VILTA atau Victorian Indonesian Language Teachers Association yang berdiri pada 1970 adalah organisasi guru bahasa Indonesia terbesar di Australia. Konferensi VILTA 2014 pada bulan Maret yang lalu membuktikan hal itu. Tak kurang dari 200 guru ikut menghadiri perhelatan tahunan itu. Memang tidak semua pengajar Bahasa Indonesia menjadi anggota VILTA. Di seluruh di Victoria terdapat 254 sekolah negeri dan 67 sekolah swasta yang mengajarkan bahasa Indonesia. Minat pada pelajaran Bahasa Indonesia itu masih sangat besar karena pemerintah Australia memasukkannya ke dalam kurikulum nasional.
Konferensi adalah ajang para guru itu untuk saling mangasah kemampuan. Mereka bisa memilih informasi baru yang diperlukan yang disajikan dalam 28 ragam presentasi. Narasumber dipilih dari para akademisi di seputar Australia dan pakar yang diundang khusus dari Indonesia. Dilihat dari banyaknya peserta dan meningkatnya dukungan sponsor, VILTA semakin menunjukkan kematangannya berorganisasi.
Selain meng-update kemahiran terkait pengajaran, para peserta juga disuguhi informasi terkini dari hubungan Indonesia dan Australia. Direktur Australia-Indonesia Centre (AIC) Paul Ramadge kali ini hadir memaparkan lembaga baru yang dibentuk oleh pemerintahan Tony Abbot itu. AIC mulai berbenah dan segera akan membuka kantor perwakilannya di Jakarta. Dengan bergulirnya program-program AIC, diharapkan hubungan kedua negara semakin menemukan fondasi yang kokoh sehingga tidak mudah “runtuh” oleh berbagai isu politik dan ekonomi. Kehadiran Paul di acara VILTA menunjukkan perhatian AIC pada pentingnya diplomasi bahasa dan budaya.
“Saya senang dengan perkembangan VILTA saat ini,” ujar Presiden VILTA 2013-2014 Susi Rekdale. “Kami bisa berbagi peran sehingga tugas tidak menumpuk di pundak presiden. Seperti konferensi kali ini yang dikoordinir oleh Stewart Matulis, wakil saya yang membidangi konferensi,” sambung guru bahasa Indoensia di Luther College, Croydon Hills itu.
Program lain dari VILTA yang cukup meriah ialah Sayembara Lisan. Lebih dari 500 pelajar SD hingga SMA setiap tahunnya mengikuti kegiatan ini. Tahun ini, babak penyisihan akan dimulai pada 9 Mei 2014 di Blackman Hall, Melbourne University, Hawthorn Campus. Dan babak final akan berlangsung pada Sidney Myer Asia Centre.
Sementara untuk memperkenalkan perjuangan bangsa Indonesia, VILTA mengadakan program Indonesian Independence Day Scholarship. Perlombaan ini dilaksanakan bekerjasama dengan KJRI Melbourne. Selain melamar untuk ikut serta, para siswa yang berminat harus menulis esay sepanjang 200-300 kata yang berisi gagasan untuk meningkatkan hubungan antarwarga Australia dan Indonesia. Enam penulis terbaik dan lolos wawancara, berhak untuk terbang ke Canberra mengikuti upacara HUT kemerdekaan RI, menginap di Wisma KBRI dan mengikuti sejumlah acara yang sudah disiapkan. Sementara dua orang guru yang terpilih, sepulang dari Canberra diharuskan menulis semacam laporan yang akan dimuat dalam Suara VILTA.
Melihat kian berkembanganya organisasi seperti VILTA, tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan perkembangan bahasa Indonesia di Australia. Bahasa persatuan bangsa Indonesia ini masih ada diminati oleh generasi muda. Justru sekaranglah saat yang tepat bagi semua pihak yang merasa peduli, untuk berkontribusi agar bahasa dan buday aIndonesia semakin dimintai dan berkembang di Negeri Kangguru ini.