SERPIHAN KISAH PARA KARTINI KEKINIAN DI BIDANG STEM

Sejarah bercerita bahwa zaman dahulu kala, belajar hanya untuk laki-laki. Sangat tabu bagi seorang perempuan untuk memperoleh pendidikan literasi. Jangankan sekolah, bahkan belajar membaca pun menjadi hal asing yang mungkin hanya dilakukan oleh perempuan dari kasta tinggi. Untunglah berkat perjuangan RA Kartini dan para pahlawan perempuan lainnya yang memperjuangkan emansipasi perempuan, bangsa Indonesia mulai terbuka dengan pandangan bahwa seorang perempuan pun berhak bersekolah dan menimba ilmu.

Di abad 20 ini justru makin banyak pergerakan yang memotivasi generasi muda untuk terus belajar. Bahkan, tidak jarang ada beasiswa yang memiliki fokus untuk membantu pelajar perempuan memperoleh kesempatan untuk belajar di luar negeri, misalnya Australia Award Scholarship. Ayeshah Augusta Rosdah, mahasiswi PhD (Medicine) di Department of Medicine, University of Melbourne & St. Vincent’s Institute of Medical Research, yang merupakan salah seorang penerima beasiswa ini, menyatakan bahwa alasannya untuk melanjutkan studi di Australia adalah untuk menemukan terapi obat baru untuk serangan jantung. Dia bercita-cita ingin berkontribusi terhadap kemanusiaan dengan mendayagunakan perannya sebagai seorang dokter, peneliti dan pengajar.

“Saya ingin mengidentifikasi senyawa obat yang dapat membantu mencegah atau paling tidak mengurangi kematian sel demi menyelamatkan sebanyak mungkin populasi sel jantung jika memang terjadi serangan. Semakin banyak sel yang selamat, semakin baik pula fungsi jantung sehingga kualitas hidup pasien akan meningkat,” jelas dokter muda ini. Bagi Ayeshah, tantangan utama dari studinya adalah mengujikan terapi baru ini pada manusia. “Terlebih lagi pengembangan obat memerlukan waktu 10-15 tahun untuk dapat diedarkan di pasar,” lanjutnya. Ayeshah memandang sudah banyak kemajuan dalam keterlibatan perempuan di bidang STEM dibandingkan dulu. Dia berpendapat bahwa keaktifan perempuan di bidang STEM bukanlah tentang mengejar kesamaan peluang dengan laki-laki, tapi juga tentang keberanian untuk menjadi dirinya sendiri.

Sedikit berbeda dari Ayeshah, Indah Permatasari adalah mahasiswi Master of Data Science di University of Melbourne. Data science sendiri merupakan studi yang menggabungkan ilmu statistik dan computer science. Di era digital saat ini, data science sangat berguna untuk menganalisa big data. Indah juga menyatakan bahwa ketertarikannya akan tren dan tingginya kebutuhan akan ahli di bidang analisis data menjadi motivasi baginya untuk melanjutkan studi di bidang STEM. “Menjadi seorang data analis adalah cita-cita terbesar yang ingin saya capai,” ungkap Indah.

Tantangan terbesar yang dihadapi adalah memahami cakupan data science yang sangat luas dan menguasai teknik analisis big data, seperti artificial intelligence, teknik analisis data dengan machine learning dan deep learning, menjalankan program secara paralel, dan menggunakan teknologi cloud computing. Hal yang paling menguras waktu dan pikiran adalah ketika berhadapan dengan bahasa pemrograman. Terutama untuk menyelesaikan proyek-proyek yang saat ini sedang dihadapi yaitu membangun search engine, mengolah data text untuk question answering seperti Siri pada Apple, dan membangun aplikasi mobile untuk pengolahan big data. Namun Indah selalu memupuk semangat dan membangkitkan rasa penasaran untuk bisa menyelesaikan setiap tantangan dengan berdiskusi bersama teman, seraya mengikuti perkembangan data science terkini dari situs-situs yang spesifik seperti KDnuggets.

