16 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai World Food Day atau Hari Pangan Sedunia. Ketersediaan pangan menjadi isu global yang penting dan juga masuk ke dalam Sustainable Development Goals (SDG) yang dicanangkan oleh United Nations melalui salah satu tujuan mereka: Zero Hunger. Kali ini, OZIP berkesempatan berbincang tentang pangan dan hari perayaannya dengan salah satu alumni Master of Food Science and Technology, University of Queensland yang juga merupakan dosen jurusan food science di Lombok Institute of Technology, Baiq Afriza Lia Fitri, yang lebih akrab disapa Lia.
Menurut Lia, bagaimana cara yang tepat untuk merayakan Hari Pangan Sedunia baik di Australia maupun Indonesia?
Menurut saya, saat ini isu pangan yang paling urgent adalah food insecurity yang diperparah oleh dampak COVID-19 di dua tahun terakhir. Food insecurity itu sendiri adalah ketika orang-orang tidak memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap ketersediaan makanan. Menurut saya pribadi, cara terbaik untuk memperingati Hari Pangan Sedunia adalah dengan tidak memperburuk isu food security yang saat ini menjadi fokus utama berbagai pihak, terutama dengan ancaman resesi global tahun depan.
Cara sederhananya bisa dimulai dari diri kita sendiri yakni dengan mengurangi food waste atau tidak mebuang-buang makanan. Untuk teman-teman yang berada di Australia, mengingat porsi makanan yang ekstra saat eating out, jangan sungkan untuk meminta, membawa atau membeli kontainer untuk membawa pulang sisa makanannya untuk dimakan nanti.
Selain itu untuk yang saat ini sedang di Indonesia terutama yang di rural area, pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayuran adalah satu cara untuk mewujudkan food security untuk keluarga. Baik di Australia maupun Indonesia, rising awareness untuk isu ini penting dan itu bisa dilakukan dengan menggelar event atau hanya sekadar membuat postingan di media sosial tentang isu ini. Intinya tidak peduli sesederhana apa teman-teman merayakan World Food Day, dampaknya pasti ada and it matters.
Leave no one behind adalah tema yang dipilih dalam World Food Day 2022 ini. Dengan segala keterbatasan yang ada, bagaimana sebaiknya cara terbaik untuk merealisasikan tema besar tahun ini untuk masyarakat bumi?
Cara terbaik tentu saja dengan meniatkannya sepenuh hati, jadi selama kita memiliki tekad saya rasa keterbatasan itu tidak akan pernah menjadi penghalang. Setiap daerah memiliki keterbatasannya masing-masing. Ada yang benar-benar tidak memiliki akses terhadap ketersediaan makanan yang layak dari segi nutrisi dan sebagainya karena alasan kemiskinan, tapi ada juga kelompok yang tidak tercukupi asupan gizinya karena faktor pengetahuan.
Skenario kedua ini yang menurut saya umum terjadi di rural area NTB, tempat tinggal saya, terutama bagi keluarga petani. Mereka memiliki pilihan makanan yang beragam namun mereka umumnya lebih memilih mengonsumsi makanan yang dibeli karena makanan “sehat” bagi mereka adalah makanan yang dibeli, yang kemasannya bagus, dan sebagainya. Saya rasa faktor ini berpengaruh terhadap tingginya angka stunting dan wasting di NTB.
Kemudian cara sederhana yang bisa dilakukan tentu saja dengan meberikan edukasi melalui campaign sederhana untuk memberikan pengetahuan dasar tentang nutrisi. Seperti kegiatan yang diselenggarakan oleh mahasiswa program studi Food Technology Lombok Institute of Technology (LIT) beberapa hari yang lalu, dimana mereka mengadakan sosialisasi gerakan makan tomat setiap hari terutama ketika hasil panen tomat berlimpah kepada sekitar 170 anak SD dan TK di Lombok Timur.
Di tengah ancaman resesi global pada 2023, pemerintah Indonesia merancang beberapa kebijakan guna memperkuat pangan di negeri sendiri untuk menghadapinya. Namun tentu peran individu juga sangat dibutuhkan. Menurut Lia, apa yang bisa dilakukan OZIPmates untuk membantu sesama dalam menghadapi krisis global ini dalam kaitannya dengan pangan baik di Indonesia maupun Australia?
Untuk OZIPmates yang berada di Indonesia, yang perlu dilakukan sederhana saja yakni meningkatkan konsumsi produk pangan dalam negeri dan mengurangi konsumsi makanan impor atau yang bahan bakunya diimpor. Misalnya, jika sebelumnya biasa makan buah impor mungkin saatnya beralih ke buah lokal. Indonesia adalah negera pertanian dan desa-desa penghasil beras serta bahan makanan yang lain akan menjadi safeguard Indonesia untuk menghadapai resesi global ini. Karena itu sudah saatnya memberikan dukungan penuh terhadap petani lokal dengan mengonsumsi produk mereka. Untuk OZIPmates yang berada di Australia mungkin bisa meringankan beban resesi terhadap sesama melalui kegiatan-kegiatan volunteer yang menyediakan makan gratis untuk orang-orang yang membutuhkan di kota tempat tinggal OZIPmates.
Teks: Mutia Putri
Foto: Berbagai sumber