Sensasi Musim Dingin di Dua Benua Berbeda

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menjadi relawan melalui program AIESEC (Association Internationale des Étudiants en Sciences Économiques et Commerciales), sebuah lembaga kepemudaan internasional yang bertujuan untuk melatih kepemimpinan dan melakukan sebuah pembangunan di berbagai negara, khususnya negara berkembang. Saya berperan sebagai pendidik untuk mengajar anak sekolah menengah di kota Sofia, Bulgaria. Bulgaria merupakan salah satu negara di Eropa Timur. Kegiatan ini berlangsung selama hampir dua bulan pada musim dingin. Sebuah pengalaman yang mengubah cara pandang saya akan keberagaman dan cara hidup orang-orang yang berasal dari latar belakang budaya berbeda. Hal utama yang membuat perjalanan ini sangat menarik adalah karena merupakan pengalaman pertama saya merasakan musim dingin. Maklum, di Indonesia, kan, hanya ada musim hujan dan musim kemarau.

Perasaan saya membuncah begitu mendaratkan langkah pertamaku di bandara kota Sofia. Jaket tebal musim dingin, sarung tangan, dan banyak peralatan musim dingin lainnya yang sudah saya siapkan untuk menghadapi badai salju. Namun sayang, ternyata meskipun cuaca berawan, ternyata hanya beberapa onggok salju saja yang terlihat ada di jalanan. Menurut penjelasan Dimitar Todorinski, seorang mahasiswa lokal yang saya wawancarai, memang bulan Februari dan Maret di masa saya menghabiskan waktu di sana merupakan penghujung musim dingin di Bulgaria.

Meski suhu sangat dingin, tidak jarang matahari bersinar dengan cerah. Selama perjalanan ini, suhu terendah yang pernah saya rasakan adalah sekitar -10 derajat Celcius. Udara sangat kering dan tidak berangin. Pada suhu serendah itu, sangat penting untuk mengenakan beberapa lapisan pakaian, seperti thermal, kaos, dan kemudian jaket musim dingin yang terbuat dari bulu angsa.

Suatu hari ketika saya dan beberapa teman bermain ski di Gunung Vitoshka, salju pun turun perlahan hingga menjadi badai salju yang mendorong kami untuk segera kembali. Sehari kemudian, salju mulai berjatuhan di pusat kota, dibalut dengan hujan yang melengkapi dinginnya hari itu. Akhirnya saya bisa merasakan musim dingin sesungguhnya walaupun singkat.

Pengalaman berbeda saya rasakan saat berada di Australia, khususnya Melbourne. Mengingat pengalaman sebelumnya di benua Eropa, saya membayangkan keadaan serupa mungkin saya temui di benua Australia. Apalagi membayangkan posisi geografis benua ini sangat dekat dengan Kutub Selatan, bisa jadi suhunya bahkan lebih rendah daripada musim dingin di Bulgaria.

Saya cukup terkejut begitu mengetahui bahwa musim dingin di Australia sama sekali tidak bersalju. “Namun, terkadang akan ada hujan es,” jelas Honorah Aussie, salah seorang warga lokal. Namun tidak perlu khawatir, karena para pecinta salju tetap bisa menikati salju dan berski ria di beberapa tempat, salah satunya Mount Buller yang bisa ditempuh dengan tiga jam berkendara.

Suhu di pusat kota cukup stabil berkisar antara 6 hingga 15 derajat, dan kadang-kadang 3 derajat Celcius. Satu hal yang sama dengan apa yang saya alami di Bulgaria adalah keadaan berawan yang ada di Melbourne, namun sering kali matahari pun menampakkan dirinya. Perbedaan besar yang saya rasakan adalah hembusan angin yang sangat kencang di Melbourne. Banyak warga Melbourne sendiri menyatakan bahwa musim dingin 2018 adalah yang paling dingin dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berita dari ABC News menyebutkan bahwa menurut data Badan Meteorologi, musim dingin tahun 2018 adalah yang terdingin dalam 36 tahun terakhir di Australia.

Tidak hanya itu, yang sering membuat bingung adalah cuaca di kota ini yang sangat labil dan bisa berubah-ubah hanya dalam hitungan menit, sehingga setiap orang wajib bersiap untuk menghadapi segala jenis cuaca dalam satu hari yang sama. Hal ini tentunya membuat pilihan pakaian menjadi sangat penting untuk orang yang menghabiskan banyak waktu di luar rumah.

Hal lain yang cukup menjadi perhatian saya terkait perbedaan musim dingin di Bulgaria dan Australia adalah banyak sekali mobil-mobil yang diparkir di jalanan Sofia ataupun di depan rumah dalam keadaan kotor, berdebu, dan tidak dibersihkan. Ibu Dina, salah seorang warga Negara Indonesia yang sudah dua tahun tinggal di Sofia menjelaskan bahwa jika mobil-mobil dicuci, maka dikhawatirkan air yang dipakai untuk membasuh mobil tersebut akan membeku dan menyulitkan pengguna mobil untuk mengoperasikan kendaraannya. Sementara di Melbourne, rata-rata kendaraan yang berlalu lintas terlihat bersih dan terawat. Hal ini tentunya bisa dipengaruhi oleh suhu di Melbourne yang tidak sedingin di Bulgiaria.

Menarik juga mengamati perbedaan yang cukup signifikan antara musim dingin di Bulgaria dan Australia. Bagi Anda yang penasaran merasakan sensasi perbedaan ini, segeralah rencanakan untuk jalan-jalan mengunjungi benua Eropa dan benua Australia saat musim dingin!

Teks : Siti Mahdaria

foto: Siti Mahdaria/Alldila Nadhira