Di bidang teknologi pangan, ada Baiq Amarwati Tartillah yang juga sedang melanjutkan studi Master of Food Science di University of Melbourne dengan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Kementrian Keuangan Indonesia. Dia bercerita bahwa kecintaannya dalam menganalisa antioxidant, dairy based product, dan roti, melatarbelakangi keinginannya untuk mempelajari bidang ini. Dia merasa aneh dengan suplai makanan di Indonesia yang tidak merata, padahal negara kita adalah negara agraris. Selama proses studi pun, Tartil menemui banyak tantangan, seperti banyaknya terminologi asing dalam pelajarannya, banyaknya teman satu kelas yang jauh lebih berpengalaman di bidang food science, dan banyaknya tugas yang tingkat kesulitannya jauh melebihi ekspektasi Tartil. Namun dia tetap berjuang dan belajar dengan penuh semangat karena dia yakin bahwa kelak dia bisa berkontribusi dalam peningkatan ketahanan pangan Indonesia.

Lain halnya dengan alasan yang dikemukakan Khairun Nadiyah, mahasiswa Indonesia studi Engineering Management yang tengah berkuliah di RMIT ini menuturkan bahwa ia justru tidak terlalu menemukan kesulitan ketika tengah berdiskusi dengan teman-teman kuliahnya yang ada di sini. Rasio antara perempuan maupun laki-laki yang ada cukup seimbang dan ia merasa memang saat ini tidak ada perbedaan yang signifikan. Ia juga menuturkan bahwa sebagai perempuan harus berani menyampaikan ide dan gagasan. Salah satu alasan yang membuat Nadiyah menyukai bidang ini karena ia jadi banyak belajar untuk menganalisa suatu produk  dan bidang ini sangat dekat kaitannya dengan ide-ide baru untuk manajemen perubahan sebuah industri. Ia juga ingin banyak mengembangkan riset yang nantinya berguna bagi kariernya di kemudian hari sebagai dosen teknik industri.

Ayesyah, Indah, Tartillah dan Khairun tidak hanya bercerita tentang kisah studi mereka di bidang STEM, namun mereka juga memiliki pesan untuk seluruh perempuan di Indonesia:

“Semua perempuan memiliki hak yang sama untuk meraih karier, baik karier rumah tangga maupun karier di luar. Sebaiknya jangan jadikan ‘perempuan’ sebagai alasan untuk ragu memulai atau alasan kegagalan dalam meraih karier-karier tersebut, karena ini sebenarnya bukan tentang ‘perempuan’, tapi tentang ‘dirimu’ dan pilihanmu,” pesan Ayeshah Augusta Rosdah.

“Walaupun programming lebih identik dengan pria, tapi wanita nggak kalah hebat. Jangan takut dengan label nerd atau geek, karena data science gabungan keduanya dan jauh lebih keren,“ jelas Indah Permatasari.

“Cobalah mengeksplorasi sesuatu diluar kebiasaan “perempuan”. Perempuan justru bisa memaksimalkan kecerdasannya dengan menjadi scientis, karena memang perempuan lebih mampu dalam hal multitasking, lebih teliti, telaten dan peka,” ucap Baiq Amarwati Tartillah.

“Saya merasa justru pembagian perannya jauh bisa lebih seimbang seperti perempuan bisa fokus dalam mengembangan teorinya sementara para pria bisa terjun di lapangan. Walaupun hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan untuk para wanita terjun ke lapangan langsung”, ujar Khairun Nadiyah.

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak perempuan muda yang terbuka pandangannya untuk meningkatkan wawasannya agar bisa berkontribusi bagi negeri. Karena tidak peduli apapun jenis kelamin kita, selama kita memiliki tujuan dan motivasi yang sama untuk memajukan bangsa, mari kita jalan bersama bahu-membahu menyongsong masa depan yang lebih cerah untuk bangsa kita, bangsa Indonesia.

Teks: Siti Mahdaria dan Destari Puspa Pertiwi

Foto: Ayeshah A. Rosdah, Baiq A. Tartillah, Khairun Nadiyah & Indah Permatasari