YESUS DI MATA SEORANG MUSLIM AWAM

Bagi umumnya umat Kristen, bulan Desember punya makna tersendiri. Khususnya, tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, bagian dari Trinitas – Bapa, Putra dan Ruh Kudus, menurut keyakinan Kristiani. Namun, tidak semua umat Kristen merayakan hari kelahiran Yesus pada tanggal tersebut. Gereja Ortodoks, misalnya, merayakan Natal di awal bulan Januari.

Menurut catatan sejarah, adalah Kaisar Romawi Konstantin yang pertama-tama menetapkan tanggal 25 Desember tahun 336 Era Bersama sebagai hari lahirnya Yesus Kristus. Konstantin adalah kaisar Romawi pertama yang memeluk ajaran Kristiani. Beberapa tahun kemudian, Paus Julius I menetapkan dengan resmi agar tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, yang kemudian kita kenal dengan sebutan Hari Natal.

Pada awal Revolusi Amerika, perayaan Natal pernah dilarang karena dianggap sebagai “perayaan orang Inggris” – negeri yang dianggap sebagai penjajah “dunia baru” itu. Larangan itu hampir tidak masuk akal, kata Thomas Nelson, seorang pengamat Amerika. Sebab, sejatinya para pengikut Yesus Kristus sendiri-lah yang dulu ikut menerbitkan undang-undang pelarangan Natal tersebut. Alasannya, karena perayaan seperti itu merupakan penghinaan/kedurhakaan terhadap Tuhan sebab itu adalah perayaan yang erat kaitannya dengan paganisme primitif.

Kenyataannya, larangan itu tidak mampu bertahan lama, dan kini perayaan Natal boleh dibilang bersemarak di mana-mana.

Tidak begitu banyak Umat Kristen yang menyadari bahwa dalam ajaran Islam, Yesus dimuliakan sebagai Rasul yang Agung yang setiap kali namanya (‘Isa abna Maryam – ‘Isa putra Maryam/Maria) diucapkan oleh seorang Muslim, biasanya disertai dengan doa “’alaihis salaam”, yang berarti “damai ke atasnya”.

Dalam bukunya “A World Without Islam” (2010), mantan Wakil Ketua Dewan Intelijen Nasional CIA, Graham E. Fuller, menyinggung tentang Surah ke-19 dalam kitab suci Al-Qur’an yang berjudul “Maryam/Maria”. Menurut Fuller, Maryam adalah tokoh perempuan yang paling dihormati dalam Islam. Nama Maryam lebih banyak disebut dalam Al-Qur’an daripada nama-nama perempuan lainnya, dan jelas lebih banyak ketimbang dalam Injil/Perjanjian Baru.

Masih kata Fuller: “Akan tetapi menurut Islam, Yesus bukan Tuhan, juga bukan Putra Tuhan, melainkan seorang Rasul manusia yang mendapat ilham suci. Hanya ada satu Tuhan. Bagi umat Islam, memungkiri kerasulan agung Yesus sama dengan melanggar keimanan Islam. Itulah sebabnya, bagi umat Islam, karya-karya seni yang mencemooh Yesus (seperti film The Last Temptation of Christ) dianggap sebagai penodaan dan penistaan terhadap Yesus sebagai “Kalamullah”. Selain itu, sama sekali tidak ada satu pun perkataan dalam Al Qur’an yang negatif mengenai Yesus (Fuller, 2010: 35-36).

Dalam bagian lain bukunya, Fuller menjelaskan juga bahwa “Menurut Islam, Yesus tidak wafat di tiang salib, melainkan diangkat ke akhirat oleh Allah. Kelak, Yesus (as.) – bukan Muhammad (saw.) –yang akan kembali ke dunia di akhir zaman untuk menumpas Dajjal, menghukum musuh-musuh Islam dan mewujudkan perdamaian” (2010: 38).

Berkaitan dengan itu, wartawati dan pengarang Amerika, Carla Power, menulis buku berjudul “If The Oceans Were Ink” (kutipan Surah Al-Kahfi ayat 109) yang terbit tahun 2015. Carla yang memiliki ibu seorang Yahudi dan ayah seorang sekuler ini menulis hasil pembahasannya mengenai Yesus dalam sudut pandang Islam dengan seorang ulama yang mengajar di Universitas Oxford Inggris.

“Yesus adalah seorang lelaki tanpa ayah yang keluarbiasaan dari hidupnya dimaksudkan untuk mengingatkan mereka yang lalai akan kekuasaan Tuhan, yaitu bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu dalam kehidupan Yesus berlawanan dengan norma-norma alamiah. Kelahiran Yesus adalah tamparan bagi umat Yahudi yang lebih mengutamakan identitas ketimbang iman. Dalam kelahiran Yesus, Tuhan mengangkat seorang rasul yang tidak berkaitan dengan keluarga dan sekaligus merupakan petunjuk bahwa keterkaitan dengan silsilah tidaklah penting, yang lebih utama adalah keimanan dan perbuatan.” (2015: 230-231).

