Tua. Banyak orang berpikir, “Aku masih terlalu muda untuk membicarakan topik ini”. Kenyataannya manusia itu cenderung menolak untuk berpikir mengenai masa tua dan apa yang akan dilakukan saat tua nanti.
Tua atau berumur sering dikonotasikan dengan kadaluarsa, ketingalan zaman, tidak menarik, lemah, berpenyakitan, menyusahkan. Sejak zaman dahulu manusia terobsesi mencari obat awet muda. Zaman sekarang pun tidak banyak berbeda, hal ini dibuktikan dengan maraknya obat-obatan dan alat kosmetik yang mengaku berkhasiat menjaga dan memberikan vitalitas layaknya orang muda. Ilmuwan pun tengah berusaha untuk menditeksi gen yang menyebabkan manusia menjadi tua, serta menyelidiki kemungkinan untuk membuat seseorang agar tetap awet muda bahkan mengubah mereka yang berumur tampil muda kembali.
Kerap kali manusia dilanda rasa takut jika nantinya tidak ada yang mau menjaga di saat tua dan tidak berdaya. “Saya dibesarkan di budaya yang berprinsip, banyak anak, banyak rezeki”. Prinsip ini berasumsi bahwa saat tua nanti, anak-anaklah yang akan menjaga kita. Oleh karena itu timbul pemikiran jika semakin banyak anak yang menjaga, maka semakin banyak pula rezeki kita di hari tua. Namun kenyataan berkata lain. Tuntutan zaman membuat orang-orang semakin sibuk dan kaum muda yang fokus meniti karir banyak yang memilih untuk menempatkan orang tua mereka di panti jompo. Teman-teman saya pun sering bergurau, “Sudah lumrah kalau nantinya anak-anak menempatkan kita di panti jompo. Demi karir, kita pun menempatkan mereka di tempat penitipan anak”.
Pada umumnya orang berpikir bahwa di kala usia melampaui 70 tahun, maka hidup ini hanya menantikan panggilan Sang Pencipta. Alkitab bercerita bahwa banyak sekali orang yang memulai pelayanan di kala mereka berumur. Abraham berusia 75 tahun (Kejadian 12:4) saat dia dipanggil Tuhan untuk menjadi bangsa besar. Musa berusia 80 tahun (Keluaran 7:7) saat dia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Joshua pun diperkirakan berusia 70 tahun saat dia memimpin bangsa Israel masuk ke Kanaan, bahkan sampai di akhir hidupnya yang berusia 110 tahun, dia dengan setia memimpin bangsa Israel. Justru sudut pandang manusia yang kerap kali mengonotasikan tua dengan lemah itulah yang membuat kita berpikir bahwa kita membutuhkan anak untuk menjaga kita nantinya. Namun sesungguhnya hal itu tidaklah tepat. Orang tua dan anak akan saling membutuhkan. Tidak hanya sepihak, melainkan mereka akan saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain.
Kita cenderung untuk fokus pada pemenuhan kebutuhan materi dengan harapan bahwa hal itu akan membawa kepuasan, rasa bahagia dan hidup santai saat pensiun atau tua nanti . Sangat disayangkan jika itu saja yang menjadi perhatian kita. Materi tidak menjamin kehidupan yang bahagia. Ada hal lain yang lebih penting dari materi. Kita harus memikirkan cara untuk membuat hidup ini berarti sehingga dapat membawa dampak postif di hari tua nanti. Paulus melalui surat kepada anak angkat rohaninya yang bernama Titus (Titus 2:2-6), mengajarkan beberapa hal untuk mempersiapkan diri di hari tua.
Pertama-tama, kita harus dapat menjadi teladan dan mentor bagi anak, cucu dan semua generasi penerus. Kita harus mempersiapkan diri mulai dari sekarang, agar nantinya memiliki kapasitas untuk memberikan nasehat dan mengarahkan kehidupan generasi penerus menuju hal-hal yang baik. Di zaman ini kaum muda sangat membutuhkan pengarahan dan bimbingan dari mereka yang lebih senior. Namun sangat disayangkan banyak sekali orang muda tidak sadar akan pentingnya hal ini. Jika hidup ini hanya dipakai untuk menumpuk kemarahan, kebohongan, dan pertikaian, maka secara tidak langsung kita akan meninggalkan hal yang buruk kepada generasi penerus. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk menjadi bijaksana dan membangun diri serta bertumbuh dalam firman Tuhan. Dengan demikian kehidupan ini akan membawa berkat.
Berikutnya, kita harus memikirkan sejak dini apa yang dapat dilakukan saat menginjak usia tua. Meskipun keahlian dan kemampuan yang kita andalkan untuk mencari nafkah tidak lagi setajam di masa muda, jangan biarkan hal ini menjadi penghalang untuk mengembangkan bakat di bidang lain. Anna Mary Robertson Moses atau yang lebih dikenal dengan Grandma Moses, adalah seorang artist yang terkemuka di Amerika. Pada awal karirnya dia fokuskan hidupnya di bidang embroidery (bordir), namun dia terserang penyakit arthritis kala berusia 80an sehingga tak mampu lagi menjahit dikarenakan sendi tanggannya yang sakit. Saat itu dia memiliki pilihan untuk pensiun, tetapi memutuskan untuk mengembangkan bakatnya di bidang melukis. Tak disangka, lukisan karyanya menjadi terkenal bahkan memberikan dampak positif yang luar biasa besar pada kesenian Amerika. Melalui kisah Grandma Moses ini, kita diajarkan bahwa manusia memiliki pilihan untuk pasrah dan tidak melakukan apa-apa di masa tua, atau pilihan untuk memakai waktu yang ada untuk mengembangkan bakat lain yang dapat membawa dampak positif bagi kehidupan orang lain.
Sebagai orang muda kita harus menghormati para senior. Saat memberikan 10 perintah (Ulangan 5:16), Tuhan memerintah kita untuk menghormati orang tua, dalam hal ini alkitab berbicara mengenai ayah dan ibu. Janji Tuhan adalah Dia akan membuat hidup ini baik jika kita mentaati firmanNya. Bagaimanakah cara kita bisa memperoleh hidup yang lebih baik? Melalui hikmat dari generasi sebelum kita. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang muda maupun yang berumur akan saling melengkapi. Tuhan menghendaki agar mereka yang telah berumur untuk menjadi penasehat dan pembimbing bagi kaum muda. Di lain pihak, Tuhan juga menghendaki kaum muda untuk menghormati orang tua dengan menjaga dan mendengarkan nasehatnya.
Kebahagiaan saat kita berumur nanti tidak diperoleh dengan menumpuk harta untuk dinikmati di hari tua. Kebahagiaan di masa tua nanti dapat diperoleh denga cara memberikan berkat bagi anak, cucu, dan generasi muda yang mau belajar dari kehidupan kita. Akhir kata, agar hidup ini menjadi berkat, mari kita bangun hidup ini di atas dasar yang baik yaitu Firman Tuhan dan kebenaranNya.
Lukman Setiawan
Penatua – Replique Church, Melbourne