etik profesi tersebut. Bagaimana mungkin kegiatan rekreasi ‘senang-senang’ pada waktu luang bisa menghasilkan uang? Dengan hanya bermodal gadget dan koneksi internet, YouTuber mampu menjawab segala keraguan!
Dari sini muncul istilah “content creator”. Content creator sebenarnya bukan profesi baru. Istilah ini sudah digunakan sejak lama bagi mereka yang berkecimpung di perusahaan media, agensi kreatif, dan juga di divisi publikasi berbagai perusahaan. Bedanya, dengan kecanggihan teknologi dan pemanfaatan internet saat ini, content creator punya keleluasaan untuk bekerja dari mana saja (remote working). Kemampuan beradaptasi dengan situasi kerja yang dinamis dan bersikap independen adalah skill yang harus dimiliki oleh seorang content creator. Kreatifitas tanpa batas dalam berkarya menjadi tuntutan bagi profesi content creator, dengan memperhatikan banyak aspek seperti visual, audio, narasi dan juga representasi dalam konten yang dibuat. Konten yang menarik harus memiliki value, menghibur, informatif, edukatif dan inspiratif serta mampu mempengaruhi banyak audiences. Tidak hanya itu, technical skills juga sangat penting dalam pembuatan konten seperti video editing, audio editing, visual and graphic design, camera recording, copywriting dan banyak lagi ilmu-ilmu digital lainnya. Semua harus dipahami dan dikuasi secara cepat jika ingin sukses in the business of making a content!
Hal yang paling esensial untuk menjadi YouTuber adalah literasi digital. Tiap individu yang mengelola sebuah akun YouTube wajib mematuhi peraturan yang berlaku seperti UU ITE dan regulasi YouTube. Pemahaman yang baik atas aturan pada digital platform berkaitan dengan kualitas sebuah konten, terutama menyangkut hak cipta atau copyright yang menandakan keaslian dari konten tersebut. Content creator yang kreatif dan orisinil biasanya memiliki sejumlah penonton setia (subscriber). Namun, untuk mempertahankan jumlah subscriber atau viewer, mereka harus konsisten dalam mengunggah konten. YouTuber yang eksis biasanya mampu memanfaatkan channel pribadi untuk menyalurkan konten tentang kehidupan sehari-hari, opini terhadap isu tertentu, dan review produk. Secara praktiknya, konten YouTube yang personal dan jujur pasti mempunyai daya tarik tersendiri.
Jadi, ada ribuan alasan mengapa profesi YouTuber makin berkembang dan adaptif dengan perubahan. Jika masih penasaran, kalian bisa buktikan sendiri dan temukan jawabannya! Create your own channel!
Teks: Evelynd
Foto: Berbagai Sumber