Sementara itu, dalam salah satu ayat Al-Quran, Nabi ‘Isa (Yesus as.) mengatakan:

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku wafa,t dan pada hari aku dibangkitkan kembali.” (Al-Qur’an Surah Maryam ayat 33).

Pada hakikatnya, kerukunan dan keakraban antara umat Kristen dan umat Islam mencapai puncaknya dalam apa yang disebut sebagai “Zaman Keemasan Islam” (Islamic Golden Age), antara abad ke-8 sampai abad ke-15.

Mungkin banyak yang akan tercengang dan bahkan merasa tidak masuk akal bahwa pimpinan Gereja Katolik antara tahun 999 s/d 1003 Paus Sylvester II (Gerbert dari Aurillac – Prancis) adalah lulusan perguruan tinggi pertama di dunia yang didirikan dalam tahun 859 oleh seorang Muslimah Fatima al-Fihri di Fez, Maroko. Nama universaitas tersebut adalah Al-Qawariyyin, yang sampai sekarang masih berdiri dan berfungsi sebagai perguruan tinggi.

Gerbert dari Aurillac juga dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan konsep matematika yang diserapnya dari para pakar Muslim/Arab, seperti Alkhawarizmi, kepada Eropa. Kisah hidup Gerbert diangkat oleh sejarawati Nancy Marie Brown dalam bukunya “The Abascus and the Cross” (2010). Ia menulis: “Ketika Gerbert (sebelum diangkat sebagai Paus) tiba di Spanyol, lingua franca di kawasan itu adalah bahasa Arab (bahasa yang diperkenalkan oleh Muslim). Bahasa Arab bukan saja digunakan dalam penulisan-penulisan sajak/syair yang erotis melainkan juga digunakan dalam penyelenggaraan misa di gereja” (2010: 51).

Di Al-Qur’an sendiri, khususnya Surah Al-Mumtahana ayat 7 dan 8 berbicara mengenai “kasih sayang” antara “kamu (Muslim) dan mereka (non-Muslim)” disertai suruhan berbuat baik dan berlaku adil. Al-Qur’an juga mengingatkan umat Islam, “Dan sesungguhnya akan engkau dapati orang yang paling dekat kasih sayangnya terhadap orang-orang yang beriman (Muslim), yaitu orang yang berkata: Sesungguhnya kami adalah orang Nashara ….” (Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 82).

Harus diakui, jarang disebut bahwa di saat Islam menguasai Jazirah Arab, Nabi Muhammad (saw.) menerbitkan maklumat yang ditujukan kepada semua Muslim hingga akhir zaman. Terjemahan Bahasa Inggris atas maklumat tersebut adalah sebagai berikut:

No compulsion is to be on them (Christians). Neither are their judges to be removed from their jobs nor their monks from their monasteries.

No one is to destroy a house of their religion, to damage it, or to carry anything from it to the Muslims’ houses. Should anyone take any of these, he would spoil God’s covenant and disobey His Prophet. Verily, they are my allies and have my secure charter against all that they hate.” (‘Muslim History: 570 – 1950 C.E.’ by Dr. A. Zahoor and Dr. Z. Haq)

Secara historis, memang tidak ada catatan sejarah yang pasti yang menyatakan kapan Yesus (as) dilahirkan. Namun yang jelas, nama Nabi ‘Isa (as.) disebut sebanyak 25 kali dalam Al-Qur’an, sedangkan nama Nabi Muhammad (saw.) hanya disebut empat kali.

Disebutkan juga dalam Al-Qur’an bahwa umat Islam tidak boleh menjelek-jelekkan atau mengata-katai agama yang lain. Ayatnya jelas dalam Surah Al-An’am ayat 108: “Wala tasubbul ladzina yad’una min dunillahi” (dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah). Itulah sebabnya, ketika ada seorang non-Muslim yang mengejek Islam dan/atau Nabi Muhammad (saw.), kaum Muslimin hanya (boleh) dan bisa mengurut dada, tidak membalas secara setimpal, yaitu mengejek atau mengumpat balik agama orang tersebut.

Lalu, apakah boleh seorang Muslim mengucapkan “Selamat Natal” kepada yang merayakannya sebagai hari kelahiran Yesus Kristus?

Terserah fatwa siapa dan mana yang dianut seorang Muslim.

Namun, umat Islam dianjurkan agar mensyukuri terhindarnya Nabi Musa (as.) dari kejaran Fir’aun pada hari yang dikenal sebagai Hari Asyura (10 Muharram – bulan pertama dalam penanggalan Islam). Hanya saja, perayaan dimaksud mengambil bentuk ibadah berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.

Nah, kalau Nabi Muhammad (saw.) mensyukuri selamatnya Nabi “Orang Yahudi” Musa (as.) dari kezaliman Fir’aun, apakah Muslim boleh mengucapkan “Merry Christmas” kepada umat Kristen yang meyakini tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal, hari kelahiran Yesus (as.)? Wallahu a’lam.